RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Rabu, 14 April 2010

Rezim SBY = Rezim Orde Baru - Maklumat Mei Bulan Perlawanan FOR INDONESIA

“Tidak Ada Kesejahteraan dan Demokrasi” - Rezim SBY = Rezim Orde Baru

Mei Bulan Perlawanan Rakyat - Maklumat Front Oposisi Rakyat Indonesia

Kami maklumatkan “Mei Bulan Perlawanan” karena pada bulan ini tersimpan sejarah perlawanan rakyat terhadap Rezim Orde Baru yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat, membunuh demokrasi dan merusak pola pikir bangsa Indonesia menjadi serakah dan biadab. Perlawanan rakyat itu mencapai kemenangan pada 21 Mei 1998 dengan mundurnya Soeharto sebagai pemimpin tunggal yang berwatak otoriter.

Kami maklumatkan kepada rakyat Indonesia agar menjadikan bulan perlawanan ini sebagai agenda politik untuk melakukan perlawanan kembali terhadap hadirnya tanda-tanda otoritarian di dalam Rezim SBY. Tak kita kehendaki pembunuhan terhadap demokrasi, terhadap rakyat yang didera krisis ekonomi dan kerusahan pola pikir bangsa menjadi agenda politik Rezim SBY dewasa ini





Inilah Kalender Mei Bulan Perlawanan Oposisi Rakyat Indonesia:

Tanggal Agenda Politik

1 Mei
Hari Buruh Internasional (Mayday)

2 Mei
Hari Pendidikan Nasional

8 Mei
Hari Marsinah

12-14 Mei
Hari Kejahatan Kemanusiaan Orde Baru (penembakan mahasiswa, kerusuhan Mei)

20 Mei
Hari Kebangkitan Nasional

21 Mei
Hari Kemenangan Perlawanan Rakyat (jatuhnya rezim Soeharto)


1. Gagalnya Reformasi, Gagalnya Demokrasi

Tujuh Setan Otoritarian. Sampai saat ini rakyat masih terbius oleh manipulasi pengertian bahwa reformasi telah berhasil mewujudkan demokrasi di Indonesia. Bukti-bukti itu ditandakan adanya keterbukaan ruang politik bagi aspirasi rakyat, tak ada kekuasaan tersentral yang dikendalikan militer, pemilu/pilkada telah dapat diselenggarakan langsung oleh rakyat, media massa mempunyai kebebasan pemberitaan, hak perempuan dalam politik dan perlindungan dari kekerasan pun telah diberikan. Sampai dewasa ini rakyat begitu yakin bahwa seluruhnya ini merupakan bukti demokrasi telah menjadi kenyataan. Marilah kita kaji kembali, apakah keterbukaan ruang politik itu menunjukkan perubahan kualitatif jika dikaji di lapangan realitas politiknya?

Inilah realitas politik Indonesia saat ini di bawah Rezim SBY, menunjukkan tujuh setan otoritarian:

Pertama, monopoli kursi parlemen dengan memanfaatkan oligarki politik borjuasi yang berpusat pada Partai Demokrat. Oligarki di parlemen ini menguasai 65% kursi yang akan memenangkan kebijakan Rezim SBY. Tanda-tanda ini mirip dengan parlemen di masa Orde Baru yang dikuasai oleh Golkar.

Kedua, penerbitan PERPPU, pembiaran regulasi diskriminatif dan pencabutan regulasi yang melindungi keadilan korban. Selama Rezim SBY bekuasa, pada 2005, telah meratifikasi dua kovenan internasional yang sangat penting bagi penegakan HAM di Indonesia. Dua itu ialah, Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya yang diratifikasi melalui UU No.11 tahun 2005 dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik yang diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005. Kebijakan ini menggembirakan dan menunjukkan adanya instrumen perlindungan rakyat, tetapi jangan salah, selama ini Rezim SBY telah menerbitkan 18 PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang). Penerbitan PERPPU yang sebenarnya dimaksudkan untuk menghadapi (1) negara dalam situasi bahaya (darurat) dan hal ini diumumkan kepada rakyat, (2) situasi bahaya ini dapat mengancam keselamatan negara dan karenanya pemerintah harus mengambil tindakan secepatannya, (3) dalam mengambil tindakan secepatnya pemerintah diberikan kewenangan untuk menerbitkan PERPPU agar tak menunggu mekanisme di DPR yang membutuhkan waktu lama. Jadi, penerbitan PERPPU ini merupakan langkah Rezim SBY untuk mem-bypass mekanisme demokratis dalam keterbukaan ruang politik, sedangkan tidak pernah diumumkan negara terancam bahaya. Inilah bukti yang menandakan Rezim SBY otoriter.

Sedangkan jika dikaji lebih cermat, ternyata sebagian PERPPU yang menyangkut masalah kehutanan, otonomi daerah, 'pengadilan perikanan', keimigrasian, Bank Indonesia, tidak sesuai dengan UUD 45. Contohnya, Rezim SBY menerbitkan PERPPU ketika membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni Perppu No 3 Tahun 2008 yang dikeluarkan pada 18 Oktober 2008, dan pada hari yang sama menerbitkan pula PERPPU tentang Bank Indonesia, yakni PERPPU No 2 Tahun 2008. Dengan dua PERPPU inilah penjarahan atas Bank Century dilakukan. Juga, ketika presiden SBY hendak menghadiri KTT G-20 di Amerika, masih sempat menandatangani PERPPU No 4 Tahun 2009 tentang KPK.

Pencabutan UU Komisi Kebenaran Rekonsiliasi sebagai jembatan penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu baik dalam perspektif sipil-politik (Sipol) maupun ekonomi-sosial-budaya (EKOSOB) adalah cara pandang untuk meninggalkan keadilan sebagai prasyarat demokrasi. Selain itu Rezim SBY membiarkan 154 Perda yang diskrimiantif terhadap perempuan diterbitkan, menolak revisi UU Peradilan Militer dan RUU Intelijen Negara, dan UU Pertahanan Negara dan UU TNI. Tentu ini bertentangan dengan langkah rezim ini meratifikasi dua kovenan internasional yang melindungi keadilan bagi korban.

Ketiga, menyusun kisah superhero melalui teror visual. Dengan memanfaatkan keterbukaan media massa dalam hal pemberitaan, diciptakanlah adegan melo-dramatik politik yang ditonton rakyat setiap hari. Kisah yang disajikan adalah mengenai penangkapan terorisme serta penangkapan 'markus' (makelar kasus) dan koruptor, seperti adegan superhero dalam film 'rambo'. Rakyat memang menghendaki hidup aman di negara yang bebas teror termasuk dari koruptor tetapi yang diterima rakyat justru teror ceritera yang dikemas secara melo-dramatik politik tersebut. Tanda ini mirip dengan Rezim Soeharto yang menyusun kisah superhero-nya sebagai penumpas pemberontak negara yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia beserta ormas petani, ormas buruh, ormas perempuan, ormas kebudayaan, ormas mahasiswa –yang berhaluan kerakyatan. Rezim Soeharto juga menyusun kisah dirinya sebagai superhero pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.

selengkapnya