“.....semua atribut keilmuwanan itu ia lepaskan karena gelar akademis tak punya relevansi dengan pembelajaran tanpa akhir sebagai proses hidup. Hati dan pikirannya senantiasa terbuka untuk mendengar penuturan para tetua dan pemangku di sudut-sudut kepulauan di Nusantara ini.....
....Itulah living knowledge, yang tak ada tempatnya di dalam seluruh praksis dan diskursus modernisme”
Demikian petikan kisah Maria Hartiningsih dan Brigitta isworo Laksmi dalam artikelnya “Jalan Sunyi si Pejalan Kaki” di rubrik Persona Kompas Minggu. Si Pejalan Kaki ini adalah Hendro Sangkoyo, Sang Kepala Sekolah “Terbuka” Ekonomika Demokratik.
Saya simpulkan ia akan lebih suka di panggil Hendro Sangkoyo saja, atau bahkan Yoyok saja (panggilan akrabnya). Gelar Arsitek dari ITB dan Phd di bidang Comparative Politics, International Planning and Planning Theory dari Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat boleh jadi tanggal dalam sekolah terbuka pembelajaran tanpa akhir. Saya yakin ia pun lebih senang dan merasa tercerahkan belajar bersama di kampung dan pelosok-pelosok negeri dibandingkan pengalaman akademiknya mengajar di Institut Teknologi Indonesia, Royal Melbourne Institute of Technology bahkan Cornell University.
Sependapat dengan Noam Chomsky, Yoyok menyimpulkan semua bahasa merepresentasikan pengetahuan sehingga baginya pula ilmu dasar adalah bahasa, bukan matematika, kimia dan fisika. Dan living knowledge dalam ruang bertutur ini menolak semua kaidah positivistik, yang membedakan mana sains, mana bukan sains. Menolak hanya satu otoritas, atau satu rezim kebenaran. Otoritas mana yang membawa peradaban bumi ini dalam krisis berkelanjutan
selengkapnya
Minggu, 24 Januari 2010
Hendro Sangkoyo, Sang Kepala Sekolah “Terbuka’ Ekonomika Demokratik
Label:
Bencana Ekologi,
Bencana Sosial,
Ekologi,
Gerakan Sosial
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar