Sastra dan Peradaban (2)
Catatan Lepas Dari Diskusi Sastra dan Pemberadaban yang diselenggarakan Bale Sastra Kecapi, Kompas dan Bentara Budaya
Dalam diskusi di Bentara Budaya ini Thamrin sempat berbagi kehadirannya pada satu seminar mengenai Pancasila, dimana ia mengusulkan untuk menjawab tantangan jaman dan menjadikannya lebih kontekstual maka bisa saja urutan sila-sila di rubah. Ia mengusulkan urutan sila-sila terkait sebagai berikut : kemanusiaan, keadilan sosial, demokrasi, baru persatuan dan terakhir keTuhanan. Ia mengingatkan soal kekejaman di Aceh, Timor Leste, Papua yang berpangkal pada tafsir persatuan yang ngawur, juga tafsir agama yang menghasilkan kekerasan-kekerasan dan konflik-konflik keras bermotif agama.
Bagi saya inilah penjelasan yang paling tepat tentang pilihan pada religiositas bukan agama. Sebagai gerak akal, budi, rasa, nurani untuk mewujudkan kemanusiaan dan sekaligus keadilan sosial. Persoalan religiositas sebagai gerak vertikal manusia dan Penciptanya bukan semata-mata atau bahkan tidak berarti apa-apa tanpa peluberan ke bumi, tanpa wujud sebagai kasih kepada sesama. Demikian esensi dari agama manapun, sebagai sebuah perjalanan sebuah misi menuju pembebasan, kemanusiaan dan keadilan.
Karena itu saya masih melihat relevansi simpulan “Pada Awal Mula Segala Sastra adalah Religius”. Dengan demikian saya meyakini religiositas sebagai sebuah karya sastra yang baik atau dalam konteks diskusi ini sebagai jalan pemberadaban, Religiositas bisa bekerja tanpa keyakinan agama apapun, bahkan bisa jadi tanpa tuhan manapun, sepanjang manusia mewujudkan panggilan nuraninya untuk kemanusiaan dan keadilan.
Bila diskusi ini membahas Sastra dan Peradaban maka pemberadaban yang dimaksud menyasar masyarakatt atau tatanan masyarakat dimana kemanusiaan dan keadilan menjadi wujud.
selanjutnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar