RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Kamis, 30 April 2009

Arsip Cerpen dan Puisi Anak Korban Lapindo

Beda Rumah Dan Tempat Pengungsian

Sayyidatul Kurniati (kelas IV MI Ma'arif Jatirejo)


Di desa saya telah terjadi bencana. Jika, sebelumnya, gempa yang terjadi beberapa saat saja ketika saya mau berangkat sekolah. Sekarang, bencana yang lain lumpur, ketika malam hari, saat saya ingin mencuci muka. Saya mencium bau yang tidak sedap, lalu saya mencari bau dimana itu? ternyata baunya berasal dari air yang ada di kamar mandi. Saya pun mengira, bahwa lumpur telah datang di rumah saya, setelah itu saya tidur kembali.

Keesokan harinya, ketika saya sampai di sekolah. Tidak lama kemudian, semua wali murid menjemput teman-teman saya. Saya tidak tahu, mengapa warga di desa saya sangat sibuk. Saya disuruh ibu untuk segera cepat-cepat mengemasi barang-barang saya. Setelah itu saya diajak ibu untuk naik mobil TNI. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Waktu itu saya bertanya kepada ibu saya.

Kata ibu saya, lumpur akan segera datang di desa saya. Beberapa saat, warga di desa saya menangis.

Karena kehilangan rumah mereka. Warga di desa saya ternyata akan diungsikan di Pasar Baru Porong. Setelah sampai tujuan beberapa saat warga di desa saya diatur ditempat pengungsian. Seperti tempat tidur, memasak, dan kamar mandi. Setelah selesai diatur tempat, saya dan warga desa saya memilih tempat untuk peristirahan. Setelah selesai mendapatkan tempat, saya dan anggota keluarga saya merapikan tempat untuk istirahat.

Ketika akan tidur, saya harus berdempetan. Karena tempatnya kecil. Rasanya tidak menyenangkan. Jika dirumah saya dulu tempatnya sangat luas dan nyaman. Jadi terpaksa orang laki-laki dewasa harus tidur diluar. Keesokan harinya, ketika saya mau mandi harus antri. Karena lebih banyak orang yang mengungsi daripada kamar mandi di pengungsian.

Setelah selesai mandi saya berangkat sekolah tempat sekolah saya juga di pengungsian. Keadaannya berbeda sekali dengan sekolah saya yang dulu. Belajarpun rasanya tidak menyenangkan lagi sebab orang yang mengungsi bertambah banyak dan ramai jadi saya dan teman-teman saya tidak bisa berfikir. Setelah pulang sekolah saya merenung sejenak. Saya sangat sedih, rumah yang baru saja jadi. Sekarang diterjang lumpur. Apalagi saudara saya, baru saja membuat rumah.

Setelah beberapa hari di pengungsian, saya mengunjungi rumah saya, karena sudah diberi tanggul untuk menahan lumpur agar tidak meluber. Ketika sampai ditujuan, baunya sangat tidak enak setelah saya berkeliling saya dan keluarga saya kembali ke pengungsian ketika makan siang, ibu saya tidak memasak seperti biasanya karena sudah ada petugas yang memasak.

Rasanya makan tidak enak, karena biasanya tidak sesuai keinginan. Pertama kali di pengungsian warga di desa saya diberi bantuan. Berupa obat-obatan, makanan dan minuman. Peralatan dapur, dan juga buku tulis. Saya sangat senang sekali, karena masih ada yang peduli.

Berhari-hari banyak orang-orang yang peduli memberikan bantuan kepada anak-anak yang masih duduk di bangku SD. Diberikan tas, buku tulis, tempat pensil dan perlengkapan sekolah yang lain. Setelah berminggu-minggu berada di pengungsian, sekolah saya boleh ditempati lagi. Masuk sekolahnya siang jam sepuluh saya dan teman-teman saya berangkat kesekolah naik mobil TNI.

Sudah beberapa bulan, warga didesa saya berada di pengungsian. Banyak sekali, media yang ingin mencari informasi kepada warga korban lumpur Lapindo. Satu minggu kemudian warga didesa saya pulang ke Jatirejo. Untuk mengambil baang-barang yang sekiranya bisa diambil. Semakin hari lumpur semakin banyak. Warga desa saya belum juga mendapatkan ganti rugi. Padahal warga desa saya bersabar yang dibilang hanyalah janji-janji palsu belaka. Warga desa saya, tepaksa melakukan unjuk rasa untuk menuntut hak.

Sudah sering warga desa saya melakukan unjuk rasa di Sidoarjo. Tetapi tidak ada hasilnya, lalu diadakan istighotsah bersama di dekat tanggul bencana. Lumpurpun, kini telah meluber di daerah desa lain. Seperti Jatirejo, Siring, Renokenongo, Kedungbendo dan sekarang hampir mendekti desa Mindi. Sekolah saya pun, dipindahkan di Kedungboto. Masuknya tetap siang. Rasanya sangat tidak enak. Karena tidak bisa berfikir. Masuk sekolahnya siang, jadi agak sedikit mengantuk. Biasanya jika siang hari, waktunya saya untuk tidur siang.

Beberapa bulan, keluarga saya mendapatkan uang untuk mengontrak rumah. Hampir dua tahun saya tinggal di tempat kontrakan. Akibatnya keluarga saya dan saudara-saudara saya terpisah satu sama lain. Hingga memasuki tahun 2008. setelah masa kontrakan habis. Saya dan keluarga saya pindah kontrakan. Keluarga saya mencari tempat kontrakan yang dekat sekolahan saya karena pada saat masa kontrakan saya habis, sekolah saya dipindahkan lagi, dipasar baru porong. Tempatnya di Posko Gus Dur.

Hampir tiga tahun warga desa saya masih belum mendapatkan ganti rugi. Hingga warga di desa saya memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Ibu dan adik saya pun juga ikut. Setelah kepulangan dari jakarta, belum juga mendapatkan hasilnya. Saya hanya bisa berharap lumpur akan segera berakhir dan warga desa saya mendapatkan ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya yang obral janji palsu. Sampai-sampai adik saya ketika di Jakarta menyanyikan lagu untuk Minarak Lapindo Jaya waktu unjuk rasa di depan Istana dan di sebelah Monas. Nyanyiannya seperti ini:

Melawan Lapindo
Ayo maju ayo maju
Kita lawan Lapindo
Ayo maju ayo maju
Kita lawan Lapindo
Jangan Takut kawan
Jangan takut kawan
Lapindo harus di lawan
Jangan Takut kawan
Jangan takut kawan
Lapindo harus di lawan

Tidak ada komentar: