Artikel diatas adalah bagian dari edisi khusus Tempo Hari Perempuan dengan tema Bukan Perempuan Biasa. Untuk Mendaptkan link-link ke 22 artikel di edisi tersebut silah kunjung
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/10/ibu-berkeranjang-belanja-lokomotif.html
Saat searching di internet saya temukan arsip Majalah Tempo Desember 2006 dengan liputan khusus yang simpatik dan menarik terkait Hari Perempuan. Dalam edisi ini Tempo mengambil tema Bukan Perempuan Biasa dengan menampilkan profil perempuan-perempuan yang berani meruntuhkan stereotip, perempuan-perempuan yang tak segan melintas batas.
Selain menampilkan profil Laksamana Pertama TNI Angkatan Laut Christina Rantetana, Komisaris Besar Polisi Pengasihan Gaut, Dwi Astuti Soenardi, srikandi pemimpin Tim Ekspedisi Everest Putri Indonesia 2007 dan Rahayu Suhardjono, 56 tahun, peneliti gesit jagoan menelusuri gua karst (kapur), Tempo juga menyuguhkan kisah para perempuan yang berjuang di medan yang sungguh sulit. Seperti Suster Rabi’ah (Suster Apung) juga bidan Adeleda Seba, 53 tahun, yang dijuluki ”Ibu Para Suku”. Sosok yang setia menolong persalinan perempuan suku terpencil di labirin rimba Bangga.
Tempo juga tak lupa menampilkan para pejuang di level bawah. Raida boru Tampubolon menjadi kuli panggul di Pelabuhan Tanjung Priok. Ada Ponirah, wanita pengayuh becak dari Yogyakarta, Suyanti yang sopir bus malam Wonogiri-Jakarta, juga Datin yang buruh gendong di Pasar Legi, Solo.
Tempo mengatakan bagai lilin, para perempuan dari kelas bawah ini rela membakar diri memberikan terang bagi keluarga dan orang banyak. Dan itu mengingatkan pada sajak Hartojo Andangdjaja :
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa
Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa
Saya memberikan apresiasi kepada Tempo dan hormat saya kepada para perempuan ini.
Namun saya berterima kasih pula atas sudut pandang Dewi Lestari dalam kolomnya “Ibu Rumah Tangga, Lokomotif Perubahan” di liputan khusus ini yang menyoroti peran domestik perempuan sebagai ibu rumah tangga dan potensi dasyatnya sebagai lokomotif perubahan (peran perempuan-perempuan biasa berbeda dengan Tempo yang menampilkan bukan perempuan biasa, termasuk juga artikel khususnya tentang Para Perempuan di Puncak Zaman).
Dengan merujuk seorang filsuf perempuan Simone de Beauvoir yang mengatakan “yang personal adalah politis” ia sampai pada simpul pendapat “lokomotif berkekuatan besar justru unit rumah tangga yang kecil. Ibu rumah tangga sebagai penentu mekanisme sehari-hari otomatis mendominasi kendali atas produk yang dikonsumsi, anggaran bulanan, jenis informasi yang beredar di rumah, tata cara pengolahan ini-itu, dan seterusnya. Jika kekuatan memilih itu disadari penuh, maka pemberdayaan akan kembali ke tangan masyarakat. Perubahan dapat terjadi dalam hitungan hari, tanpa birokrasi berbelit dengan kecepatan siput”.
Dinyatakannya pula “kita (sebagai ibu rumah tangga) memiliki daftar protes terhadap kondisi dunia, tanpa selalu sadar bahwa kita punya kekuatan untuk mengubahnya.
Inilah momentumnya, Dewi Lestari menyatakan saat masyarakat merasa kehilangan daya, sesungguhnya kekuatan menanti pada perspektif yang berganti, siapakah yang sesungguhnya punya potensi dahsyat untuk menjadi lokomotif perubahan: pemerintah berlembaga atau ibu berkeranjang belanja?
Selamat kepada ibu berkeranjang belanja…….
hikayat bulan adalah hikayat yang mengalir
di arus waktu yang perlahan, tenang dan teduh
seperti percakapan dan narasi kasih bunda
jelang upik dan buyung tertidur
percakapan dan narasi kasih yang tak henti bertumbuh
dalam jiwa ketika harapan bermekaran atau patah
abadi
walau bunda telah mangkat
dari ruang dan waktu
Senin, 06 Oktober 2008
Shinta Damayanti: Berkilau dari Tengah Rig
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar