RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Senin, 27 Desember 2010

CATATAN AKHIR TAHUN - FRONT OPOSISI RAKYAT INDONESIA 2010

Rezim Neoliberal SBY Gagal Mensejahterakan Rakyat, Saatnya Bangun Gerakan Persatuan Politik Rakyat

Merunut perjalanan satu dekade reformasi sebenarnya rejim yang berkuasa telah menjalankan estafet reorganisasi politik dan ekonomi untuk mengubah Indonesia menuju Negara Pasar Bebas (neo-liberal) dan rejim SBY yang menuntaskannya.

Dengan demikian rejim SBY di satu sisi meliberalkan sepenuhnya ekonomi Indonesia menjadi negara pasar bebas dan di sisi lain secara sistimatis mulai melakukan pengekangan, membatasi hingga menutup kebebasan politik dan partisipasi rakyat atau ‘politics of order’ (politik keteraturan) seperti pada jaman Soeharto. Kita melihat trend kriminalisasi demokrasi dan pengetatan kembali terhadap kebebasan sipol, partisipasi dan oposisi rakyat yang dijalankan melalui praktek hukum (pemidanaan), pembatasan hak berserikat bagi para buruh atau pekerja dan terakhir dalam berbagai upaya untuk mengamandemen UU di bidang politik. Represi hingga penghilangkan nyawa juga semakin massif dilakukan aparatus kekerasan polisi dan militer seiring meningkatnya eksalasi dan radikalisasi rakyat akibat penindasan yang semakin vulgar.

Politics of order dijalankan dengan serangkaian langkah-langkah sistematis untuk tujuan membatasi kebebasan sipil dan politik termasuk dengan membuat sistem representasi menjadi tertutup dari partisipasi popular. Dan partisipasi popular dianggap sebagai gangguan terhadap penguasa atau kegaduhan politik yang mengganggu stabilitas.


selengkapnya silah unduh dokumen dalam pdf

REFLEKSI AKHIR TAHUN (FRONT OPOSISI RAKYAT INDONESIA 2010)
Rezim Neoliberal SBY Gagal Mensejahterakan Rakyat, Saatnya Bangun Gerakan Persatuan Politik Rakyat




Tak cukup membakar protes dan kemarahan rakyat (langit membara), tanpa merasionalkan, menjadikan kehendak bersama, kemauan bersama, imajinasi bersama, lantas solidaritas dan kolektifitas (dalamnya samudra). Perkakas utamanya adalah organisasi, organisasi, organisasi. Mari terus membangun organisasi-organisasi pergerakan, merapikan dan memperbesar barisan (organisasi – sapu lidi), menjaga disiplin organisasi, perluas jaringan dan media pergerakan, dan pada akhirnya persatuan untuk memenangkan pertempuran-pertempuran dan lantas peperangan besarnya.

"sejatinya demokrasi dan hak asasi manusia bukanlah gagasan dan praktik yang lahir dari menara gading atau juga pemberian 'negara', tetapi tak lain dan tak bukan lahir dari praktik perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan penjajahan. praktik agung perjuangan rakyat"


daftar isi

mukadimah

Rezim Neoliberal SBY Gagal Mensejahterakan Rakyat, Saatnya Bangun Gerakan Persatuan
Politik Rakyat
oleh Andreas Isw (PP Sarekat Hijau Indonesia, Manager Pendidikan-Jaringan DEMOS)

bagian 1

Perangkap Maut Bagi Kaum Buruh Itu Bertajuk Neoliberalisme
oleh Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

bagian 2

Refleksi Atas Politik Agraria Pemerintahan SBY - Budiono
oleh Idham Arsyad (Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Juru Bicara FORI.)

bagian 3

Perubahan Iklim, HP3 dan Krisis Kelautan
oleh Abdul Halim - Koordinator Program KIARA

bagian 4

Kepemimpinan SBY Mempercepat Collapse-nya Indonesia
oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

bagian 5

HAM 2010:Negara Gagal Mengadili Pelaku Pelanggaran HAM dan Mengabaikan Hak-hak Para KorbanPelanggaran HAM
oleh Ari Yurino (Staf Rumah Keadilan Badan Pekerja IKOHI) dan Oslan Purba2 (Sekjen Federasi KontraS periode 2007 – 2010)

bagian 6

“Gerakan Mahasiswa dan Rezim Neolib SBY-Boediono : Sebuah Refleksi”
oleh Forum Mahasiswa Lintas Kampus - FMLK (KMUI, FORMASI IISIP, ERASMUS UNSADA)

bagian 7

Neoliberalisme Musuh bersama Gerakan Perempuan
oleh Barisan Perempuan Indonesia


Bookmark and Share

Jumat, 17 Desember 2010

Hak Asasi Manusia dan Praktik Perjuangan Rakyat

"sejatinya demokrasi dan hak asasi manusia bukanlah gagasan dan praktik yang lahir dari menara gading atau juga pemberian 'negara', tetapi tak lain dan tak bukan lahir dari praktik perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan penjajahan. praktik agung perjuangan rakyat .





bangsa koeli, tiang gantungan atau kita bersatu seperti sapu lidi?





Merry Christmas and Best New Year for Dear Our Indigenous People Friends [Our Belief : (Bloody) Gold, Glory and Gospel. – Foreverfreeport Gold & Cooper Mining Inc


... tak cukup membakar protes dan kemarahan rakyat , tanpa merasionalkan, menjadikan kehendak bersama, kemauan bersama, imajinasi bersama, lantas solidaritas dan kolektifitas. perkakas utamanya adalah organisasi, organisasi, organisasi. mari terus membangun organisasi-organisasi pergerakan, merapikan dan memperbesar barisan , menjaga disiplin organisasi, perluas jaringan dan media pergerakan, dan pada akhirnya persatuan untuk memenangkan pertempuran-pertempuran dan lantas peperangan besarnya.





Tak Cukup Kemarahan (Anger), Tapi Daya Kuasa (Power) Rakyat


Silah kunjung “Kampanye 1000 Karya Rupa untuk Hari Perjuangan HAM 10 Desember 2010, 8 Desember 2010 – 2 Februari 2011”. Selain karya-karya rupa saya, terima kasih untuk Alit Ambara dan Yayak Yatmaka (ISKRA) yang bersedia karya-karyanya disertakan dalam kampanye ini.

Kampanye ini akan dilakukan melalui page facebook Galeri Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

http://www.facebook.com/pages/Galeri-Rupa-Lentera-di-Atas-Bukit-kerjapembebasan/158632180828263

dan secara terbatas dilakukan melalui blog lenteradiatasbukit.

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/

salam hangat, salam pembebasan
Andreas Iswinarto

Selasa, 07 Desember 2010

Kampanye 1000 Karya Rupa untuk Hari HAK ASASI MANUSIA 2010

(kampanye cyber 1000 karya rupa pembebasan u peringatan hari ham internasional 10 desember 2010, 8 desember 2010 - 8 februari 2010)

sejatinya demokrasi dan hak asasi manusia bukanlah gagasan dan praktik yang lahir dari menara gading atau juga pemberian 'negara', tetapi tak lain dan tak bukan lahir dari praktik perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan penjajahan. praktik agung perjuangan rakyat"

demikian pulalah hari ini demokrasi (kontrol/kendali rakyat atas kebijakan publik berdasarkan kesetaraan politik) dan hak asasi manusia yang menjadi fondasi kehidupan bersama sedang dirongrong oleh hegemoni dan dominasi fundamentalisme pasar (kapitalisme dengan neoliberalisme sebagai kembangannya), bangkitnya fundamentalisme agama (komunal), masih bercokolnya watak otoritarian 'negara', korupsi politik dan monopolisasi asset sebagai upaya melanggengan kekuasaan oleh para oligarki politik ekonomi.






(kampanye cyber 1000 karya rupa pembebasan u peringatan hari ham internasional 10 desember 2010, 8 desember 2010 - 8 februari 2010)

Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Minggu, 12 September 2010

Matahari Baru di Setiap Hari Baru

The God of Small Things - The Dancing Budha
untuk (mengeja keteladanan) munir, wiji thukul, marsinah dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
untuk maria dan 'arundhati roy - the god of small things' atas pengalaman pencerahannya

bag 2

...ini pematang sawah padang ilalang
ini mesin-mesin pabrik padang penghisapan
ini rimba raya padang belukar
ini rakyat jelata padang nestapa

tapi selalu akan tumbuh kembali
benih pertama
jalaran akar pertama
kuntum bunga pertama

luka jadi bara,
harapan,
pembebasan
dan dunia baru

sejuta kuntum bunga setaman


copyleft - silah di perbanyak untuk kepentingan memajukan gerakan rakyat


bag 2















selengkapnya

KEADILAN UNTUK KORBAN

Aksi Kamisan di Depan Istana Negara

Bila keadilan tak kunjung ditegakkan, maka kami adalah lautan rayap yang akan merubuhkan bangunan kekuasaan kalian yang sombong, tamak dan tak punya hati

kunjung juga bagian 2
Sinopsis Aksi Kamisan Korban (Berlangsung Tanpa Jeda Sejak 18 Januari 2007)

Meski Reformasi telah bergulir delapan tahun lamanya, dan penguasa silih berganti dari mulai Habiebie, Gusdur, Megawati, sampai dengan Susilo Bambang Yudohyono, namun keberpihakan pada penegakan HAM, dan keadilan bagi korban belum juga terpenuhi. Dari Sekian banyak tragedi Kemanusiaan yang terjadi; tragedi Peristiwa 65, tragedi Talangsari, tragedi Tanjungpriok, tragedi 27 Juli 1996, tragedi Penculikan, tragedi Trisakti, tragedi Mei 1998, tragedi Semanggi I, tragedi Semanggi II, dan pamungkasnya pembunuhan Munir, seorang yang selama ini bergiat mengadvokasi kasus-kasus tersebut. Di luar itu, tentu saja masih begitu banyak pelanggaran HAM yang tak tersentuh.

Semunya menggelap karena digelapkan, Negara terus menggelapkan pelakunya, menggelapkan penanggungjawabnya, bahkan Negara menjadi pelaku impunitas terhadap kasus tersebut, dengan terus mengabaikan penuntasannya. Kemauan dan keberanian SBY mestinya mampu menjawab semua soal di atas, sebab peran kunci saat ini ada pada genggamanya. Delapan tahun para korban dan keluarga korban, dengan segala upaya dan daya telah artikulasikan segala asa, rasa, dan tuntutan pada setiap mereka yang berkuasa. Namun kebebalan Negara tak jua tersembuhkan. Terinspirasi dari aksi “Plaza De Mayo” tentang aksi tiap hari selasa, yang di lakukan ibu-ibu yang anak menjadi korban penculikan rezim (sumber Kontras)

tentang Ibu-ibu Plaza de Mayo silah kunjung disini






(foto-foto dari aksi peringatan 6 tahun pembunuhan munir)













selengkapnya

Selasa, 04 Mei 2010

Konferensi Rakyat Dunia Tentang Perubahan Iklim di Cochabamba Bolivia 2010

Lebih dari 35.000 delegasi dari kalangan gerakan sosial dan organisasi dari 140 negara, terlibat dalam perhelatan “World People’s Conference on Climate Change and the Rights of Mother Earth yang berlangsung di Cochabamba, Bolivia dari tanggal 19-22 April 2010. Konferensi ini bisa berlangsung diantaranya karena adanya inisiatif yang kuat dari Presiden Bolivia Evo Morales.

Konferensi Rakyat tentang Perubahan Iklim juga berhasil merumuskan kesepakatan atau Deklarasi Peoples Agreement on Climate Change and the Right of Mother Earth dan Proposal Universal Declaration on the Rights of Mother Earth. Terobosan pentingnya adalah diadopsinya paradigma kedaulatan bumi dan atau hak asasi (ibu) bumi – Mother Earth bersanding dengan kedaulatan rakyat dan atau hak asasi manusia sebagai jawaban penting untuk menjawab persoalan krisis iklim global sebagai krisis peradaban.

Sebelum dan sepanjang konferensi para intelektual organik dan aktivis gerakan rakyat baik melalui pertemuan tatap muka maupun online dalam 17 Working Groups telah berhasil menyelesaikan pembahasan tema-tema : Structural causes; Harmony with Nature; Mother Earth Rights; Referendum; Climate Justice Tribunal; Climate Migrants; Indigenous Peoples; Climate Debt; Shared Vision; Kyoto Protocol; Adaptation; Financing; Technology Transfer; Forest; Dangers of Carbon Market; Action Strategies; Agriculture and food sovereignty

Nampaknya Konferensi Rakyat ini akan menjadi sama fenomenalnya dengan Forum Sosial Dunia yang inisiatif dimulai dari kota Porto Alegre di Brazilia sebagai forum tandingan atau alternatif Forum Ekonomi Dunia sebagai gerakan perlawanan terhadap globalisasi kapitalisme neoliberal. Kali ini gerakan mondial ini - Gerakan Rakyat Mondial untuk IBU BUMI di mulai dari sebuah kota di Bolivia.

Di dalam deklarasi atau People Agreement disampaikan bahwa Konferensi kedua akan diselenggarakan pada tahun 2011 sebagai bagian dari proses pembangunan Gerakan Rakyat Mondial untuk IBU BUMI dan sebagai reaksi atas hasil Konferensi Perubahan Iklim PBB yang akan diselenggarakan akhir tahun 2010 di Cancun Mexico.

Bravo Morales!!! Bravo Chochabamba!!!! Bravo, Gerakan Rakyat!!!!


Baca :

PEOPLES AGREEMENT - World People’s Conference on Climate Change and the Rights of Mother Earth

Proposal Universal Declaration of the Rights of Mother Earth

Rabu, 14 April 2010

Rezim SBY = Rezim Orde Baru - Maklumat Mei Bulan Perlawanan FOR INDONESIA

“Tidak Ada Kesejahteraan dan Demokrasi” - Rezim SBY = Rezim Orde Baru

Mei Bulan Perlawanan Rakyat - Maklumat Front Oposisi Rakyat Indonesia

Kami maklumatkan “Mei Bulan Perlawanan” karena pada bulan ini tersimpan sejarah perlawanan rakyat terhadap Rezim Orde Baru yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat, membunuh demokrasi dan merusak pola pikir bangsa Indonesia menjadi serakah dan biadab. Perlawanan rakyat itu mencapai kemenangan pada 21 Mei 1998 dengan mundurnya Soeharto sebagai pemimpin tunggal yang berwatak otoriter.

Kami maklumatkan kepada rakyat Indonesia agar menjadikan bulan perlawanan ini sebagai agenda politik untuk melakukan perlawanan kembali terhadap hadirnya tanda-tanda otoritarian di dalam Rezim SBY. Tak kita kehendaki pembunuhan terhadap demokrasi, terhadap rakyat yang didera krisis ekonomi dan kerusahan pola pikir bangsa menjadi agenda politik Rezim SBY dewasa ini





Inilah Kalender Mei Bulan Perlawanan Oposisi Rakyat Indonesia:

Tanggal Agenda Politik

1 Mei
Hari Buruh Internasional (Mayday)

2 Mei
Hari Pendidikan Nasional

8 Mei
Hari Marsinah

12-14 Mei
Hari Kejahatan Kemanusiaan Orde Baru (penembakan mahasiswa, kerusuhan Mei)

20 Mei
Hari Kebangkitan Nasional

21 Mei
Hari Kemenangan Perlawanan Rakyat (jatuhnya rezim Soeharto)


1. Gagalnya Reformasi, Gagalnya Demokrasi

Tujuh Setan Otoritarian. Sampai saat ini rakyat masih terbius oleh manipulasi pengertian bahwa reformasi telah berhasil mewujudkan demokrasi di Indonesia. Bukti-bukti itu ditandakan adanya keterbukaan ruang politik bagi aspirasi rakyat, tak ada kekuasaan tersentral yang dikendalikan militer, pemilu/pilkada telah dapat diselenggarakan langsung oleh rakyat, media massa mempunyai kebebasan pemberitaan, hak perempuan dalam politik dan perlindungan dari kekerasan pun telah diberikan. Sampai dewasa ini rakyat begitu yakin bahwa seluruhnya ini merupakan bukti demokrasi telah menjadi kenyataan. Marilah kita kaji kembali, apakah keterbukaan ruang politik itu menunjukkan perubahan kualitatif jika dikaji di lapangan realitas politiknya?

Inilah realitas politik Indonesia saat ini di bawah Rezim SBY, menunjukkan tujuh setan otoritarian:

Pertama, monopoli kursi parlemen dengan memanfaatkan oligarki politik borjuasi yang berpusat pada Partai Demokrat. Oligarki di parlemen ini menguasai 65% kursi yang akan memenangkan kebijakan Rezim SBY. Tanda-tanda ini mirip dengan parlemen di masa Orde Baru yang dikuasai oleh Golkar.

Kedua, penerbitan PERPPU, pembiaran regulasi diskriminatif dan pencabutan regulasi yang melindungi keadilan korban. Selama Rezim SBY bekuasa, pada 2005, telah meratifikasi dua kovenan internasional yang sangat penting bagi penegakan HAM di Indonesia. Dua itu ialah, Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya yang diratifikasi melalui UU No.11 tahun 2005 dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik yang diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005. Kebijakan ini menggembirakan dan menunjukkan adanya instrumen perlindungan rakyat, tetapi jangan salah, selama ini Rezim SBY telah menerbitkan 18 PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang). Penerbitan PERPPU yang sebenarnya dimaksudkan untuk menghadapi (1) negara dalam situasi bahaya (darurat) dan hal ini diumumkan kepada rakyat, (2) situasi bahaya ini dapat mengancam keselamatan negara dan karenanya pemerintah harus mengambil tindakan secepatannya, (3) dalam mengambil tindakan secepatnya pemerintah diberikan kewenangan untuk menerbitkan PERPPU agar tak menunggu mekanisme di DPR yang membutuhkan waktu lama. Jadi, penerbitan PERPPU ini merupakan langkah Rezim SBY untuk mem-bypass mekanisme demokratis dalam keterbukaan ruang politik, sedangkan tidak pernah diumumkan negara terancam bahaya. Inilah bukti yang menandakan Rezim SBY otoriter.

Sedangkan jika dikaji lebih cermat, ternyata sebagian PERPPU yang menyangkut masalah kehutanan, otonomi daerah, 'pengadilan perikanan', keimigrasian, Bank Indonesia, tidak sesuai dengan UUD 45. Contohnya, Rezim SBY menerbitkan PERPPU ketika membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni Perppu No 3 Tahun 2008 yang dikeluarkan pada 18 Oktober 2008, dan pada hari yang sama menerbitkan pula PERPPU tentang Bank Indonesia, yakni PERPPU No 2 Tahun 2008. Dengan dua PERPPU inilah penjarahan atas Bank Century dilakukan. Juga, ketika presiden SBY hendak menghadiri KTT G-20 di Amerika, masih sempat menandatangani PERPPU No 4 Tahun 2009 tentang KPK.

Pencabutan UU Komisi Kebenaran Rekonsiliasi sebagai jembatan penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu baik dalam perspektif sipil-politik (Sipol) maupun ekonomi-sosial-budaya (EKOSOB) adalah cara pandang untuk meninggalkan keadilan sebagai prasyarat demokrasi. Selain itu Rezim SBY membiarkan 154 Perda yang diskrimiantif terhadap perempuan diterbitkan, menolak revisi UU Peradilan Militer dan RUU Intelijen Negara, dan UU Pertahanan Negara dan UU TNI. Tentu ini bertentangan dengan langkah rezim ini meratifikasi dua kovenan internasional yang melindungi keadilan bagi korban.

Ketiga, menyusun kisah superhero melalui teror visual. Dengan memanfaatkan keterbukaan media massa dalam hal pemberitaan, diciptakanlah adegan melo-dramatik politik yang ditonton rakyat setiap hari. Kisah yang disajikan adalah mengenai penangkapan terorisme serta penangkapan 'markus' (makelar kasus) dan koruptor, seperti adegan superhero dalam film 'rambo'. Rakyat memang menghendaki hidup aman di negara yang bebas teror termasuk dari koruptor tetapi yang diterima rakyat justru teror ceritera yang dikemas secara melo-dramatik politik tersebut. Tanda ini mirip dengan Rezim Soeharto yang menyusun kisah superhero-nya sebagai penumpas pemberontak negara yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia beserta ormas petani, ormas buruh, ormas perempuan, ormas kebudayaan, ormas mahasiswa –yang berhaluan kerakyatan. Rezim Soeharto juga menyusun kisah dirinya sebagai superhero pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.

selengkapnya

Rabu, 10 Februari 2010

Maklumat Front Oposisi Rakyat Indonesia : GANTI REJIM, GANTI SISTEM

Diserukan pada saat Deklarasi Front Oposisi Rakyat Indonesia (FOR Indonesia)


"Rezim SBY Gagal"

Front Oposisi Rakyat Indonesia pada hari ini memaklumatkan:


Babak Pertama: Problem Rezim SBY Lima Tahun Seratus Hari


Selama Lima Tahun Seratus Hari Rezim SBY berkuasa telah nyata berhasil menjadi jongos Rezim Neoliberal –yang menindas rakyat Indonesia dengan sistem “Tiga Bebas”, yakni investasi, keuangan dan perdagangan yang dipersembahkan kepada kaum modal besar yang beroperasi di seluruh sektor ekonomi di Indonesia.

Bidang investasi. Dalam masa pemerintahan Rezim SBY, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) dikeluarkan demi memberikan fasilitas, insentif dan kemudahan yang sangat luas kepada penanam modal. Fasilitas yang diberikan jauh lebih luas dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA). Padahal UU PMA telah menjadi pintu ke luar eksploitasi kekayaan alam tambang, perkebunan dan hasil hutan selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Selain itu UU PM yang kemudian diikuti dengan Peraturan Presiden RI Nomor 77 Tahun 2007 telah menyerahkan seluruh sumber daya ekonomi Indonesia untuk dikuasai secara mayoritas oleh modal asing. Di sektor energi dan sumber daya mineral 95 persen dapat dikuasai modal asing, sektor keuangan 85 persen dapat dikuasai modal asing, Bank Indonesia 99 persen boleh dikuasasi modal asing dan bahkan sektor pertanian 95 persen boleh dikuasai modal asing.

Bidang Keuangan. Rezim SBY mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah direvisi dengan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2004, yang menjadikan Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga independen menjadi dasar dari liberalisasi keuangan. Fungsi BI telah diprioritaskan untuk menjaga nilai tukar uang rupiah, yang menjadikan bank sentral sebagai spekulan pasar uang. Selanjutnya keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas devisa menetapkan pemberlakukan sistem devisa bebas dalam mengatur lalu-lintas devisa di dalam negeri dan ke luar negeri. Keluarnya aturan-aturan liberalisasi keuangan dan devisa bebas menyebabkan pengusaha asing dapat sewaktu-waktu mentransfer dana dan keuntungan mereka ke luar negeri atau ditukarkan dengan mata uang bukan rupiah. Tidak hanya itu, aktivitas transaksi investor asing di dalam negeri dapat menggunakan mata uang non-rupiah, khususnya dolar Amerika Serikat, yang menyebabkan mata uang rupiah tidak akan pernah menjadi mata uang yang kuat dan kita kehilangan devisa ratusan triliun setiap tahun hanya untuk mengintervensi pasar uang.

Bidang Perdagangan Rezim SBY telah melakukan perjanjian perdagangan bebas Free Trade Agreement (FTA) dengan hampir semua negara maju: Jepang, China, Korea dan Australia serta AS, Uni Eropa (potensial). Langkah ini diambil oleh Indonesia pasca-kebuntuan perundingan WTO. Perjanjian perdagangan bebas tersebut meliputi hampir seluruh bidang yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan. Hal yang disepakati dalam FTA jauh lebih menyeluruh dibandingkan dengan WTO karena menyangkut seluruh aspek liberalisasi perdagangan barang dan jasa. FTA akan semakin meningkatkan impor berbagai produk industri dan pertanian pada tingkat tarif bea masuk yang sangat rendah bahkan dapat mencapai nol persen. Saat ini saja Indonesia telah mengimpor hampir seluruh produk pertanian, beras, kedelai, produk peternakan seperti 30 persen kebutuhan daging nasional, sebanyak 70 persen dari total konsumsi susu, bahkan jeroan. Kecenderungan pada impor yang terus membesar semakin menyebabkan sektor pertanian dan industri dalam negeri terpuruk. Adapun subsidi telah dicabut atas desakan kesepakatan-kesepakatan utang yang dibangun dengan lembaga pemberi utang dalam hal ini IMF, World Bank, dan Asian Development Bank. Bahan bakar minyak (BBM), listrik, air minum, transportasi, telekomunikasi telah masuk ke dalam pasar bebas dan harganya dijual pada tingkat harga pasar. Perusahaan-persuahaan publik seperti Pertamina, Perusahaan Air Minum, perusahaan transportasi dan telekomunikasi telah menjadi perusahaan swasta dan dioperasikan dalam rangka mencari keuntungan.

selengkapnya

Minggu, 24 Januari 2010

Komunitas Adab di Kereta Prameks Jogja-Solo

Saat semua anggota masyarakat dari berbagai latar belakang kehidupan bertemu di suatu ruang, maka—seperti pernah ditengarai oleh wartawan dan pengajar filsafat Budiarto Danujaya—ruang tersebut menjadi tempat untuk saling berbagi nilai-nilai kehidupan universal di tengah kota yang makin memicu sikap individual. Itulah yang terjadi di dalam Prameks dengan paguyuban penumpangnya.....

Pengamat kebudayaan urban dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Bambang Kusumo Prihandono, melihat keberadaan KA Prameks makin melebur jarak antara Yogyakarta dan Solo.

Dalam konteks hubungan Yogyakarta dan Solo, hal ini menjadi menarik karena kemudian meleburkan semacam ”perang dingin” dan kontestasi identitas yang terjadi sejak dulu antara dua kota itu. ”Yogya dan Solo sudah tidak lagi menjadi persoalan wilayah. Orang tidak lagi memandang Solo dan Yogya sebagai identitas kota yang berbeda. Kontestasi (identitas) itu menjadi tidak relevan lagi,” kata Bambang.

Sebagai gantinya, lanjut Bambang, identitas-identitas lokal itu berubah menjadi identitas tunggal, yakni identitas urban. Dan semua itu dipercepat dengan adanya perkembangan teknologi, termasuk teknologi transportasi, seperti dibuktikan oleh Prameks.


Dipetik dari artikel Dahono Fitrianto “Pertemuan Itu Mengasah Peradaban” di Kompas Minggu

Selengkapnya

Hendro Sangkoyo, Sang Kepala Sekolah “Terbuka’ Ekonomika Demokratik

“.....semua atribut keilmuwanan itu ia lepaskan karena gelar akademis tak punya relevansi dengan pembelajaran tanpa akhir sebagai proses hidup. Hati dan pikirannya senantiasa terbuka untuk mendengar penuturan para tetua dan pemangku di sudut-sudut kepulauan di Nusantara ini.....

....Itulah living knowledge, yang tak ada tempatnya di dalam seluruh praksis dan diskursus modernisme”

Demikian petikan kisah Maria Hartiningsih dan Brigitta isworo Laksmi dalam artikelnya “Jalan Sunyi si Pejalan Kaki” di rubrik Persona Kompas Minggu. Si Pejalan Kaki ini adalah Hendro Sangkoyo, Sang Kepala Sekolah “Terbuka” Ekonomika Demokratik.

Saya simpulkan ia akan lebih suka di panggil Hendro Sangkoyo saja, atau bahkan Yoyok saja (panggilan akrabnya). Gelar Arsitek dari ITB dan Phd di bidang Comparative Politics, International Planning and Planning Theory dari Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat boleh jadi tanggal dalam sekolah terbuka pembelajaran tanpa akhir. Saya yakin ia pun lebih senang dan merasa tercerahkan belajar bersama di kampung dan pelosok-pelosok negeri dibandingkan pengalaman akademiknya mengajar di Institut Teknologi Indonesia, Royal Melbourne Institute of Technology bahkan Cornell University.

Sependapat dengan Noam Chomsky, Yoyok menyimpulkan semua bahasa merepresentasikan pengetahuan sehingga baginya pula ilmu dasar adalah bahasa, bukan matematika, kimia dan fisika. Dan living knowledge dalam ruang bertutur ini menolak semua kaidah positivistik, yang membedakan mana sains, mana bukan sains. Menolak hanya satu otoritas, atau satu rezim kebenaran. Otoritas mana yang membawa peradaban bumi ini dalam krisis berkelanjutan

selengkapnya