RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Selasa, 29 Januari 2008

Maklumat Kebangkitan Nasional

Jalan Baru, Jalannya Siapa? Indonesia Baru, Indonesia yang Mana?

Orasi politik sekjen Sarekat Hijau Indonesia di acara Deklarasi untuk Bumi dan Kebangkitan Nasional yang digagas oleh Walhi pada tanggal 28 Januari 2008.
(diantaranya di deklarasikan oleh Chalid Muhammad (WALHI); Usman Hamid (Kontras); Hendri Saragih (FSPI); Salma Safitri (Solidaritas Perempuan) Hendri Saparini, Ray Rangkuti; Yudi Latif (akademisi Paramadina); Hilmar Farid (aktifis buruh); Arif Satria (Akedemisi IPB); Siti Maemunah (JATAM),; Patra M Zen; Kusfiardi (KAU); Nurkholis (LBH); Wahyu Susilo (INFID); Romo Mudji Sutrisno (Rohaniawan); Asmara Nababan; Jhonson Panjaitan (PBHI); Rafendi Djamin; Happy Salma (artis); Butet Kertaredjasa (aktor), Agung Putri (Elsam), Hendro Sangkoyo, Franky Sahilatua (seniman), Slamet Daroyni (Walhi)dll)

silah klik

Maklumat Kebangkitan Nasional : Berbuat untuk Bumi dan Kebangkitan Indonesia


Jalan Baru, Jalannya Siapa? Indonesia Baru, Indonesia yang Mana?


Sebelum memulai orasi politik ini saya hendak memberikan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tinggi kepada Ibu Werima dari Soroako (berlawan terhadap Inco dan penguasa sejak kanak-kanak), kawan-kawan dari Porong (berlawan terhadap Lapindo dan Penguasa), dan kawan-kawan dari Rinjani yang melalui testimoni telah mengajarkan kepada kami untuk kembali menjadi manusia yang bermartabat…..

Secara khusus kepada Ibu Werima saya sampaikan rasa sayang saya, karena bagi saya ibu menjadi perlambang kehidupan. Pemberi hidup, pemelihara hidup. Juga adalah ibu pertiwi yang menegakan rumah Indonesia dan menyusui anak-anak negeri ini…..

……hiduplah Indonesia Raya
(dinyanyikan..)

Selamat siang saudara-saudara, salam sejahtera, dan tegaklah Indonesia Raya.


Tetapi awas, waspadalah dan jangan pernah lupa saudara-saudara, patrikan di benakmu kita tidak akan tertipu Indonesia Raya, yang dilantunkan hari-hari ini didalam acara-acara seremonial penuh gincu di kantor-kantor pemerintahan, wakil rakyat atau peradilan.

Saya menegaskan ini adalah Indonesia Raya yang menggelora , ditengah kepal-kepal tangan kaum tani, nelayan, buruh, miskin kota, pemuda, kaum perempuan yang tiada henti dan terus menerus memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya. Menegakan harkat dan martabat dirinya. Menolak miskin, menolak tunduk, menolak takluk, menolak dijajah

Dan sesungguhnya kepal-kepal tangan itu adalah pernyataan sikap, penegasan dan pengukuhan perlawanan terhadap penguasa yang zalim. Penguasa yang menggadaikan negeri ini, penguasa yang menjual negeri ini. Penguasa yang sesungguhnya menjual harkat dan martabat dirinya. Dan sesungguhnya mereka sampah yang harus disingkirkan.

Saat ini, detik ini, di ruang ini sudah tegakkah kepala saudara, sudah terkepalkah tangan saudara dan sudah teracungkah tinju saudara ke angkasa.

Sepi…..


Saudara-saudara,
Beberapa bulan terakhir kita membaca begitu bisingnya lalu lintas pemberitaan, dan pada akhirnya lalu lalang selebriti dan kalangan elit perkotaan yang mendengung-dengung JALAN BARU tentang kebangkitan Indonesia.. Sebut saja Ikrar Kaum Muda atau sebut saja Jalan Baru – Pemimpin Baru atau sebut saja gagasan Restorasi Indonesia. Atau acara hari ini Deklarasi Untuk Bumi dan Kebangkitan Nasional yang digagas oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.


Walau saya menyambut dengan gembira (dan sejujurnya saya juga bagian dari itu) kebangkitan kalangan kelas menengah yang sdar dan terbangunkan ini

Tetapi sesungguhnya beranikah kita mengatakan………, layakkah kita mengatakan……..

Kita, anda, saya berdiri disini di detak jantung kesadaran baru yang tumbuh dari pelajaran perjuangan hidup rakyat yang bersimbah cucuran keringat, airmata dan darah untuk menentang dan menolak tunduk terhadap dominasi negara, pasar atau korporasi maupun persekutuan kotor keduanya yang melahirkan penindasan dan penghisapan.

Tetapi sesungguhnya beranikah kita mengatakan………, layakkah kita mengatakan……..

Kita, anda, saya berdiri disini di detak jantung kesadaran baru yang tumbuh dari pelajaran perjuangan hidup rakyat yang bersimbah cucuran keringat, air mata dan darah untuk kembali menegakan kedaulatan rakyat atas bumi, air, udara dan kekayaan sosial ekonomi yang dikandungnya.

Tetapi sesungguhnya beranikah kita mengatakan………, layakkah kita mengatakan……..

Kita, anda, saya berdiri disini di detak jantung kesadaran baru yang tumbuh dari pelajaran perjuangan hidup rakyat yang bersimbah cucuran keringat, air mata dan darah untuk kembali menegakan penghargaan terhadap bumi, air, udara dan kekayaan alam sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan rakyat dan sekaligus menjadi ruang kelangsungan hidup rakyat.


Sungguhkah kita, beranikah kita menegaskan bahwa sejatinya RAKYAT ADALAH KEKUATAN UTAMA JALAN BARU. Murba, Kromo, Wong Cilik, Proletar, Marhaen Massa Rakyat adalah kekuatan utama jalan baru. Murba, kromo, wong cilik, proletar, marhaen, massa rakyat yang BERHIMPUN, GEGAP GEMBITA, GEMURUH, MENGGELEDAK dan BERGULUNG-GULUNG menegakkan rumah INDONESIA RAYA.

Sesungguhnya beranikah kita mengatakan bahwa perjuangan rakyat semesta adalah keniscayaan untuk lahirnya kembali Indonesia Raya, Indonesia Baru yang bermartabat. Singkirkan keraguan untuk menempatkan rakyat sebagai pilar dan kekuatan utama.


Saudara-saudara ketika saya mengatakan kepal-kepal tangan janganlah menjadi cemas dan takut dengan gelombang massa rakyat, tetapi adalah tangan-tangan yang sama siap bertaut erat dengan tangan-tangan lain, tangan-tangan yang siap berjabat tangan dan tangan-tangan yang siap berkeringat bekerja membangun Indonesia Raya, menentukan nasibnya sendiri.

Karena itu kita sebagai bagian rakyat Indonesia yang menolak tunduk harus mempersenjatai diri dengan 4 hal.

Pertama, kepercayaan diri dan persaudaraan orang-orang merdeka
Kedua, organisasi
Ketiga, cita-cita politik bersama
Keempat, kepemimpinan.



Saudara-saudara
Di dalam derap perjuangan hidup sehari-hari kaum tani dan buruh tani, masyarakat adat, nelayan, buruh pabrik, buruh migran, pedagang kaki lima dan asongan, guru rendahan, pegawai rendahan, pengusaha kecil menengah, pemuda dan mayoritas rakyat di pelosok negeri, perjuangan menegakkan harkat dan martabat manusia menjadi nyata dan hidup.

Inilah makna perjuangan yang sejati yang menjadi dasar perumusan serta batu fondasi Negara Indonesia seperti dirumuskan di dalam Pembukaan Konstitusi.

“bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Ini adalah kontrak sosial, ini adalah surat hutang negara untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Kembali ke pada tali mandat dan kontrak sosial 17 Agustus 1945 ini bukanlah perjalanan kepada paham dan semangat kebangsaan sempit, tetapi ini adalah bagian yang terpisahkan dari perjuangan untuk menegakkan harkat dan martabat semua manusia di semua negeri.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB pun menegaskan “Semua rakyat mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Atas kekuatan hak itu, mereka dengan bebas menentukan status politiknya dan bebas mengejar perkembangan ekonomi, sosial dan budaya”.


Ketika kita berbicara Jalan Baru, Indonesia Baru, sebenarnya kita akan menemukan bahwa perjalanan itu sesungguhnya bukan sesuatu yang asing, jauh, diawang-awang tetapi kita memulai dengan kembali ke jiwa konstitusi seperti tertuang dalam pembukaan konstitusi kita.

‘bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa……

Kita inginkan merdeka di bidang politik dan merdeka di bidang ekonomi….

Mari kita usah ragu untuk mengibarkan kembali panji-panji MERDEKA 100% yang pernah di acungkan oleh Front Persatuan, oleh Tan Malaka dan Jenderal Sudriman.


Ada jutaan kepal-kepal tangan yang mengacung ke angkasa…..

Tetapi ratusan juta rakyat negeri ini sesungguhnya mengepalkan tangan di dada menyimpan amarah mereka sendiri, di dalam sepi…..


Karena tugas sejarah kita untuk menyatukan kepal-kepal tangan di angkasa itu, dan membangkitkan kesadaran, kepercayaan diri kepal-kepal tangan yang sepi sendiri dan mempersenjatai mereka dengan organisasi dan cita-cita politik bersama. Mulailah dengan cita-cita politik, kembali ke jiwa konstitusi kita. Dasar berdiri dan tegaknya rumah Indonesia Raya. Dari sanalah kita merumuskan kapal Indonesia yang jaya mengarungi samudra yang penuh gejolak hari ini.

Patrikan ini di kepala kita. Sesunguhnya tak perlu jauh-jauh, cita-cita politik adalah apa yang dipikirkan, dirasa dan diperjuangkan oleh kaum kaum tani dan buruh tani, masyarakat adat, nelayan, buruh pabrik, buruh migran, pedagang kaki lima dan asongan, guru rendahan, pegawai rendahan, pengusaha kecil menengah, pemuda. Murba, Kromo, Wong Cilik, Proletar, Marhaen dan massa rakyat

Saya ingin menutup orasi politik ini dengan menjumpai Lao Tzu dan de Mello


Kau kira bagaimana saya, Chalid Muhammad, Rizal Ramli, Yudi Latif, Ray Rangkuti, kalangan intelektual, elit perkotaan, kelas menengah yang sadar dan terbangunkan, TERHUBUNG dengan masyarakat di Soroako, Porong, Rinjani dan di tempat manapun penindasan di hadapi dengan keteguhan perlawanan massa Rakyat.



Boneka Garam

Sebuah boneka garam
berjalan beribu-ribu kilometer
menjelajahi daratan sampai akhirnya
ia tiba di tepi laut

Ia amat terpesona oleh pemandangan baru,
massa yang bergerak-gerak,
berbeda dengan segala sesuatu
yang pernah ia lihat sebelumnya

Siapakah kau?” tanya boneka garam kepada laut

Sambil tersenyum laut menjawab:
“Masuk dan lihatlah!”

Maka boneka garam itu menceburkan diri ke laut.
Semakin jauh masuk ke dalam laut,
ia semakin larut,
Sampai hanya tinggal segumpal kecil saja.
Sebelum gumpalan terakhir larut,
boneka itu berteriak bahagia:
“Sekarang aku tahu, siapakah aku!.

Deklarasi untuk Bumi dan Kebangkitan Nasional, Ikrar Kaum Muda, Jalan Baru Pemimpin Baru apakah akan tinggal sebagai bongkah-bongkah garam, boneka garam atau akan melebur di lautan luas.


Lantas siapakah Pemimpin itu?!!!! Kalian itukah……? Mari menjumpai Lao Tzu.


Berjalanlah bersama rakyat
Tinggal bersama mereka
Belajar dari mereka
Cintailah mereka
Mulailah dengan apa yang mereka ketahui
Membangunlah dari apa yang mereka miliki
Hanya dengan pemimpin-pemimpin yang terbaik
Ketika pekerjaan sudah selesai dan tujuan tercapai
Rakyat akan berkata
Kita telah melakukannya sendiri
(Lao Tzu)

Saat ini, detik ini, di ruang ini sudah tegakkah kepala saudara, sudah terkepalkah tangan saudara dan sudah teracungkah tinju saudara ke angkasa.

Hingar bingar……


Saudara-saudara pada akhirnya saya harus mengatakan perjuangan ini haruslah dilandaskan panggilan sejati setiap manusia, untuk menemukan panggilan hidupnya untuk membangun kehidupan dengan dasar kasih dan hanya kasih.

Salam DAMAI untuk kita semua orang-orang merdeka, orang-orang yang tetap menjaga asa menolak tunduk dan terus berlawan.

INILAH BUMI MANUSIA, DIMANA KEBANGKITAN INDONESIA SEGERA MENJADI NYATA.


…….hiduplah Indonesia Raya…. (dinyanyikan)



Andreas Iswinarto
Sekjen Sarekat Hijau Indonesia

Senin, 28 Januari 2008

Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial

mohon maaf saya sudah hijrah ke lenteradiatasbukit, untuk posting teknologi informasi dan perubahan sosial silah tengok


http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/internet-dan-teknologi-informasi-untuk.html


salam hangat

Kamis, 24 Januari 2008

Orkestrasi Pergerakan untuk Indonesia Baru (bag 1-8)

Kawan-kawan putaran refleksi di kalangan gerakan sosial-pro-dem dan juga studi aksi partisipatori yang dilakukan oleh Demos, serta pembaruan/pembetulan gerakan yang telah dirintis oleh kita semua, telah meletakkan fondasi dan landasan yang tepat dan maju untuk perubahan di dalam pergerakan kita yang pada akhirnya akan memberi impak transformasi masyarakatyang berarti. Inilah momentumnya, detik ini juga. Jangan tertinggal lagi dan terus berada di tepi-tepi atau pinggiran perubahan sosial!!!

Meminjam Sub Marcos ”Tiap orang sedang bermimpi di negeri ini. Kini saatnya bangun..... Inilah badainya. Daripertarungan dua arus angin ini badai akan terlahir,saat kedatangannya sudah menjelang. Kini angin dariatas sedang berkuasa, dan angin dari bawah sedang berhembus.... Inilah ramalannya. Saat badai mereda,saat hujan dan api sekali lagi menyingkir pergi dari negeri yang damai ini, dunia tak bakal lagi berupadunia namun sesuatu yang lebih baik.”

Untuk Seri 8 Artikel Mimpi Orkestrasi Pergerakan yang Apik, Mimpi Indonesia Baru…..
Silah klik dibawah ini

Let’s Jazz Together? (Bag 1)

Donal Bebek, Wiji Thukul, Subcomandante Marcos Titik Koma Zapatista, PRD dan Walt Disney (bag2)

Keajaiban Persaudaraan Para Kodok (bag 3)

Mengapa tawa dan tangis, bisa lahirkan air mata.... (bag 4)

Lao Tzu, de Mello dan Boneka Garam..............(bag 5)

Senjata Adalah Warna. Lalu Warna Adalah Senjata Juakah? (Bag 6)

....bahwa Semua Ini Dimulai Dari Seekor Tikus (7)

Jalan Baru, Jalan Pembebasan (8)

Selasa, 22 Januari 2008

Nyanyian Nurani Untuk Andini Lensun

Nyanyian Nurani Untuk Andini Lensun dan Warga Buyat adalah kumpulan puisi yang ditulis oleh 31 sahabat yang perduli atas ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang ditimpakan kepada Andini Lensun dan warga buyat oleh perusahaan tambang raksasa dan kompradornya (pemerintah-penguasa). Memang hukum hari ini tidak memihak kepada para korban, peradilan belum lagi menjadi rumah kebenaran dan keadilan. Berbagai upaya hukum yang dilakukan oleh warga dan jejaring NGO, akhirnya kandas. Tetapi biarkan api perlawanan tetap membara dan nurani tetap dihidupkan, karena diam adalah pengkhianatan. Kumpulan puisi biarkan jadi nyanyian nurani dan jadi doa yang meggerakan.

Salam

Andreas Iswinarto.

* nyanyian nurani saya gulirkan saat sedang belajar di Walhi 3 tahun lalu, dan saya rasa tetap relevan hingga saat ini


Doa untuk Buyat

Bayi perempuan itu terkulai di pangkuan ibunya. Kondisi fisiknya lemah. Andini Lensun, begitu pasangan Hanri Lensun dan Masna Stirman menabalkan nama anak kesayangannya yang baru berusia tiga bulan. Menurut Masana, ia tak pernah menyangka Andini akan lahir dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
”…saat hamil saya memang suka makan ikang, karena dorang Newmont bilang tidak ada pencemaran, kalau tak makang ikang torang pun bingung mau makang apa, torang nggak punya doi untuk beli yang laing,” tutur warga Buyat pante itu polos dengan linangan air mata, sambil menimang bayinya.
Andini bukanlah bayi yang normal. Kulit di sekujur tubuhnya terkelupas. Benjolan-benjolan kecil muncul juga dari kepala hingga kakinya. Bahkan, di bagian perut muncul benjolan sejak ia lahir. Sabtu, 3 Juli 2004, Andini telah kembali kepada Sang Pencipta. Tepat, 5 bulan masa hidupnya.
Untuk Kisah mendalam tentang Andini dan Warga Buyat, klik:
Laporan dari Teluk Buyat (2): “Kami adalah Generasi Benjol”, Republika, 5 Agustus 2004
http://www.republika.co.id/ASP/koran_detail.asp?id=168712&kat_id=3

Narasi ini kemudian bergulir, perempuan, laki-laki dari berbagai latar belakang
terdorong terakan goresan nurani dan mendengungkan berbareng dalam jurnal Nyayian Duka Untuk Andini Lensun dan Warga Buyat jadi mantra, jadi doa....


: Andini
Oleh Lanjar
Mungkin ini waktu yang tepat buat kami
Belajar mencinta, tak cuma dengan mata dan telinga tetapi dengan hati
Belajar memberi, tak cuma dengan ratap dan tanya tetapi dengan tindakan peduli
: Andini
Mungkin ini waktu yang tepat buat kami
Meneriakkan rintihan sakitmu, segala deritamu, derita saudara-saudara kami di Buyat sana
Tapi, ...
: Andini
Kau dimana?
Matahari masih malu-malu kala kaok burung Gagak mengabarkan kematianmu
Sontak telingamu menangkap, rebahku terganggu, gamang, galau langsung menyerbu
Kisah-kisah Resah tengah menjadi menu harian di seluruh penjuru
Orang-orang menuju ke Buyatmu dengan terburu-buru
Anak kecil, orang tua, orang sakit, para medis, pembaik, pejabat, penjahat berjejer satu-satu
Melihat lautmu, Mercurimu serta angkuhnya tembok Newmontmu
: Andini
Pilar-pilar para raja adalah permainanmu
Hingga jukung tua membawamu pergi
Namun, setiap malam kau selalu kembali
Mengisi anggur di setiap gelas kami
Langit pecah dalam rintihanmu
Malaikat-malaikat di surga menutup muka karena malu
Dan setan-setan bawah laut muncul ke permukaan
Dengan wajah serupa Putri tujuh rembulan
Membawa persik pelipur lara
Yang disematkan di atas ranjang Zaitun
Jakarta, 17 September 2004 [31]
-----------------------------------------------------------------

Andini: Jiwa yang Terbuang
Oleh Abdul Halim
Demikian mudahkah!
Kejujuran, Kepedulian, dan Kewajiban
Berguguran di reruntuhan Air MaTa
Beriring MuLuT penuh KoToRaN
DusTa……
Racun……
dan KePalSuAn.
Andini, SeBuTaN PuTrI "MaLanG" ItU...
Tak terdengar lagi.
UANG, Tuhan SemesTa MaSa KiNi
BerGeLinTiR maTa PATAH oleh Kilauan-NyA
IroniS, di tengah DENTUMAN protes Anak-Anak Bangsa.
Andini,
PuTrI BANGSA yang Terbuang.
Tapi……
AngiN Semangatmu, SelaLu BerKoBaR dan BerKiBaR.
17 Agustus 2004, MeRdEkA Bangsamu
Di depan MeRaH PuTiH,
Ikrar diriKu, “Perjuanganmu Tiada Pernah Berakhir.”
TeGaRu, 18 Agustus 2004 [30]
-----------------------------------------------------------------------

In Memoriam: Andini Lensun
[Aug 12, 2004]
Oleh Nur Hidayati
Voice from the grave (1)
here
forty days I've been
in this cold dark hole
as cold as their hearts
as dark as their mind
what rights do they have?
stealing sun from my days
stealing smile from my face
what rights do they have?
hiding facts
spreading lies
what rights do they have?
playing God
cursing people eternal pain
unbearable
what rights do they have?
Voice from the grave (2)

bukan inginku menjemput nirwana
secepat ini
seperih ini
bukan mauku tangisan ibu
menyayat
merintih
belum jua puas
kutatap purnama
kudengar debur ombak
di Buyat
belum jua puas
kurasa hangat dekap
kudengar lirih doa
ibuku
usai sudah derita
kering sudah air mata
abadi aku kini
di pangkuan Ilahi Rabbi [29]
------------------------------------------------

Andini,
menyaksikanmu adalah keperihan rahimku
saat menguak membelah dunia
tangis lirih sakitmu
adalah kepiluan jantungku
yang tak mampu membantu menolongmu
panas dadamu
adalah mengerasnya payudaraku
karena penuhnya susu yang tak kau isap lagi
rintahan ajalmu
adalah teriakanku....
Tuhan.......di mana keadilan....
Anakku,
kematianmu
adalah kematian rasa penguasa-penguasa kita
yang menutup rapat mata hatinya
dan menimbun hati dan jiwanya dengan kerakusan kuasa
Kini, kain kafan telah membungkusmu pulang pada-Nya
dalam luka lara yang tak kuasa bunda gantikan
Tarikan nafas terakhirmu adalah pesan buatku
dalam terjal perjuangan
dalam ketegaran
tuk selamatkan sahabat dan kawanmu
dari nista pertambangan
Selamat jalan, Andini.......

(Medio Agustus, Wening 2004) [28]
-------------------------------------------------------------

Anak Bermain Perahu di Teluk Buyat
Oleh Hasan Aspahani
"Lihat, kapalku terisi sarat, mengangkut
59 ton emas, menjauh dari Teluk Buyat..."
Angin dari langit masih hembus yang dulu,
ombak dari laut masih hempas yang dulu.
Yang mendebur ke dada perahu, mengapung-apungkan
jaring yang tersangkut sejak dulu. Nasib nelayan kakekku.
Jauh, jauh. Kini mengayuh delapan kilo,
ke tengah laut. Sebab di teluk itu tak ada lagi
kerapu, kepiting bahkan juga seekor udang batu.
"Lihat, kapalku berisi kepenuhan,
pulang ke teluk membawa ikan.
Ada pesta, tengah malam disuguhkan.
Kita cuma nelayan, tak dapat undangan."
Empat tahun sudah air raksa menguap
di udara dan air mandi Teluk Buyat.
Mengendap dalam tubuh ikan, terperangkap
juga di darah kami, anak-anak nelayan.
Kelak kami menyebutnya racun yang tak tertawarkan.
Tapi, "Tak ada pencemaran, tak ada pencemaran."
Mereka sudah meneliti, mencocok-cocokkan jawaban, dan
tergesa mengambil kesimpulan. "Tak ada pencemaran!"
Tapi, "Lihat! Ada koreng di kulitmu...."
Cuma perahuku datang kembali membawa
sabun mandi. Ke Teluk Buyat. Mengubah
air tangis jadi gelombang berbuih. Jadi perih.
"Dan, bila luka juga, tak ingin kubagi
perih yang tak kau pernah pahami ini.
Tenggelamkah sudah semua perahu?" [27]
----------------------------------------------------------

Tiada Lagi...
Tangisan kesakitan itu kini tiada lagi...
Berganti nisan batu yang sunyi dan harum bunga...
Kami tak akan pernah melupakanmu..
Kau mencoba bertahan hidup selama lima bulan..
Namun sakit itu tak tertahankan lagi...
Setiap gerak adalah keperihan yang sangat..
Kami antarkan engkau berbaring selamanya...
Senyuman terakhirmu akan menjadi kutukan
Bagi raksasa penghisap emas itu...
Selamat jalan Andini...
Semua penderitaanmu tak akan sia-sia...
Oleh Anonim [26]
-----------------------------------------------

Tragedi Buyat
Oleh Agung Alit
Hatiku tersayat akan derita warga Buyat
Derita yang ditoreh tangan-tangan berkhianat
Buyat dirampok, disihir menjadi tambang tanpa tembang
Kini dari perut Buyat terburai limbah Mercuri laknat
Buyat tertampar
Andini Lensun terkapar,
Entah siapa esok menyusul
Tragedi Buyat, hikayat pejabat pusat
Tragedi Buyat, hikayat tak berakhlak
Tragedi Buyat, hikayat tak bertobat
Denpasar, 9 Agustus 2004 [25]
---------------------------------------------------------

Elegi Teluk Buyat [Hikayat I]

Kita saksikan bersama, kawan !
Deburan sang samudera nan begitu menggairahkan
Mencerca tiap detik pada hempasan pasir pantai
Merobek kesunyian yang menyelubungi saat ini

Kita lihat bersama, sahabat !
Beronggok perahu nan menunggu sang nahkoda menerjang
Mengharap sentuhan mesra sang kemudi di kelam malam
Merindukan kepulan tembakau sang anak buah nan meredu
Merindukan siraman asinnya Buyat masa lalu

Mari kita lihat bersama...
Salahkan siapa, dan bela siapa
Ataukah kita hanya berdiam di sini saja ??

Tidak kawan....
Mereka tidak salah.....tidak.....
Mereka hanya mengais karunia Allah dalam lautan
Mereka hanya memenuhi kewajiban seorang ayah
Mereka hanya mengisi perut-perut yang keroncongan

Tidak benar sahabat.....
Bila mereka harus terima semua ini...
Mereka tidak mengalirkan darah yang harus mereka bayar
Mereka tidak mengundang kutukan yang mereka derita

Lalu........
Kepada siapa kita harus bertanya ?
Kepada siapa kita harus menagih ?
yang pasti jangan tanya kepada rumput yang bergoyang

Jakarta, 9 Agustus 2004, 13:36 pm

Ayewith
[Terinpirasi dan terbuat untuk saudara-saudaraku di Teluk Buyat, sabar saudaraku, dan kami akan berusaha membantu dengan segala upaya kami] [24]
-----------------------------------------------

Renungan Buyat [Hikayat II]

Di layar kulihat sang pejabat mengabarkan berita gembira
"Teluk Buyat telah steril"
Diiringi meriah tepukan sang penjilat palsu
Dalam rengkuhan moral yang tak bermoral

Di media kubaca juga tentangnya
"Pejabat menolak mencicipi Ikan Teluk Buyat"
Beralas sejuta macam kata yang dikarang secepat kilat
Bermandi keringat kepalsuan akan peduli...

Hai Sang Penguasa....
Lihatlah tangan-tangan kecil mereka
Menggapai yang tak mungkin dapat tergapai
Lihatlah peluh tulus mereka
Haruskah mereka menanggung semua ini?
Haruskah mereka derita semua ini?

Wahai Sang Pejabat....
Ingatlah setiap kata yang engkau ujar
Catatlah setiap momen yang engkau jalani
Sedikit ucapmu begitu besar di hati mereka
Sedikit tindakmu begitu bermakna di hari mereka

Tolong....tolonglah....
Jangan pernah pungkiri apa yang terjadi
Jangan pernah ingkari apa yang terjadi

Jakarta, 9 Agustus 2004, 13:47 pm

Ayewith
[Untuk sang pejabat yang plin-plan menyakiti hati sang jelata...Allahu Akbar] [23]
-----------------------------------------------------------------------------

Berjalan menatap biru langit antara kaki langit
Beriring dengan camar-camar nan molek meliuk menarikan syair
Bersama mengarungi antara biru langit dan biru laut
Bersama kemilau deburan ombak di tepian pantai
Engkau yang berkulit legam dalam ombak yang menderu
Menggantung harap bersama perahu kayu yang telah lapuk
Menyambut mentari pagi dengan sumringah indah senyuman banggamu
Membayang indah istri dan anak menanti di tepian buritan kapal berlabuh
Seraya melambai dalam senyum kemenangan
Mentari telah mengintip di penghujung pandangan Tapanuli hari ini
Kemilau ombak tiada lagi semuram kilau kemarin
Ombak kini lebih kinclong berteman kilat Mercuri yang indah
Ombak kini lebih cerah bersama kilat Mercuri yang melenakan
Ombak kini penuh dengan amarah dan kepalsuan
Ombak yang memburu dalam nadi dan darahmu, sang legam
Ombak menggerogoti dalam nafasmu, sang raja teluk
Mentari terus menggantung dalam biru langit Tapanuli
Mengiringi langkah-langkah yang tanpa harapan, kini
Mengiringi derita tentang rintihan kepiluan, saat ini
Menyertai maut yang terus menjalar dalam indah Teluk Buyat
Wahai sang legam....
Tangisan kepedihanmu adalah perjuanganmu
Rintihan kepiluanmu adalah dosa sang penebar maut
Perih dan pedih gerakmu adalah pengikis pengisap emas itu
Derita nestapamu adalah layar bagi kami dunia luas
Jeritan sanak keluargamu adalah bom sang penguasa negri
Rapuhnya kepak sang camar adalah SK sang penguasa hidup
Wahai sang legam...
Engkau adalah mata pena sang jurnalis dunia
Engkau adalah kanvas sang pelukis fana
Engkau adalah kamera sang pemotret kehidupan
Engkau adalah mobil sang sopir jalur duniawi
Teruskan perjuangan bersama...
Tunjukkan kepada dunia apa adanya
Lihatkan kepada dunia apa yang tertera
Tanpa kurang atau lebih dari Sang Penguasa Jagad
Jakarta, 10 Agustus 2004, 10:51 am
Ayewith
[Teruntuk saudaraku di Teluk Buyat.. Deritamu adalah deritaku dan pedihmu adalah pedihku] [22]
--------------------------------------------------------------

Semesta Memejam
Oleh Nurman Priatna
(Seisak sajak untuk Teluk Buyat)
Cahaya apa yang bisa ampuni
Kegelapan yang kita ciptakan sendiri?
Kala air yang menyembuhkan
Dikawin-paksakan dengan Merkuri
Hingga jadi bumerang yang melibas
Jiwa-jiwa tak berdosa
Dan inilah gelap yang redupkan segala cahaya;
Gelap mata-mata manusia
Yang bereinkarnasi
Jadikan gelap semesta
Terkutuklah penghulu-penghulunya!
Semoga semua isak tangis di Buyat
Hantui jiwa mereka selamanya
Semesta memejam,
Kembali kutanya langit muram,
"Cahaya apa yang bisa terangi
Kegelapan yang kita ciptakan,
Selagi kita nyata bersemayam di dalamnya?"
Belantara Jakarta, 9 Agustus 2004
(Teriring doa dan duka cita mendalam untuk Andini Lensun dan semua di Teluk Buyat) [21]
-----------------------------------------

Gerutuan dan Mantra Bebas dalam Nyanyian Nurani untuk Andini Lensun dan Warga Buyat
Oleh Ambo Tang
1. Naba’ Duka buat Nurani al-Makarim
Ya…. An-Naba'
Dulu dengan bangga kita bisa
Beritakan dan bernyanyi:
"Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada topan tiada badai kau temui
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman
Ikan dan udang menghampiri dirimu"
Ya…Al-Makarim
Kini dengan bingung dan mulia
kita hanya menggerutu:
"Bukan lautan hanya kolam busuk
Korupsi dan utang cukup menghidupimu
Tiada aman tiada damai kau temui
Orang bilang tanah kita tanah bangkai
Emas, perak, dan minyak jadi bencana
Minamata dan maut menghampiri dirimu"
2. Mantra Maut buat Pejempol Tambang
Derai airmata mengalir di relung-relung pipi
Berai minamata menyebar di lorong-lorong bahari
Kerai pusara melebar di sudut-sudut wanua
Cerai jasad menjauh dari simpul-simpul nyawa
Lerai pikir merenggang dari pojok-pojok hati
Kemana lagi budak harus bertuan?
Kemana lagi rakyat harus beraja?
Kemana lagi bangsa harus bernegara?
Kemana lagi hamba harus bertuhan?
Kemana lagi ratap akan berharap?
Kemana lagi doa akan berjawab?
Kemana lagi rintih akan bersahut?
Kemana lagi perih akan berbalut?
Jiwa-jiwa kini tak lagi dihargai
Bangsa dan negara pun telah digadai
Oleh bangsat-bangsat pembantai
Yang jempolnya mengundang badai
Duhai Penguasa Bumi
Duhai Pemilik Jiwa
Deritakanlah derita Andini
Pada diri para pembantai
Bi adzamatika yaa Rabbi
Bi nubuwwatika yaa Nabi [20]
-------------------------------------

Matahariku Hilang Tuhan
Oleh Jeanny Suryadi
Matahariku hilang tuhan,
Semua menjadi gelap untukku bisa bermain...bahkan
Mereka juga membawa pergi kawan-kawanku.
atau aku yang sudah tidak ada di sana? kenapa?!
2004
cukup pak!
jangan bilang akan mengadakan subsidi pendidikan!
jangan bilang akan ada sekolah murah?
sedang aku sudah buta untuk membaca, dan sudah terlalu
lumpuh untuk bisa berjalan..
August 2004
apa benar ini naskah untukku?
peran seorang anak tanpa matahari? kemana - mana
menjinjing gumpalan penyakit yang sampai jatuh ke jiwa?
menghancurkan apa-apa yang kata mereka adalah milik
saya, tidak bisa diabadikan bahkan juga di kepala
-selain butiran pengantar jenazah.
untuk Andini.
tidak banyak yang kulihat di sini, karena keriputnya
sudah jatuh mengering menutup kelopak mata,
tapi aku dengar ibu menangis!
Andini
ini bukan tangan, tuhan..tapi mainan yang sudah
rusak,
ini bukan kepala tuhan, tapi batu karang usang,
dan ini bukan jiwa, tapi lapangan untuk berguling
dalam dusta dan uang.
saya bukan manusia tuhan...itu kata mereka...
2004, Manusia di Buyat. [Andini] [19]
--------------------------------------------

Dan semestapun berduka
Oleh WeES
Cukup jauh jarak Buyat hingga Yogya
tapi ratapanmu Andini
sayup terbawa angin: menyusup ke hati
mungkin ini jawaban dari isyarat
kenapa kemarau kali ini
mendung senantiasa menggantung
rupanya mereka berduka buatmu: Andini
dan ketika racun disebar di laut
siapapun dia pelakunya
entah melanggar aturan atau apa namanya
saat itu: pengkhianatan hati nurani tarjadi
Hai....... kamu! Kamu! Kamu!
yang menangguk untung
dengan diam-diam menebar bencana!
untuk membuka matamu, telingamu,
Butuh korban berapa banyak lagi? [18]
--------------------------------------------------

Sekarat Buyat
Sret, lima bulan Andini Lensun bernafas
lalu tiada
Sret, sekarat Buyat
masuk berita
Sret, ancaman menganga
yang ada jadi sekarat
Berapa lembar lagi laporan
Berapa halaman lagi berita
Berapa karat lagi nyawa
Imperialis pertambangan
Adalah tuhan segala setan
Dengan sekarat segala sisa
Enyahkan segera
Enyahkan segera
Oleh Ben Abel [17]
------------------------------------------------

Kami tak pernah melukai orang dewasa
Tapi tangan-tangan mereka
Telah menghancurkan
Tangan-tangan kecil kami
Setiap nafas kami
adalah kesakitan panjang
Setiap tangis kami
adalah hapusan pengharapan
untuk melihat dunia ini
lebih lama lagi
Air susu yang kami minum
menjadi racun
yang tak pernah ada penawarnya
bunda-bunda kami pun
tak berdaya
Dengan sakit yang menyiksa
sepanjang hari-hari kami
semenjak kami bersemayam
dalam rahim bunda
kami ingin hidup panjang
menikmati indahnya Buyat
mengukir cita-cita
untuk Tanah Buyat
Tapi tangan-tangan orang dewasa
telah hancurkan tangan kecil kami
anak-anak Buyat
Oleh Lilie [16]
-------------------------------

Teluk Buyat,O!
: Andini
Oleh Indah IP
Mungkin ini waktu yang tepat
buat kami
Belajar mencinta
Tak cuma dengan mata dan telinga
tapi juga hati
Belajar memberi
Tak cuma dengan ratap dan tanya
tapi juga tindak nyata
Akhirnya, Andini
kepergian selalu jadi waktu yang tepat
untuk belajar mencinta
dengan dewasa
6 Agustus 2004, 15.00 Wib [15]
------------------------------------

Kidung Dukaku
Oleh Bening
Kutatap dunia dengan kedua mata kecilku
Kusapa mentari dengan kedua lengan mungilku
Dengan senyumku
Begitu banyak harapan tersirat
Kulihat mata ayah bundaku
Penuh dengan kegembiraan
Mensyukuri kehadiranku di dunia ini
Kutapaki lapangan bermain
Bermain bersama dengan teman-temanku
Tertawa riang dan lepas tanpa beban
Berlari bebas
Mengejar kesenangan menjadi seorang anak kecil
Tapi kemudian
Aku terbaring di sini
Masih memandang dunia ini
Tapi dengan mata nanar
Tiada lagi kulihat kegembiraan di mata ayah dan bundaku
Semua kegembiraan telah tergantikan dengan kesedihan
Dengan pilu, melihat deritaku
Aku tidak dapat lagi berlari bebas
Tidak dapat lagi tertawa lepas
Kakiku sudah tak mampu menopang tubuh kecilku
Tubuhku sudah tak dapat merasakan apapun lagi
Perlahan kurasakan tubuhku menjadi ringan
Ringan tanpa beban
Kudengar isak tangis bundaku
Sementara ayah berdiri dengan tegar menopang bunda
Aku bingung
Tak tahu apa yang terjadi
Aku hanyalah anak kecil
Yang hanya mengerti bermain, bertingkah lucu, dan
membuat kedua orang tuaku tersenyum
Mengapa kalian jahat padaku
Apa salahku sehingga kalian membunuhku
Dengan racun yang kalian tebarkan di desaku
Tidak pernahkah kalian berpikir kalau aku juga ingin
hidup seperti kalian
Bisa sekolah tinggi
Dan menjadi orang yang berhasil
Menghembuskan nama harum keluargaku, desaku
Kini aku hanya bisa merasakan nisan dingin
Bertuliskan namaku
Tanah basah menjadi selimutku
Harum bunga semerbak sebagai aroma tempat tinggalku
Dan melihat kesedihan teman-teman kecilku yang dulu kerap
bermain bersamaku
Menjalani derita
Tolonglah kami.........
Jangan biarkan mereka seperti aku
Jakarta Terik, 6 Agustus 2004 [15]
---------------------------------------

Adik Andini Lensun
Oleh Run
Kita seharusnya tidak mempertanyakan bagaimana Andini Lensun meninggal
tapi yang harus kita pertanyakan, bagaimana Andini hidup dengan menanggung beban yang begitu berat
Merkuri itu telah merenggut nyawa anak negeri
Dik Andini, kami hanya bisa marah, kami hanya bisa protes
dan kami akan terus melanjutkan perjuangan kamu
kami kirimkan doa-doa suci untukmu semoga Adik Andini hidup tenang di alam sana.
Amin….. [14]
----------------------------------

Buyat
Tragedi menyayat
Buyat
Tangisan rakyat
Buyat
Menyongsong mayat-mayat
Buyat
Siapa hendak melayat?
Oleh Febuana Kusuma [13]
-------------------------------------

Hiiikayat Buyat
Sajak Syam Asinar Radjam
Hiiikayat Buyat I: Andini
Pada setiap anak telah dibagikan masing-masing satu
luka,
Hanya padanya terasa demikian runcing mengendap
Luka-luka yang menusuk mata
Mencari celah melukai kantung-kantung air mata
Kering! Kering!
Lukanya luka yang tak harus ada
* * *
Hiiikayat Buyat II
Kulihat darah!
Menetes, belum mencurah
Mengalir masih, menuju gumpal
Hei, Lihat bersama!
Ada yang diundang sengaja; BENCANA!
* * *
Hiiikayat Buyat III
Kenapa aku tak menduka?
Meski ikan dan laut telah bernanah!
* * *
Hiiikayat Buyat IV
Mari ambil penggaris,
Bentangkan pula peta.
Berapa jauh bencana dari depan rumah kita?
Penjahatnya tertawa di meja gambar!
* * *
Jakarta, 4 - 5 Agustus 2004 [12]
-----------------------------------------

Catatan Kecil buat Adik: Andini dan kawan-kawan
Oleh Buruli
Dik,
Kalau besok tiba-tiba mengganas gelombang, itu karena
doa para ikan! Air mata yang mengalir lebih asin dari lautan
" Mereka tak hanya membunuh kita! Mereka juga
membunuh sesamanya: manusia!"
Sebenarnya bukan salah racun, mereka juga sedih
"Ini sama sekali bukan tempat kami!" Kata mereka
Tapi sebagian manusia itu memang tak peduli
Bahkan bila yang terbunuh adalah saudara mereka sendiri
"Jadi tolong jangan salahkan kami!" Isak racun malu hati
Para ikan berteriak! Racun berteriak!
Bila nanti kau dengar ada sesuatu yang besar dan
meledak
Itu karena akhirnya seisi samudera berteriak!
"Terbakarlah engkau yang begitu tega membunuhi"
Ah,
Tutuplah telingamu, Dik!
Lebul, 4 Agustus 2004, 1:43 am) [11]
--------------------------------------------

Ratatotok
Ratap Buyat
Jakarta, 4 Agustus 2004
Oleh tJongPaniti [10]
------------------------------------------

Menunggu Kilat Merkuri
Oleh Dwi Muhtaman
Di atas perahu meninggi bintang-bintang pengharapan
Menggantung berabad-abad hingga lapuk buritan kayu
hitam
Layar yang berkobar mengantarkanku pada kaki langit
Berebut gelombang dan debur jantung samudra Teluk Buyat
Bertukar ajal dan gelora napas
Membawa hidup pulang dalam belanga dan tawa anak istri
Menaburkan pasir ke angkasa
dalam riang percikan sinar bulan
dan angin malam
do'a-do'a
Dan berlabuh
Dari jauh
Hingga abad berkarat kini
Dan kau datang tanpa mengetuk pintuku
Menebar kilau dari jaman yang sesak
Kilatan maut melesat dari roda-roda penggilingan
Mengubur dasar samudra
Bagi kemewahan tuan dan nyonya di lingkar jari-jari
Dan lingkar leher jenjang nyalang
Gaya terkini
Lalu
Diam-diam
Diam-diam
Kilau Merkuri mengantarkan semua ini
Tajam mengiris, tajam yang tak kurasakan
Syaraf demi syaraf, sayat demi sayat
Dari kilauan lautan yang sama,
dari debur ombak Teluk Buyat yang itu juga
yang berabad-abad melapisi kulitku hingga legam
yang berabad-abad anginnya menjadi napasku
yang berabad-abad asinnya menggarami hidupku
Hingga kau datang diam-diam
dan aku-tanpa kutahu-menunggu kilat Merkuri di ujung leherku
tajam siaga mengiris diam-diam hingga ajal
syaraf demi syaraf, sayat demi sayat
mayat demi mayat
Sebentar menanti seperti begitu lama mati
Dan kau sibuk mengeja syaraf demi syaraf
Ayat demi ayat kau taburkan untuk penyangkalan
Di antara mayat yang bergelimpangan
Dari kilauan Merkuri
mata pisau pada ujung leherku
Dan kau ingin menghapus riwayat ini?

Bogor, 4 Agustus 2004 [9]
--------------------------------------------

...Andini...
Kemarin,...
Kala mentari hadir menyapamu kau sambut dengan sejuta
senyum
Seraya berkata kau akan hidup seribu tahun lagi...
Hari ini, ...
saat mentari hadir mengajakmu bercengkrama,
Bercerita tentang hari esok yang penuh cinta
Kau sambut dengan tatapan kosong,
tak berdaya, tak mampu menggerakkan anggota badanmu
dan...
bahkan kau tak mampu lagi mengeluarkan suara
deritamu..
...Andini...
Kau telah beku dalam tidurmu yang damai
Tak ada lagi jerit sakitmu...
...Andini...
Kami akan selalu mengingatmu
Kami akan selalu melanjutkan perjuangan dan
cita-citamu
Kami antar kau ke pembaringan terakhirmu
Selamat jalan Andini...
Tidurlah dalam damai dan kasih-Nya.
...perngorbananmu tak akan pernah sia-sia...
Makassar, Agustus 2004
Oleh Alam Cakke [8]
----------------------------------------

ANDINI
Oleh Sepmiwawalma
ANdai Daku Insaf mulai hari iNI
Maka kisah ANDINI dan ANDINI yang lain
BUYAT dan BUYAT yang lain
hanya sebuah catatan sejarah yang tak perlu terulang
lagi.
Tak akan ada lagi derita ini.
Derita tentang...
Rintihan kesakitan..
Tangis kepiluan..
Air mata kedukaan..
Teriakan penderitaan..
Helaan nafas penuh tekanan..
Langkah tanpa harapan..
Sebuah perjalanan tanpa kepastian..
Dan janji kehidupan yang penuh kesia-siaan..
Dan Andinipun menulis
Ingin kusalahkan Tuhan
Kenapa aku dilahirkan hanya untuk berjumpa dengan
semua derita ini. Bukan bukan Tuhan yang salah..
Kamu..
Kamu.. semua yang salah
Yang tidak berbuat apapun juga.
Palangkaraya, 3 Agustus 2004 [7]
------------------------------------------

Untuk kita semua,
Adakah yang lebih berarti dalam hidup ini selain soal
kemanusiaan? Kepergian seorang Andini dan derita kaum
Buyat hanyalah sebuah potongan episode panjang sejarah
penistaan kemanusiaan...
Bila hidup ini hanya untuk soal siapa yang merasakan
apa maka pernahkan kita semua memikirkan suatu saat
nanti kita juga akan mengalami tragedi kemanusiaan
itu,...
Kita dengan kemampuan nalar dan logika dapat berkelit
dan berdebat, ...... Tapi penderitaan dan kematian itu
bukan soal nalar dan logika rasional serta bukan juga
soal untuk diperdebatkan,...
Tapi dia adalah soal yang harus dirasakan,...
Bila kita belum memiliki kesempatan untuk merasakannya
maka tunggulah saatnya.
Kalaupun tidak di dunia yang hanya sepenggal waktu
ini, dunia abadi akan menanti kita dengan penderitaan
dan kematian yang abadi pula.
Bogor, 3 Agustus 2004
Oleh Rasdi Wangsa [6]
--------------------------------------------

Andai
Oleh Mastuati
Andai aku bisa mengembalikan waktu
dan menata negeri ini sedari awal, Andini
Aku akan menatanya dengan kasih dan kejujuran,
sehingga kau bisa bermain dan bermanja
dialam yang mengucapkan terima kasih,
karena kita telah memeliharanya
dengan cinta.
Andini, aku percaya bahwa
kau telah kembali kerumah Sang Pencipa
dengan selamat dan sejahtera.
Palangkaraya, 2 Agustus 2004 [5]
----------------------------------------------

Masihkah kita bisa nyenyak di atas rintihan kepedihan masyarakat Buyat?
Masihkan kita punya nurani atas tangisan ibu-ibu di Buyat?
dan yang paling penting ...
Masihkah kita punya nyali untuk teriak dengan lantang
...
Oleh Arifin Amril [4]
--------------------------------------

Kalaulah mungkin,
Kudekap nian tubuhmu yang rapuh Andini,
dan nyanyikan perih tubuhmu,
agar si rakus itu, tahu bahwa tubuhmu memang perih
tahukah kamu Andini? duka, tangis, dan jerit bundamu
adalah tangis pilu bagi mereka yang bernasib sama,
lihatlah, pongahnya Newmont,
juga sedang menebar maut di tanah Tapanuli, Sumut
hanya sedikit yang tahu, atau yang peduli
bahwa 5 tahun lagi,
teman kita di Madina juga bernasib sama
Oleh Megianto Sinaga - Medan [3]
-------------------------------------------

Aku Andini
Oleh Marselina
(Aku ketika di dalam kandungan)
Di sini gelap, tempatnya semakin sempit..
karena tubuhku semakin membesar
sementara kapasitas perut Ibuku terbatas sekali...
Aku ingin melihat cahaya di luar sana...
dan menikmati hangatnya pelukan Ibu.
(Aku sesudah dilahirkan..)
Ibuku baiiikkk sekali..
Ayahku juga
Mereka keluargaku
kami keluarga yang sangat sederhana
kami memang tidak berlimpah harta
tapi kami berlimpah cinta...
Pada awal hidupku, semua terlihat baik adanya
Dulu, ketika aku masih di surga, Tuhan bilang,
"sebentar lagi Aku akan mengirimmu ke bumi."
Seketika itu juga tubuhku dipenuhi oleh sukacita
Sudah kubayangkan bagaimana indahnya dunia
penuh tantangan dan harapan....
Kemudian Tuhan berkata "Anak-Ku, bumi tidak seindah
kelihatannya"
Dan aku terdiam....
Kini, kusadari Tuhan benar adanya..
Ragaku tidak senyaman dulu..
Pusing memenuhi kepalaku, sementara mual menyelimuti
perutku..
Dan sekujur tubuhku penuh dengan benjolan
seperti gunung yang akan memuntahkan lahar panasnya..
Tuhan... apa salahku..???
Belum lama aku di bumi..
Aku bahkan belum mampu melakukan sesuatu untuk
menolong diriku
Aku hanya bisa menangis
Mengharap sedikit bantuan dari keluarga dan manusia
lain...
Lambat laun tubuhku semakin melemah...
aku pasrah...
aku merindukan kembali surga tempat aku dulu tinggal..
Lambat laun kumulai mengetahui masalahnya
karena setiap malam malaikat surga datang menjengukku
dan bercerita tentang yang sesungguhnya terjadi
kami berbincang dengan bahasa yang kami mengerti
Malaikat itu bilang, Tuhan sudah menyiapkan tempat
istimewa untukku di surga...
Dia menungguku... sampai aku siap untuk kembali pada-Nya
Kulihat Ibuku... Kulihat keluargaku...
Kulihat juga raksasa besar siap mencengkeram mereka
siap menghancurkan keluargaku.. dan saudara-saudaraku
di Buyat...
Raksasa itu tidak berbentuk manusia...
Tapi dia sangat besar dan mempunyai tangan besar yang
tidak kelihatan.. Raksasa itu sudah membuang racun di
air kami..
Ikan kami mati... Mata pencaharian kami mati...
dan lambat laun, saudara-saudaraku di Buyat pun akan
mati
Dan kini.... aku pun mati...
Semoga kematianku menjadi pertanda awal kekalahan sang
raksasa di bumi...
Aku, Andini... [2]
------------------------------------

"Langit Mendung Di Teluk Buyat"
Oleh Jpang
Wajah-wajah tertutup jelaga
Tangan-tangan terbalut nestapa
Sebatang tubuh mungil mati ternoda
Ikan-ikan entah ke mana
Ganggan hijau berubah warna
Burung-burung tak lagi bersuara
Andini Lensun mati sia-sia
Segerombolan aura kematian menunggu titik penantian
Ruh malaikat maut semakin mendekati pucuk ubun-ubun
Laskar bencana datang dan nyaris membunuh satu
dasawarsa
Awan gelap menyelimuti langit mendung di Teluk Buyat
Teluk Buyat menyaksikan Andini Lensun mati sia-sia
Bayi kecil nenyerupa paras oma-opa
Dengan bilur keganasan limbah bahan kimia
Terbungkus landir minamata
Langit mendung di Teluk Buyat
Berpuluh manusia meregang nyawa
Bertahan dalam kepedihan benjolan kepala
Atau badan merana menjelang garis penutup usia
Sayap-sayap camar lelah merintihkan kepedihan
Menarikan dansa kesuraman di atas dahan-dahan bakau
Menukik tajam menyayat reruntuhan karang
Lalu patah terhempas gelombang kerakusan
Perak dan emas menyaksikan kepiluan Teluk Buyat
Matanya melelehkan kegelisahan
Yang mencengkeram pedas di tabir kekuasaan adidaya
Kilaunya mewarnai horison benua kebanyakan
Meninggalkan bekas Merkuri dan Arsen di Teluk Buyat
Juli 2004 [1]


seri puisi lainnnya di blog ini

Ranting Bengkirai

Hikayat Bulan

Awal Perjamuan

Little Monkey Drummer Bukan Palu

Ranting Bengkirai

andreas iswinarto

secarik kertas, tempayan dan jendela,
nyangkut di delapan ranting bengkirai* gosong
sisa bakaran tempo hari

ada wajah bertemu kertas
ada wajah bertemu tempayan
ada jendela pada wajah hutan yang sepi

ada hutan sepi pada parut-parutan luka
wajah-wajah orang-orangan adat
ada hutan menyanyi pedih
diujung suling-sulingan bocah-bocahan adat


juru kunci hutan-hutanan tertawa getir
kamu bocah-bocahan yang meniup perutnya
sendiri-sendiri

KARENA KEJI ORANG-ORANG KUASA

lalu waktu.....

eja detik satu-satu
yang TIBA
dari delapan penjuru mata angin

berpeluh......
berpeluh sangat

sibuk mendamaikan
titik hujan dan air mata
yang berisik berebut ranting bengkirai gosong

sementara dibawah tanah kepal-kepal akaran
semakin mengeras
menunggu prosesi bakaran yang laen
gosong yang laen

gertak ledak amarah bumi
gertak ledak amarah rakyat


bengkirai : jenis kayu di hutan kalimantan


puisi lainnya :


Hikayat Bulan

Awal Perjamuan

Little Monkey Drummer Bukan Palu

Nyanyian Nurani Untuk Andini Lensun

Sabtu, 19 Januari 2008

Tolak PLTN! : PLTN dan Beban Ekonomi Negara

Tolak PLTN! : PLTN? Celoteh Emoh PLTN (8)

Majalah Forbes menyebutkan kegagalan program tenaga nuklir AS sebagai ‘bencana manajerial terbesar dalam sejarah bisnis AS yang melibatkan barangkali $ 100 milyar investasi yang sia-sia, pelangaran batas biaya dan biaya listrik tinggi (Tantangan Masalah Lingkungan Hidup, yayasan Obor Indonesia 1992,h177)

Selanjutnya biaya lsitrik tinggi, biaya investasi yang meledak serta ancaman bangkrutnya perusahaan-perusahaan utilitas memaksa pemerintah memberi subsidi berlebih. Sedang perusahaan negara utilitas di Perancis paling kurang sudah berhutang $ 37 milyar diawal 90’an yang terus membengkak karena adanya subsidi pemerintah (h.180)

James Goldsmith menganggap kenyataan itu merupakan gambaran umum industri PLTN. Ia mengatakan bahwa bukti empiris menunjukkan industri tenaga nuklir tidak aakan dapt bertahan hidup bila diuji dengan pasar bebas (Perangkap, YOI 1996).

Beruntung bahwa karena kekuatan ekonominya AS dan Perancis mampu menanggulangi krisis industri PLTN. Namun banyak contoh kebangkrutan perusahaan-perusahaan utilitas. Seperti Otorita Lembaha Tennese (lembaga pengelola pembangkit listrik terbesar di AS) dan Long Island Lighting yang dipaksa menutup instalasinya di Shoreham.

Bagaimana dengan pengalaman dunia ketiga? Banyak bukti kegagalan teknologi, ekonomi, politiks yang memberikan implikasi berarti terhadap ekonomi negara. Der piegel 1/1988 mengulas kegagalan PLTN di Brasilia, Argentina, Pakistan, India dan Filipina (Energi Nuklir, Walhi 1989). Beruntung kontribusi industri PLTN belum dominant, hingga kegagalan-kegagalan tersebut belum membawa implikasi ekonomi yang gawat.

Saya kuatir bila di negara industri kegagalan ekonomis menimbulkan rontoknya perusahaan-perusahaan utilitas dan limbungnya industri PLTN, bias jadi kegagalan teknis, ekonomi, politis yang mungkin saja melanda proyek ambisius PLTN Indonesia akan menyebabkan limbungnya ekonomi negara.

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Jumat, 18 Januari 2008

Tolak PLTN! : PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis

Tolak PLTN! : PLTN? Celoteh Emoh PLTN (7)

andreas iswinarto

SN Nagarajan menyatakan bahwa cara alam berproduksi adalah perlahan, penuh damai, tak membahayakan, tak eksploitatif dan tidak destruktif. Semisal produksi serta oleh tumbuh-tumbuhan dan hewan , dibandingkan dengan mesin, hasilnya mungkin tampak sama.

Tapi, mode produksi mesin menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh bagian-bagian yang lebih lemah dari alam (Kritik atas Pembangunanisme, CPSM 1995). Gambaran alam diatas sejalan dengan pandangan hidup di kalangan umumnya masyarakat adat. Dalam penegasan Dalai lama dalam Drama GAIA, “bumi, ibu kita, menyuruh agar bertingkah laku baik”.

Logika mesin sejalan dengan ide di balik gagasan Francis Bacon (Bapak Ilmu Modern?) bahwa alam bukan ibu pertiwi, ketika kemudian citra lama tentang alam yang ‘memelihara’ dianggap sebagai rintangan kultural untuk eksploitasi. Seseorang tak mungkin siap membunuh ibu, mengubur isi perutnya dan merusak tubuhnya (Vandana Shiva, 1995).

Dominasi kultur maskulin itulah yang menimbulkan dominasi dan eksploitasi rangkap dua, baik itu atas perempuan maupun alam. Kemunculan gerakan eko feminisme yang memadukan semangat feminisme dan ekologi tak lain karena adanya keterkaitan yang kukuh antara dominasi dan eksploitasi perempuan dan alam, tempat dilakukan gugatan atas struktur patriarki atau perspektif yang berpusat pada laki-laki yang dianggap sebagai inti dari krisis ekologi (Kirkpatrick, 1996).

Salah satu isu terpenting dan krisis peradaban abad ini adalah tentang penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi nulir dalam skala besar, baik untuk senjata maupun PLTN, yang harus dipahami sebagai supremasi kultur maskulin yang bersekutu dengan ideology capitalism. Karena, potensi destruktifnya telah sampai pada tingkat mengancam peradaban.

Banyak pihak, tak pelak lagi, berharap akan kebangkitan kembali kultur feminine (ibu Bumi) yang pada dasarnya memelihara dan mencegah perusakan alam dan peradaban.

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Tolak PLTN! : PLTN dan Referendum Di Negara Utara

Tolak PLTN! : PLTN? Celoteh Emoh PLTN (6)

andreas iswinarto

Penolakan proyek nulir besar-besaran oleh masyarakat Eropa merupakan salah satu dampak politis bencana Chernobyl di daratan Eropa. Masyarakat Eropa dengan kesadaran barunya kemudian merontokkan kebijakan pengembangan PLTN di negerinya baik melalui referendum maupun oleh antisipasi pemerintah terhadap tuntutan dan perubahan sikap masyarakat.

Informasi ini tentunya akan disembunyikan oleh kelompok pro-pltn di negeri ini. Misal saja Mantan Ka Biro Pemasyarakatan Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia dalam bukunya ‘Nuklir dan Bom ke Listrik”. Di satu sisi memang benar pernyataannya bahwa terjadi peningkatan daya energi nulir antara tahun 1979-1986 tetapi itu hanya terbatas pada delapan negara dan empat diantaranya di negera Eropa. Tetapi bagaimana kecenderungan di negara Eropa lainnya seperti Austria, Yunani, Italia, Belgia, belanda, Swiss, Finlandia, Swedia, Denmark, Norwegia dan Inggris?

Laporan World Watch 1991 (Tantangan Masalah Lingkungan Hidup, YOI 1992) mengungkapkan fakta mengenai kecenderungan terhentinya proyek PLTN di negara-negara yang disebutkan diatas. Di samping itu kendati di beberapa negara mengalami peningkatan daya nuklir, laporan ini juga menyajikan berbagai polling pendapat yang menunjukkan adanya peningkatan penolakan masyarakat terhdap tambahan PLTN. Meningkat sebesar dua kali lipat di Jerman Barat dari 46% menjadi 83%, di AS dari 67% menjadi 78% dan di Kanada meningkat dari 60% menjadi 70%.

Bahkan laporan Wprld Watch (Tanda-tanda Jaman Era 90’an, YOI 1995) memaparkan bahwa seuluruh negara Eropa Barat kecuali Prancis telah menghentikan program nuklirnya. Sedangkan kala itu Bill Clinton cenderung tidak mendukung didirikannya reactor baru. Di Kanada pun referendum tingkat provinsi menggagalkan perlusan program nuklir.

Rontoknya proyek PLTN karena tekanan politis masyarakat dan antisipasi pemerintah Eropa kala itu terhadap perubahan sikap masyarakat menunjukan bahwa masyarakatlah yang memiliki andil untuk menentukan perlu tidaknya introduksi teknologi PLTN bukan oleh pemerintah atau para ahli nuklir.

Pooling pendapat Walhi tahun 1995 ternyata memberikan indikasi penolakan masyarakat Indonesia terhadap proyek PLTN dari 1000 an responden 77,7% menolak. Saya pikir hari ini kondisi ini masih bertahan.

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Tolak PLTN! :Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (Bom Atom-PLTN).

Tolak PLTN! :Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (Bom Atom-PLTN).(5)

andreas iswinarto

Menurut Prof T Jacob, teknologi senjata nuklir aneh dan mengerikan, karena empunya memahami bahwa senjata tersebut tak dapat dipergunakan tetapi dikembangkan terus, sehingga manusia berada dalam proses memunahkan diri. Di samping itu betapa teknologi ini mengalihkan sumber daya yang semestinya dapat digunakan untuk menyejahterakan manusia (Teknologi Berperikemanusiaan, YOI 1996 h85)

Sungguh absurb ‘rasionalitas’ (irrasionalitas) manusia yang memilih opsi teknologi pembinasaan yang tidak saja potensial membunuh ratusan ribu penduduk Jepang (bom atom Hiroshima-nagasaki). Juga secara tak langsung menjadi penyebab kematian karena kelaparan jutaan penduduk Afrika dan penduduk dunia lainnya akibat disalokasi seumber daya dunia.

Tak heran Oppenheimer seorang bidannya ketika menyaksikan senjata nuklir digunakan menyetakan ‘ilmuwan telah berbuat dosa’. Lebih tak masuk akal lagi bom pembinasa itu diberi nama manis ‘Little Boy’ dan ‘Fatman”. Sehingg saya berangapan bahwa koalisi ilmuwan dan ‘penguasa’ telah bebuat dosa dan mengidap sakit secara kejiwaan.

Untuk mengkompensir sisi gelapa ini, nuklir coba dimanfaatkan untuk menghasilkan energi yang diberi topeng “Atom untuk Perdamaian”. Atom untuk perdamaian ini ternyata juga membunuh anak-anaknya sendiri di Chernobyl. Menurut Nicholas Lensenn (World Watch Institute) di samping korban meningal seketika beberapa perkiraan menduga antara 14000-475000 kematian karena kanker berasal dari Chernobyl. Walau harus diakui bahwa tidak ada orang yang akan pernah tahu dengan pasti (Jangan Biarkan Bumi Merana, YOI 1993 h101).

Baiklah asumsikan bahwa tidak akan ada lagi pengunaan bom atom dan kecelakaan reactor segawat Chernobyl, dengan berat hati kita akan sampai pula pada kesimpulan melekatnya irasionalitas dalam penerapan iptek nuklir.

Sebuah fakta PLTN berkapasitas 1000 MW pertahun operasinya menghasilkan substnsi radioaktif 50 trilyun kali ambang pajanan perorang pertahun menurut Komisi Internasional Perlindungan Radiologis (ICRP). Dapat disamakan dengan pajanan mematikan 10 miliar orang (Jinzaburi dalam Pembangunan PLTN : Demi Kemajuan Peradaban?, Infid-YOI 1996). Adapun di tahun 1990 kapasitas PLTN dunia tercatat sebesar 329.000 MW.

Di samping itu isotop radioaktif limbah nuklir menurut Nicholas Lenssen memiliki ‘waktu paruh’ (meluruhnya 50% radioaktif) antara sekejab hingga jutaan tahun. Contohnya waktu paruh isotop plutonium 239 adalah 24.400 tahun artinya berbahaya sampai ¼ juta tahun. Berarti kenikmatan beberapa generasi memberikan beban 12.000 generasi.

Sehingga hingga kini limbah nulir tak dapat dihancurkan dan ilmuwan tidak pula dapat membuktikan bahwa bila limbah itu dikuburkan sebagai cara penanganan yang umum tidak akan memasuki biosfer.

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Kamis, 17 Januari 2008

Tolak PLTN! : : PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan

PLTN? Celoteh Emoh PLTN (4)

andreas iswinarto

Buku Silent Spring yang ditulis Rachel Carson (1962) dikaitkan dengan ledakan gerakan lingkungan hidup. Dalam kata-kata Max Nicholson dianggap sebagai ‘sumbangan paling besar dan paling efektif dalam membangkitkan opini umum dan kesadaran masyarakat mengenai kepentingan ekologi’ (hal 2-3).

Silent Spring memaparkan secara gambling kegawatan kerusakan lingkungan hidup akibat penggunaan bahan kimia yang melewati ambang toleransi. Buku ini berisi pula kutukan keras terhadap industri pestisida Amerika Serikat.

Rachel dengan sangat teliti dan detil memaparkan efek menghancurkan lingkungna hidup termasuk peradaban manusia dari pemanfaatan bahan kimia yang bekerja dengan menentang alam.

Dengan pedih ia mengatakan bahwa “Hanya manusia saja, dari antara segala makhluk hidup, dapat menghasilkan zat-zat penyebab timbulnya kanker…… dan keterbukaan manusia pada zat-zat ini sudah tidak terkontrol, bahkan zat-zat berbahaya itu jumlahnya semakin berlipat gandaa”. De tengah derita penyakit kanker (akibat zat beracun yang ia analisa sendiri) Rachel menuntaskan bukunya ini.

Lantas apa kaitannya dengan kontroversi PLTN yang kini marak kembali di republic ini? Jelas bahwa radiasi yang ditimbulkan oleh reaksi nuklir dalam reactor PLTN adalah zat penyebab kanker dan memiliki efek merusak alam jauh lebih dasyat dari DDT.

Siapkah kita menerima semua resiko penggunaan teknologi ini? Agaknya tepat sekali untuk menjadikan kontroversi PLTn sebagai salah satu momentum uktuk menguatkan opini umum dan kesdaran masyarakat tentang masalah lingkungan hidup seperti yang dilakukan oleh Rachel Carson melalui bukunya Silent Spring.

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Tolak PLTN! PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi

PLTN? Celoteh Emoh PLTN (3)

andreas iswinato

Kirkpatrick Sale dalam “The Green Revolution” (Revolusi Hijau, Obor Indonesia 96) mengatakan hari bumi 1970 dimana ratusan ribu orang memadati Fifth Avenue “penampakkan yang mencengangkan dari kedalaman perasaan masyarakat tentang lingkungan hidup”. Sedang New Republic berkomentar “….menandai adanya kesadaran tinggi terhdap bahayapbahaya yang ditimbulkan kediktatoran teknologi”.

Berbicara kediktatoran teknologi saya teringat pernyataan Jacques Ellul (Teknologi dan Dampak Kebudayaannya, Obor Indonesia 1993), dimana ia melihat memang dari kodratnya peranggai teknologi mengarah kepada system kemasyarakatan dan control kehidupan yang semakin otoriter, sentralistik, dan tanpa ampun memaksakan dalil-dalil untuk membenarkan dirinya.

Menurut saya ‘kediktatoran teknologi’ mencakup dua aspek. Pertama adalah pada kodrat teknologi itu sendiri dan kedua adalah aspek manusianya. Dalam arti kecenderungan monopoli dan menipulasi teknologi oleh elit penguasa, kapitalis, ilmuwan yang berkolaborasi.

Saya setuju dengan Jacques terutama pada teknologi yang telah menjadi mapan, menjadi arus utama saat ini. Namun dekade berikut semoga merupakan titik balik perkembangan teknologi yang bernuansa demokratis (partisipatif, terdesentralisasi), ramah lingkungan dan manusiawi.

Saya kira dari kodratnya teknologi nuklir adalah lambing supremasi (kediktatoran) teknologi. Karena itu kontroversi atau debat PLTN yang kini marak disamping berkaitan dengan isu lingkungan hidup, juga dengan isu demokratisasi. Harus disiasati sebagai momentum untuk mengembangkan kesadaran dan pensikapan terhadap kebijakan teknologi, disamping pensikapan atas bahaya-bahaya kediktatoran teknologi.

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Tolak PLTN! : Pilih Tinja atau PLTN

PLTN? Celoteh Emoh PLTN (2)

andreas iswinarto

Berulang kali diberitakan masasalah tinja manusia yang mencemari air tanah di wilayah DKI Jakarta. Di samping itu sejak lama tinja beserta limbah rumah tangga telah menimbulkan masalah polusi air sungai dan air tanah yang mengancam kesehatan masyarakat miskin yang menggantungkan sumber air untuk masak, mandi dan mencuci. Belum lagi aneka sampah yang menyumbat sungai-sungai dan saluran air serta bahaya banjir yang diakibatkannya.

Lepas dari itu sebenarnya kita dapat mengambil sikap bersahabat dengan tinja dan sampah tersebut. Daripada dinista dan dihindari ternyata limbah tersebut dapat diolah melalui sistim pengolahan sederhana untuk menghasilkan energi liStrik. Disamping limbah ini juga dapat digunakan sebagai pupuk alam.

Dalam soal tinja sebagai sumber enegeri terbukti bahwa Indonesia sangat kaya sumber energi ini, paling tidk ada tinja dari 200 juta penduduk . Menarik untuk menyajikan informasi yang dipaparkan Prof Ir Abdul kadir mengenai potensi tinja sebagai sumber energi biogas (energi : Sumber Daya, Inovasi Tenaga Listrik dan potensi Ekonomi UI Press 1995). Tinja 180 juta jiwa manusia Indonesia (tahun 1988) ternyata mengandung energi sebanyak 24.880 juta kcal sehari ( 1 kalori cal = 1,163x10 pangkat-6 kilowatt jam). Ditambah dengan tinja hewan ternak sapi, kerbau, kuda dll total mengandung energi sejumlah 142.389 juta kcal sehari.

Fakta ini hanyalah sebuah contoh ektrim mengenai berlimpah ruahnya energi biomassa yang kita miliki. Barangkali memang sumber energi kuning keemasan dan barbau ini dan pengolahannya lebih lanjut menjadi listrik tak dapat memenuhi kegenitan penggagas PLTN yang egonya akan terpuaskan menggpai ilusi kesejajaran dengan bangsa-bangsa maju dengan fisi nuklirnya. Walau dengan mega biaya ketergantungan dan lingkungan.

Tapi buat kaum ‘ecstacy fisi nuklir’ perlu direnungkan pula bahwa dimungkinkan untuk menggunakan teknologi super canggih tetapi menggunakan sumber energi yang paling primitive. Misalnya pembangkit listrik Vanarmo di Swedia mengubah energi (bio) kayu (hasil budi daya bukan tebang habis) ke dalam gas menggunakan pembakaran mesin jet mutakhir. Perlu diketahui pula (tanpa malu-malu) pada tahun 1980 8% tenaga listrik yang digunakan di Den Haag ternayata berasal dari sampah kota.

Ditengah gandrung “ecstasy fisi nuklir’ yang menyimpan potensi bahaya maha dasyat, agaknya lebih baik kita manfaatkan energi tinja dan sampah sebagai salah satu diversifikasi energi. Di samping menghasilkan listrik dan pupuk, membumi, mampu pula mengatasi masalah pencemaran di kota dan desa bukan malah mencemarinya.

andreas iswinarto

8 seri celoteh emoh pltn lainnya silah klik :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

Selasa, 15 Januari 2008

Tolak PLTN! : Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS

Tolak PLTN! : PLTN? Celoteh Emoh PLTN (1)

Tak banyak masyarakat -- bahkan para profesor di negeri ini -- yang mampu memahami bahwa risiko PLTN adalah nol persen, seperti yang pernah dilantunkan seorang "tokoh". Mungkin tokoh tersebut memiliki kepandaian luar biasa sehingga hanya dia yang mampu memahami penalaran jenius di baliknya. Selebihnya adalah para pengikut yang bertingkah seolah memahami, padahal penggembira saja.

Barangkali dengan penalaran yang bodoh ini, saya mencoba membangun hipotesis apakah yang dimaksud adalah PLTN buatan manusia di Westinghouse, General Electric, Mitsubishi atau Atomoc Energi of Canada Limited, atau pembangkit tenaga nuklir jenis lain. Pembangkit jenis lain itu saya duga adalah matahari (energi surya) sebagai sebuah sistem pembangkit tenaga nuklir raksasa. Karena proses reaksi nuklirnya terjadi di suatu tempat yang tidak terbayangkan jauhnya.

Namun marilah kita tinggalkan sejenak tebak manggis ini dan coba mencari tahu mengenai risiko kecelakaan PLTN buatan manusia.

Saya coba paparkan hasil analisis risiko PLTN yang paling optimistis dari sebuah tim insinyur yang dikomandani Norman Rasmussen. Tim ini menyimpulkan bahwa risiko kematian akibat musibah PLTN hanya sepertiga ratus juta per tahun per 100 stasiun pembangkit (Pembangunan PLTN: Demi Kemajuan Peradaban?, Yayasan Obor Indonesia, 1996, lihat tulisan Liek Wilarjo).

Apakah hasil riset tim ini realistis? Tidak. Sebab, hasil riset kelompok ini -- yang diserahkan kepada Komisi Pengawas Nuklir Amerika Serikat – dikuburkan pada 19 Januari 1979. Maka genaplah dengan terjadinya musibah PLTN di Three Mile Island dan Chernobyl yang mengenaskan, yang kemudian meluluhlantakkan semua analisis risiko kecelakaan PLTN yang pernah dilakukan.

Jadi yang dimaksud oleh pelantun di atas ternyata bukan PLTN bikinan manusia, melainkan pembangkit tenaga matahari. Lantas Batan dan kelompok pro-PLTN ternyata salah memahami pernyataan risiko PLTN nol persen?

andreas iswinarto

8 seri celoteh emoh pltn :

Resiko Nol Persen : PLTN atawa PLTS (1)

Energi Tinja vs Fisi Nuklir (2)

PLTN : Monumen Kediktatoran Teknologi (3)

PLTN adalah Kanker Keberlanjutan Kehidupan (4)

Rasionalitas (Irasionalitas) Iptek Nuklir (5).

PLTN dan Referendum Di Negara Utara (6)

PLTN dan Keprihatinan Eko-Feminis (7)

PLTN dan Beban Ekonomi Negara (8)

IRONI COP 13 BALI : Kambing (Hitam) dan (m)Bebek di Pesta Pora Para Serigala?

IRONI COP 13 BALI :

Kambing (Hitam) dan (m)Bebek di Pesta Pora Para Serigala?

(baca juga Bagaimana “Modal” Menjawab Isu-isu Keadilan Ekologi)


Vandhana Shiva seorang cendekiawan India terpandang dan seorang aktifis sosial tingkat dunia menyatakan “dengan menolak menandatangani Protokol Kyoto, Presiden Bush telah melakukan tindak terorisme ekologis pada sejumlah besar komunitas yang barangkali akan lenyap dari muka bumi karena pemanasan global. Sedangkan di Seattle, WTO dijuluki World Terorist Organisations (Organisasi Teroris Dunia) oleh para demostran, sebab kebijakan yang menyangkal hak kelangsungan hidup jutaan orang”..

Mempertahankan ‘gaya hidup’ Amerika lah yang menjadi dasar Presiden Bush dan juga pemerintahan Australia untuk tetap bebal menolak menandatangi Protokol Kyoto. Protokol Kyoto adalah tindak lanjut dari Konvensi Perubahan Iklim, yang menetapkan target penurunan emisi sebesar 5% untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca. Mempertahankan ‘gaya hidup’ ini jugalah yang menyebabkan rendahnya komitmen negara-negara maju untuk memecahkan persoalan genting ini.

Sesungguhnya di balik ‘gaya hidup’ Amerika inilah tersembunyi ketamakan dan keserakahan. Mahatma Gandhi memperingatkan “Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun ia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang yang tamak”.

Selain itu dibalik kedigjayaan perusahaan-perusahaan multinasional dan transnasional di negara-negara utara yang mengontrol WTO, IMF, Bank Dunia, ADB dan lembaga keuangan internsional, berlangsung rumus akumulasi kekayaan segelintir orang hanya mungkin terperoleh melalui penghisapan, dan kesengsaran yang lain..


Pemanasan Global Ancaman Bagi Perdamaian Dunia

Namun sebuah pukulan martil dihantamkan di dinding kebekuan ini oleh Panitia Nobel Swedia. Di tengah semakin menguatnya fakta-fakta perubahan iklim yang menyebabkan munculnya bencana ekologi di berbagai belahan dunia, Al Gore (mantan wakil presiden AS dan pejuang lingkungan hidup yang gigih) dan Intergovernmental Panel on Climate Change – IPCC (Panel Antar Negara untuk Perubahan Iklim) Perserikatan Bangsa-bangsa dianugerahi penghargaan nobel perdamaian.oleh lembaga bergengsi ini.

Ini menguatkan kredibilitas IPCC yang menghimpun 2500 pakar dan peneliti dari 130 negara, berhadap-hadapan dengan berbagai lembaga kajian tandingan yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan Perusahaan Trans-Multinasional terutama perusahaan perminyakan raksasa untuk mematahkan temuan-temuan dan prediksi ilmiah di seputar isu perubahan iklim.

Diantaranya Intergovernmental Panel on Climate Change Working memperkirakan tanpa ada upaya global mengurangi emisi memperkirakan 75-250 juta penduduk di berbagai wilayah benua Afrika akan menghadapi kelangkaan pasokan air pada tahun 2020. Sementara itu kelaparan akan meluas di Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Selatan.. Sementara itu area pertanian akan mendapatkan hujan separuhnya di Afrika hingga 2020

Khusus untuk Indonesia IPCC juga menyebutkan akan menghadapi resiko besar akibat pemanasan global. Dimana pada tahun 2030, diprediksi akan terjadi kenaikan permukaan air laut sebesar 8-29 cm dari saat ini. Bila benar, Indonesia dikhawatirkan akan kehilangan sekitar 2000 pulau-pulau kecil. Penduduk Jakarta dan kota-kota di pesisir akan kekurangan air bersih. Pada sejumlah daerah aliran sungai akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang kian tajam. Akibatnya, akan sering terjadi banjir, sekaligus kekeringan yang mencekik kehidupan.

Sementara terpilihnya Al Gore memberikan ujian baginya untuk membayar kemandulannya saat memegang jabatan wakil presiden Amerika Serikat. Sekaligus untuk menjadi martil bagi Gedung Putih (pemerintah Amerika Serikat) yang hingga kini menolak menandatangani Protokol Kyoto.

Nobel Perdamaian ini sekaligus menegaskan bahwa perubahan iklim adalah ancaman besar bagi terwujudnya dunia yang damai. Disisi lain mengukuhkan tindakan pemerintah Bush yang tetap bebal menolak menandatangani Protokol Kyoto sebagai tindak terorisme ekologis, sebagai pernyataan perang yang tidak ada habis-habisnya terhadap bumi dan manusia.

Negara-negara utara adalah negara-negara yang paling rakus mengkonsumsi energi, dan Amerika Serikat adalah yang paling rakus.

Penduduk Amerika, Kanada, dan Eropa yang hanya 20,1 persen dari total warga dunia mengkonsumsi 59,1 persen energi dunia, sedangkan warga Afrika dan Amerika Latin yang 21,4 persen dari populasi dunia hanya mengkonsumsi 10,3 persen.

Data 1990 menunjukkan, total emisi gas rumah kaca mencapai 13,7 Gt (gigaton), yang secara berturut-turut disumbang Amerika (36,1 persen), Rusia (17,4 persen), Jepang (8,5 persen), Jerman (7,4 persen), Inggris (4,2 persen), Kanada (3,3 persen), Italia (3,1 persen), Polandia (3 persen), Prancis (2,7 persen), dan Australia (2,1 persen)


Pesta Pora Para Serigala

Saat menerima penghargaan nobel perdamaian Al Gore menyatakan bahwa kita menghadapi kedaruratan yang sangat serius. Ironisnya Gore menyangkal krisis iklim sebagai isu politik yang paling genting saat ini dan ia lebih memandangnya sebagai tantangan spiritual untuk kemanusiaan. Nampaknya Gore ragu-ragu untuk mengakui fakta bahwa persoalan krisis iklim global adalah soal politik yang penyelesaiannya harus di lakukan di arena politik di dalam pertarungan politik yang keras.

Lebih tegas ini adalah soal ekonomi politik. Ini adalah soal penguasaan akses ekonomi, alokasi sumber ekonomi, dan distribusi manfaat atas sumber-sumber ekonomi.. Ini adalah soal siapa yang memperoleh manfat (keuntungan), siapa yang menanggung biaya ( ekternalitas’ diantarnya adalah biaya kerusakan/pencemaran lingkungan) Ini adalah soal tatanan ekonomi yang tidak adil. Tatanan ekonomi dimana ketamakan adalah keutamaan, tatanan ekonomi dimana akumulasi kekayaan segelintir orang hanya terjadi melalui penghisapan dan kesengsaraan mayoritas lainnya. Inilah sistem ekonomi yang sedang mendominasi panggung global hari ini bahkan sejak jaman kolonialisme dan imperialisme klasik. Hari ini sistim ini bernama Kapitalisme Neoliberal. Inilah sistem ekonomi, dan kelembagaan ekonomi politik yang bertumpu pada akumulai modal dan keuntungan,, sistem kepemerintahan nasional dan lobal yang dikendalikan oleh pasar.

Ini adalah HUKUM RIMBA, ini adalah PESTA PORA PARA SERIGALA. Negara-negara selatan dan miskin dengan segala kekayaan alamnya dan mayoritas rakyatnya, adalah SANTAPANNYA. PESTA PORA PARA SERIGALA INI tidak saja meninggalkan kemiskinan yang parah di kalangan mayoritas rakyat utamanya di negara-negara selatan, tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah di tingkat lokal dan regional. Dan pada puncaknya kini seluruh bumi dan peradabannya harus menghadapi ancaman bencana ekologi yang maha dasyat akibat perubahan iklim. Ironinya rakyat di dunia ketiga dan negara-negara selatan yang paling rentan menghadapi ancaman bencana ini.

Negara-negara Maju/Utara terutama Amerika Serikat adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas pemanasan global. Sikap keras kepala untuk mempertahankan gaya hidup yang konsumtif, mewah dan boros adalah sebuah tindakan pengingkaran terhadap tanggung jawab tersebut. Bahwa kemakmuran yang mereka nikmati hari adalah hasil dari penghisapan dan pengerukan kekayaan alam negara-negara selatan sejak masa kolonialisme dan imperialisme klasik hingga saat ini. Sesungguhnya merekalah yang berhutang kepada negara-negara Selatan. Yakni hutang sosial dan ekologis yang diakumulasi negara-negara industri karena perampasan sumber daya alam, kerusakan lingkungan, pemiskinan rakyat dan pemakaian ruang alam untuk menimbun limbah berbahaya diantaranya gas-gas efek rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global.

Bentuk-bentuk pengingkaran ini diantaranya dilakukan dengan membuat kajian-kajian yang melemahkan dan menyangkal laporan-laporan ilmiah seperti yang dikeluarkan oleh IPCC, baik yang disponsori oleh korporasi trans/multinasional maupun oleh aktor-aktor di dalam pemerintahan. Pengingkaran-pengingkaran ini dilakukan juga melalui pemaksaan mekanisme-mekanisme perdagangan melalui WTO yang mensubordinasikan otoritas Perserikatan Bangsa-bangsa, serta ekspor teknologi kotor ke negara-negara selatan.

Pengingkaran-pengingkaran ini dilakukan dengan memberikan keleluasan dan perlindungan kepada korporasi-korporasi trans/multinasional untuk menjalankan bisnisnya. Kini kekuasaan Korporasi Global telah menyaingi kekuasan ekonomi-ekonomi negara-negara.

Dari 100 pelaku ekonomi terbesar dunia, 52 diantaranya adalah Korporasi Global. Oleh karena itu tanggungjawab dan regulasi juga harus dilekatkan kepada korporasi-korporasi ini.

Politik pengingkaran ini kemudian dilakukan dengan mengkambing hitamkan negara-negara industri baru seperti Cina, India, Meksiko, Brazil sebagai penyebab utama pemanasan global. Demikian politik kambing hitam ini ditujukan kepada negara-negara seperti Indonesia yang belum lama ini dianugerahi gelar emitor ke-3 tertinggi emisi gas rumah kaca karena kebakaran lahan dan hutan. Politik kambing hitam ini juga bisa dilihat dengan mengalihkan tanggungjawab mereka untuk mengurangi emisi di negaranya dengan bantuan untuk penghutanan di negara berkembang atau melalui mekanisme perdagangan karbon.

Pada akhirnya alih-alih mengakui hutang ekologis mereka menggunakan intrumen hutang luar negri dan investasi asing untuk melakukan kontrol, penaklukan terhadap kedaulatan ekonomi negara-negara selatan. Mereka menafikan bahwa kucuran dana baik hutang luar negri maupun kredit ekspor mereka ikut andil mengkronstruksikan ekonomi yang eksploitatif dan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Termasuk diantaranya sistim bioful estate, industri pembangkit listrik tenaga nuklir, rekayasa genetik.


Jerat hutang luar negeri ini lah yang akhirnya menjadikan penguasa di negara-negara berkembang (m)BEBEK saja kepada kepentingan negara-negara utara. Disamping tentunya mental untuk mengejar rente ekonomi yang menjanjikan dari proyek-proyek hutan dan proyek ‘perubahan’ iklim yang tidak memihak kepada kepentingan mayoritas rakyat yang hidupnya bertumpu pada hutan. Begitulah, rezim yang kini berkuasa di negeri adalah juga undangan VIP dan sekaligus tuan rumah pesta pora ini?

Sabtu, 12 Januari 2008

Hikayat Bulan

beberapa malam lalu bulan mengada setengah hati
esoknya setengah hati kurang sedikit
tunggu saat bulan sawah jadi sabit, lalu padam
apakah ini tentang kepenuhan hati yang berkurang?
sesungguhnya tidak
seperti hati kita sering dibiarkan berdebu
bulan tetap dengan kepenuhan hatinya
kita biarkan hati kita berdebu
sehingga pudarkan cahaya hati bulan

Hikayat Bulan

1.
hikayat bulan adalah hikayat yang mengalir
dalam arus waktu yang perlahan, tenang dan teduh
seperti yang hadir dalam getar suara dan getar batin
sesaat mengeja OM….
berulang kali
di kuil Hindu , di kuil hati

2.
hikayat bulan adalah hikayat mimpi
bulan bundar negeri bahagia
ada nynyi sunyi pada jutaan kaum papa
di tanah yang mati
di air yang mati
negeri surga yang mencekik

3.
hikayat bulan adalah hikayat bocah-bocah bahagia
tak hirau berlarian mengejar bayang
di pangkuan bunda bumi
tempat padi menguning dan panen berlimpah
bukan milik sendiri
tempat sawah mati musim bencana
sepi sendiri

4.
hikayat bulan adalah hikayat yang mengalir
di arus waktu yang perlahan, tenang dan teduh
seperti percakapan dan narasi kasih bunda
jelang upik dan buyung tertidur

percakapan dan narasi kasih yang tak henti bertumbuh
dalam jiwa ketika harapan bermekaran atau patah
abadi
walau bunda telah mangkat
dari ruang dan waktu

5.
hikayat bulan adalah hikayat pedih, tangis dan sesal
yang luruh menepi jadi doa
bulan bundar, penuh di bola mata
mengada hati jadi cahaya KASIH
membasuh luka,
menyembuhkan

6.
hikayat bulan adalah hikayat debu
yang kagumi bulan penuh

hanya sebutir debu
hanya debu yang terberkati
hanya debu yang dimuliakan

hanya pemberian berlimpah
untuk sebutir debu
berlipat ganda dari ukuran wadagnya
menenggelamkan
sebutir debu, jadi lautan cahaya

7.
hikayat bulan adalah hikayat denyut lembut sebuah hati
denyut tipis di sudut bibir
denyut tipis
di sudut mata
saat jari menyentuh
merasakan
hati yang tersembunyi

8.
hikayat bulan adalah hikayat pintu-pintu suci
adalah gerbang suci
kuil kemuliaanMu
adalah gerbang suci
samudera ampunanMu
adalah gerbang suci
istana kedamaianMu
adalah gerbang suci
mata air kasihMu
tubuh, perasaan, pikiran, jiwa sesungguhnya pintu suci itu

9.
hikayat bulan adalah hikayat mengisi bejana sesuai takarannya
tak ada kesanggupan kita menatap matahari
dalam kepenuhannya
ada kesanggupan kita menetap matahari yang berpendar
pada wajah bulan
tubuh bulan
sesungguhnya kita tak sanggup menetap wajahNya
yang teramat terang membutakan
tapi karena kasihNya
kita diperkenankan menatap wajah manusiawinya
wajah yang teduh itu

10.
hikayat bulan adalah hikayat hati
di keheningan diri
di sebuah hati yang lapang
di sebuah hati yang terbuka
ketika wajah bulan sempurna
di cermin danau yang diam
jadilah keajaiban kasihNya

11.
hikayat bulan dengan cahaya menyemut
hikayat kertas dengan aksara menyemut
hikayat doa dengan pasrah menyemut
hikayat hati dengan rasa menyemut

terima kasih untuk hari-hari lalu
untuk hari ini
untuk hari esok

untuk kelembutan hati,
pemberian hati,
keterbukaan hati,
kelapanga hati

untuk kasih yang menyemut,
yang bertumbuh mendewasakan diri.

andreas iswinarto

puisi lainnya :


Ranting Bengkirai

Awal Perjamuan

Little Monkey Drummer Bukan Palu

Nyanyian Nurani Untuk Andini Lensun

Awal Perjamuan

udara mengandung ajal
di tiap hari
di penghabisan hari
nafas pun melambat
mendekat bisu
di batas mati
raga menepi jadi seonggok kursi
dan jiwa menunggu duduk
tanpa satupun kursi
hanya suara butir pasir jatuh
satu persatu
diatas selusin piring
dan gelas perjamuan
tanpa satu pun meja
tanpa satu pun kursi
bahkan piring gelas
seolah-olah saja piring gelas
lalu pasir pun tak
pernah jatuh
karena pasir tak pernah ada
hanya kosong
awal perjamuan tak berupa
tak beragi


puisi lainnya :

Ranting Bengkirai

Hikayat Bulan

Little Monkey Drummer Bukan Palu

Nyanyian Nurani Untuk Andini Lensun

'Little Monkey Drummer" Bukan Palu

'Little Monkey Drummer" bukan Palu

akankah aku membuka pintu
kepergian dengan kengerian
seratus tahun kesunyian

karena setelah palu
kamu palu godam
karena palu berkejaran dengan palu godam
tetapi aku akan setia
sebagai paku
bila godam,
maka aku akan jadi paku bumi
bila godam
maka akau akan jadi paku langit

dum dum dum
dan palu
keras menghantam paku
tidakkah indah
tidakkah sesungguhnya mereka
saling mencinta

karena hanya
karena hanya dum dum palu
paku bumi nancap dalam
mbuka jalan bagi minyak mentah
atau air menyembur
sedang paku langit nancap
njebol
sumbat hujan
dan tirai cahaya
setelah awan
kehilangan hitamnya
kehilangan bobotnya

tapi apakah aku dan mungkin kamu
setangguh itu.....

bukan dum dum palu paku
aku samar mendengar tersentak
dum dum 'little monkey drummer'
hadiah ulangtahun untuk adikku
yang tak kutahu penanggalannya
ia kini telah pergi
tapi tak akan mati-mati


Ranting Bengkirai

Hikayat Bulan

Awal Perjamuan

Nyanyian Nurani Untuk Andini Lensun

Jalan Baru, Jalan Pembebasan

Jalan Baru, Jalan Pembebasan: Rakyat adalah Kekuatan Utama Jalan Baru

Oleh Andreas Iswinarto


Kami berdiri disini di detak jantung kesadaran baru yang tumbuh dari pelajaran perjuangan hidup rakyat yang bersimbah cucuran keringat, airmata dan darah untuk menentang dan menolak tunduk terhadap dominasi negara, pasar atau korporasi maupun persekutuan keduanya yang melahirkan penindasan dan penghisapan.

Kami berdiri disini di detak jantung kesadaran baru yang tumbuh dari pelajaran perjuangan hidup rakyat yang bersimbah cucuran keringat, air mata dan darah untuk kembali menegakan kedaulatan rakyat atas bumi, air, udara dan kekayaan sosial ekonomi yang dikandungnya.

Kami berdiri disini di detak jantung kesadaran baru yang tumbuh dari pelajaran perjuangan hidup rakyat yang bersimbah cucuran keringat, air mata dan darah untuk kembali menegakan penghargaan terhadap bumi, air, udara dan kekayaan alam sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan rakyat dan sekaligus menjadi ruang kelangsungan hidup rakyat.

Kami berdiri disini menegaskan kepercayaan kami atas nilai-nilai HAK ASASI MANUSIA serta kekuatan daya kreasi rakyat untuk menegakan harkat dan martabatnya.

Hak Asas Manusia sebagai Pilar Utama Jalan Baru

Di dalam derap perjuangan hidup sehari-hari kaum tani dan buruh tani, masyarakat adat, nelayan, buruh pabrik, buruh migran, pedagang kaki lima dan asongan, guru rendahan, pegawai rendahan, pengusaha kecil menengah, pemuda dan mayoritas rakyat di pelosok negeri, perjuangan menegakkan harkat dan martabat manusia menjadi nyata dan hidup.

Inilah makna perjuangan Hak Asasi Manusia yang sejati yang menjadi dasar perumusan serta batu fondasi Negara Indonesia seperti dirumuskan di dalam Pembukaan Konstitusi.

“bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Ini adalah kontrak sosial, ini adalah surat hutang negara untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Kembali ke pada tali mandat dan kontrak sosial 17 Agustus 1945 ini bukanlah perjalanan kepada paham dan semangat kebangsaan sempit, tetapi ini adalah bagian yang terpisahkan dari perjuangan untuk menegakkan harkat dan martabat semua manusia di semua negeri.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB yang kemudian dituangkan dalam Konvenan Hak Sipil dan Politik, serta Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya menegaskan bahwa “Semua rakyat mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Atas kekuatan hak itu, mereka dengan bebas menentukan status politiknya dan bebas mengejar perkembangan ekonomi, sosial dan budaya”.

Neoliberalisme dan Oligarki Politik dalam Negeri: Musuh Utama Jalan Baru

Melalui pemerintahan yang silih berganti sepanjang 62 tahun ini ternyata kontrak sosial dan hutang negara Indonesia semakin jauh api dari panggang. Tikus mati di lumbung padi adalah pernyataan yang tepat tentang kondisi rakyat Indonesia hari ini.

Cabang-cabang ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan digadaikan kepada kekuatan-kekuatan ekonomi asing, perebutan jabatan-jabatan publik untuk akumulasi kekayaan, buruh semakin kering dihisap oleh pengusaha, petani dirampas tanahnya, pedagang kecil dan sektor informal digusur demi mempercantik kota dan pengangguran yang meluas adalah penghianatan terhadap mandat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kemiskinan yang berlarut-larut, pelayanan kesehatan yang buruk, derita akibat penggusuran, bencana sosial akibat konflik-konflik komunal dan primordial serta bencana lingkungan hidup, merosotnya akses pendidikan dengan kualitas baik, menyebabkan hilangnya potensi banyak generasi adalah penghianatan terhadap mandat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bahkan krisis yang paling besar hari ini adalah krisis keselamatan rakyat. Rakyat semakin rentan terhadap ancaman kematian akibat kemiskinan dan kelaparan, kekerasan komunal dan primordial, hingga tindak kekerasan aparat keamanan dan para militer dan pada akhirnya bencana lingkungan hidup.

Situasi ini merupakan akibat bekerjanya segelintir elit politik dan ekonomi atau kalangan oligarki politik yang korup. Dimana sekaligus menjadi kuda tunggangan kekuatan ekonomi politik asing yang merampas kedaulatan negara dan rakyat.

Kini yang berlaku di lapangan politik dan ekonomi adalah peradaban manusia yang paling primitif yakni hukum rimba. Inilah masanya hukum rimba dan keserakahan menjadi nilai utama pelaku-pelaku politik dan ekonomi. Inilah masanya kekayaaan segelintir orang hanya mungkin didapat dengan penghisapan dan penindasan pada mayoritas rakyat. Inilah sebuah sistim dan struktur sosial yang memberikan legitimasi dan pelanggengan perbudakan baru atas bagian terbesar umat manusia.

Neraca ketidakadilan ini pertama-tama disebabkan semakin kukuhnya rezim kapitalisme global melalui dominasi agenda-agenda globalisasi dan pasar bebas atau neo-liberalisme. Globalisasi dan pasar bebas bukan lagi sebuah wacana atau sebuah proses alamiah, tetapi merupakan sebuah ideologi baru yang dirancang untuk mempertahankan dominasi modal dan korporasi. Tidak lain ini adalah perkembangan lebih lanjut dari formasi penghisapan masa kolonialisme dan
imperialisme sepanjang tiga abad lalu.

Agenda-agenda globalisasi neoliberal dan pasar bebas ini kemudian menemukan ladang subur dalam wilayah politik negara-bangsa dengan semakin menguatnya dukungan dan pemihakan kekuatan politik dominan di dalam negeri seperti rezim penguasa, partai-partai, militer, birokrasi, intelektual terhadap kepentingan negara-negara industri atau rejim ekonomi global.

Era kekuasaan korporasi transnasional ini sesungguhnya meruntuhkan dominasivdan batas-batas negara. Negara telah disandera oleh kepentingan modal dan korporasi serta hutang luar negeri. Segala kebijakan politik-ekonomi-sosial negara selama ini dalam ranah tata kuasa, tata kelola, tata produksi dan tata konsumsi ditujukan untuk melayani kepentingan liberalisasi ekonomi dan perluasan modal.

Kebijakan negara pada akhirnya membuka jalan bagi perampasan secara sistematis atas alat-alat produksi, sumber-sumber kehidupan, keanekaragaman hayati dan pengetahuan-kearifan rakyat, atau hak-hak sipil-politik serta hak-hak ekonomi, politik, budaya rakyat. Disisi lain makin membuka ruang bagi negaranegara industri untuk mendiktekan sistem kehidupan yang seragam, eksploitatif, menindas, , disamping menimbulkan beban utang yang luar biasa; kehancuran sistem kehidupan; penindasan dan pelanggaran hak-hak azasi; diskriminasi dan ketidak-adilan gender; terbatasnya akses pada pendidikan, kemiskinan serta makin terbatasnya akses pada kebijakan dan sumber-sumber kehidupan sosial ekonomi.

Jawaban Krisis Keselamatan: Tegakan Keadilan

Kunci untuk mewujudkan keadilan sosial adalah pemerataan alokasi dan distribusi sumber daya sosial, lingkungan hidup (alam) yang berlangsung dari tingkat lokal, nasional hingga tingkat global. Hal ini untuk menjamin pemihakan yang kuat terhadap kelompok terlemah di dalam masyarakat, jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, adanya jaminan bagi semua warga negara memiliki kebebasan dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupan pribadi dan sosial, sekaligus tanggung jawab sosial dan ekologinya. Tercakup di dalam perwujudan keadilan sosial adalah penghargaan terhadap pluralisme budaya, keadilan gender, masyarakat adat dan keadilan antar generasi.

Untuk itu merupakan program mendesak untuk melaksanakan amandemen undang-undang yang terkait sumberdaya alam yang memberikan hak penguasaan berlebihan kepada korporasi/modal, lakukan redistribusi asset-aset diantaranya redisbusi tanah dan sumber-sumber agraria, laksanakan APBN yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar rakyat atas pekerjaan, pangan, energi, air, pendidikan, kesehatan, perumahan. Bangun infrastruktur politik, hukum dan sosial untuk memajukan keadilan jender serta penguatan solidaritas dan penghargaan terhadap pluralisme

Jawaban Krisis Ruang Hidup Rakyat: Tegakan Keadilan dan Keberlanjutan Lingkungan Hidup (Keadilan Ekologi)

Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Salah satu komponen terpenting dari lingkungan hidup dan menjadi prasyarat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia adalah alam. Alam menjamin pemenuhan kebutuhan sekaligus menjadi ruang hidup manusia. Namun, alam memiliki keterbatasan untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk itu kita perlu menghargai integritas ekosistim dan menjamin keanekaragamannya sebagai prasyarat untuk mendukung kelangsungan kehidupan manusia. Dengan itu sekaligus terdapat jaminan bagi generasi saat ini untuk melangsungkan perikehidupannya dengan baik, dan jaminan generasi mendatang untuk menikmati kualitas alam yang sama baiknya.

Untuk itu merupakan program mendesak : jaminan bantuan darurat dari bencana sosial dan lingkungan hidup, pemulihan lingkungan hidup, kembalikan hak prioritas bagi rakyat untuk menentukan arah maju pembangunan dan lingkungan hidupnya, amandemen undang-undang yang ekspolitatif dan prioritas pemulihan kualitas lingkungan sekaligus peningkatan kesejahteraan rakyat.
Jawaban Krisis Produktifitas Rakyat: Tegakan Kedaulatan dan Kemandirian Sosial-Ekonomi

Demokrasi politik yang sejati haruslah dibangun berdasarkan kerangka kedaulatan dan kemandirian dalam penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat atau basis material yang menjadi fondasi tata kemasyarakatan dan negara. Penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat(sosial dan ekonomi) haruslah berlandaskan semangat BERDIKARI dan kekuatan daya kreasi rakyat secara kolektif di tingkat lokal. Hak menguasai negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang atas bumi, air, dan kekayaan alam untuk sepenuh-penuhnya kemakmuran rakyat, memiliki legitimasi apabila didedikasikan kepada kepentingan hak asasi warganya. Kepentingan rakyat atau hak asasi rakyat, terutama dalam hal akses terhadap bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dijadikan sarana utama dan tujuan akhir dari hak menguasai negara. Dengan demikian, maka peran modal bersifat sekunder dan komplementer, bukan substitusi pengelolaan oleh rakyat.

Untuk itu merupakan program mendesak : nasionalisasi dan renegosiasi kontrak karya pertambangan dan konsesi penguasaan sumber daya alam lainnya, bangun infrastruktur ekonomi untuk mengolah sumber daya alam menjadi barang jadi, prioritaskan kepada pembangunan usaha pertanian rakyat, pemutusan ketergantungan terhadap asupan dari korporasi TNC-MNC dan pembangunan industri pendukung sektor pertanian, penyebaran dan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di desa dan luar jawa, perlindungan terhadap usaha menengah, kecil dan sector informal, kembangakan kemandirian ekonomi di tingkat local.

Rakyat adalah Kekuatan Utama Jalan Baru

Kami menegaskan bahwa tidak ada kemerdekaan politik dan demokrasi tanpa perbaikan kesejahteraan rakyat. Kami menegaskan bahwa kemerdekaan politik yang di peroleh saat proklamasi kemerdekaan dan kebebasan politik pasca turunnya pemerintah otoriter Soeharto adalah cacat, karena tanpa perbaikan penghargaan dan kualitas hak-hak ekonomi, sosial, budaya, ekologi mayoritas rakyat. Kami meyakini sekaranglah saatnya menegaskan dan menyuarakan pesan seluas-luasnya dan sekuat-kuatnya.

Saatnya Rakyat Berpolitik Aktif dan Menjadi Penentu Sejarah

Kami meyakini bahwa semua orang adalah makhluk politik, semua orang adalah penentu sejarah. Perjuangan politik seharusnya tidak hanya dilakukan dan dipercayakan kepada parlemen, tetapi harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh anggota masyarakat. Tanggung jawab dan tindakan politik tidak bisa serta merta direpresentasikan oleh parlemen atau perwakilan yang dipilih melalui pemilu, tetapi harus menjadi tanggung jawab dan tindakan politik setiap hari dari seluruh masyarakat mulai dari lingkungan komunitas terkecil hingga lingkungan negara. Perjuangan di lapangan ekonomi, sosial dan budaya sesungguhnya adalah perjuangan politik untuk penentuan nasib sendiri. Penentuan nasib sendiri adalah batu penjuru untuk wujudnya dunia yang baru dan adil.

Oleh karena itu gerakan politik rakyat harus memiliki watak pembebasan demokratis karena perjuangan ini harus menumbangkan kekuatan politik-ekonomi yang dominan yang tidak demokratis dan menindas di dalam negeri sekaligus berwatak pembebasan nasional karena perjuangan ini harus menghancurkan politik, ekonomi, budaya penghisapan penjajahan. Gerakan politik rakyat harus sungguh bertulangpunggungkan massa masif yang terdidik dan kritis, dengan kesadaran politik dan ideologi yang kuat. Inilah sesungguhnya makna sejati, gerakan politik rakyat yang konstitusional

Sekali lagi konstitusi RI menegaskan “kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Selanjutnya seperti Konvenan Internasional Hak Asasi Manusia “Semua rakyat mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Atas kekuatan hak itu, mereka dengan bebas menentukan status politiknya dan bebas mengejar perkembangan ekonomi, sosial dan budaya”.


Untuk Seri 8 Artikel Mimpi Orkestrasi Pergerakan yang Apik, Mimpi Indonesia Baru…..
Silah klik dibawah ini

Let’s Jazz Together? (Bag 1)

Donal Bebek, Wiji Thukul, Subcomandante Marcos Titik Koma Zapatista, PRD dan Walt Disney (bag 2)

Keajaiban Persaudaraan Para Kodok (bag 3)

Mengapa tawa dan tangis, bisa lahirkan air mata.... (bag 4)

Lao Tzu, de Mello dan Boneka Garam..............(bag 5)

Senjata Adalah Warna. Lalu Warna Adalah Senjata Juakah? (Bag 6)

....bahwa Semua Ini Dimulai Dari Seekor Tikus (7)

Jalan Baru, Jalan Pembebasan (8)