BATALKAN KENAIKAN HARGA BBM!TURUNKAN HARGA SEMBILAN BAHAN POKOK!NAIKKAN UPAH BURUH INDUSTRI DAN BURUH TANI!JALANKAN LAND-REFORM SEJATI!
BBM Naik, Rakyat Tercekik!
http://fprsatumei.wordpress.com/
May 30, 2008
Kebijakan rejim SBY-JK yang semena-mena menaikkan harga BBM pada Jumat (23/5) sesungguhnya merupakan pernyataan keberpihakan SBY-JK yang tegas terhadap imperialisme. Kebijakan tersebut secara nyata merupakan perwujudan sikap permusuhan terhadap rakyat yang hingga kini masih dicekik oleh kemiskinan, kemelaratan, dan kesengsaraan. Tidak ada satupun penjelasan yang masuk akal telah diberikan SBY-JK untuk mengesahkan kebijakan ini. Bahkan, ciri-ciri pemaksaan atas kebijakan yang menyengsarakan ini sangatlah kuat dan tidak terbantahkan. Tidak salah bila rakyat dengan berbagai upaya melakukan perlawanan dan tetap menyuarakan penolakan atas kenaikan harga BBM.
Lihat di sekitar kita, korban-korban akibat kenaikan harga BBM telah mulai berjatuhan. Tidak kurang dari 95 ribu buruh terancam dipecat. Rapuhnya perusahaan-perusahaan manufaktur ringan yang tidak ditopang oleh struktur industry nasional yang kokoh serta liberalisasi perdagangan dan jasa yang menghabisi kemampuan berkompetisi di pasar internasional, akan kembali diperburuk oleh meningkatnya biaya produksi yang dipicu kenaikan BBM. Di sisi lain, naiknya harga-harga kebutuhan pokok yang kian tidak sebanding dengan nilai upah yang diterima sudah pasti akan menciutkan daya beli kaum buruh yang akan berdampak pula pada mengecilkan potensi pasar dalam negeri. Singkatnya, industry Indonesia akan kian terpuruk dan terjerembab dalam kubangan kebangkrutan.
Naiknya harga BBM juga menyebabkan naiknya harga-harga bahan pertanian, seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan pertanian. Keadaan ini akan diperburuk oleh karena menurunnya nilai jual komoditi pertanian. Penyebabnya tidak lain, selain naiknya biaya transportasi kota-desa yang selama inipun sangat mahal akibat buruknya infrastruktur pedesaan. Meningkatnya biaya produksi dan turunnya nilai jual komoditi pertanian menyebabkan kebijakan kenaikan harga BBM yang dilakukan SBY-JK sama dengan menyita pendapatan kaum tani yang mayoritas merupakan kaum tani miskin dan buruh tani. Tentu saja, kenaikan harga BBM akan semakin memperburuk krisis di pedesaan. Ancaman yang paling nyata akibat keadaan ini adalah semakin rendahnya kemampuan sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat yang bukan tidak mungkin akan memperpanjang daftar penderita kelaparan, gizi buruk, dan busung lapar, khususnya di pedesaan-pedesaan di Indonesia.
Nasib yang tidak kalah buruknya dialami oleh kaum nelayan, khususnya nelayan miskin-tradisional dan nelayan-buruh. Seperti diketahui, Indonesia adalah negeri maritim yang telah berpuluh-puluh tahun tidak memperhatikan aspirasi masyarakat nelayan. Mayoritas nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional yang miskin dan tidak memiliki sarana produksi yang memadai. Perampokan kekayaan laut (illegal fishing) oleh nelayan-nelayan modern asing dan perubahan iklim ekstrem akibat pemanasan global menjadikan kaum nelayan sebagai kalangan yang paling sengsara di dalam masyarakat Indonesia. Terlebih, nelayan pun merupakan kalangan yang paling jarang tersentuh oleh program-program pemerintah. Mayoritas nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional yang memiliki ketegantungan cukup tinggi pada BBM, khususnya solar dan minyak tanah. Akibat kenaikan harga BBM, khususnya solar dan minyak tanah, telah memaksa ratusan ribu bahkan jutaan nelayan miskin dan tradisional tidak bisa melaut. Dengan demikian, kebijakan SBY-JK menaikkan harga BBM sama dengan merampas hak hidup kaum nelayan.
Para pekerja sektor transportasi, khususnya sopir-sopir angkutan umum khususnya di perkotaan. Sebagaimana diberitakan media massa, aksi-aksi pemogokan sopir terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Melalui Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA), tuntutan umum para pekerja sektor transportasi ini adalah pemberian subsidi bagi kendaraan umum. Alasannya, jumlah angkutan umum di Indonesia sesungguhnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Di Jakarta misalnya, jumlah angkutan umum yang beroperasi kurang dari 200 ribu unit, sementara jumlah kendaraan pribadi mencapai lebih dari dua juta unit.
Menurut pengurus pusat Organda, kenaikan tariff angkutan bukanlah solusi di tengah menurunnya daya beli masyarakat. Namun tuntutan pekerja transportasi berbenturan dengan kebijakan pemerintah yang tidak memberikan subsidi dan hanya memberi batas maksimum kenaikan tariff sebesar 15 persen. Padahal kenaikan harga BBM mencapai 28,7 persen atau hampir dua kali lipat dari prosentase kenaikan tariff. Pemerintah tidak siap mengantisipasi bahkan cenderung tidak peduli dengan dampak kenaikan harga BBM di sektor transportasi. Ketidaksiapan inilah yang sesungguhnya memicu terjadinya pemogokan angkutan di berbagai kota di Indonesia.
Krisis yang telah memorak-porandakan struktur produksi pertanian dan perikanan tradisional menjadi faktor utama yang memicu terjadinya mobilisasi kaum miskin pedesaan ke perkotaan. Rendahnya keterampilan dan pendidikan di tengah sengitnya persaingan di pasar tenaga kerja menyebabkan arus masuk kaum miskin pedesaan menciptakan kantong-kantong kaum miskin perkotaan. Penggusuran kerap terjadi di sela-sela ketidakmampuan negara menyediakan pemukiman dan sanitasi yang sehat dan adil. Kriminalisasi terhadap sektor-sektor informal juga dilakukan di tengah ketidakmampuan negara menyediakan lapangan kerja yang layak dengan upah yang layak. Akibatnya, kaum miskin perkotaan kerap dijadikan bulan-bulanan kemunafikan politik perkotaan di Indonesia. Di tengah keadaan serba-buruk seperti ini, naiknya harga BBM sudah pasti akan menambah bencana yang akan semakin menambah borok-borok perkotaan.
Perempuan dengan peran tradisionalnya sebagai ibu rumah tangga merupakan kaum yang paling terluka akibat kenaikan harga BBM. Naiknya harga-harga pangan yang telah terjadi sebelum kenaikan harga BBM telah memaksa sebagian kaum Perempuan atau ibu-ibu rumah tangga dari keluarga-keluarga miskin untuk mengakhiri hidup dan membebaskan diri dari kesengsaraan. Kini, kenaikan harga-harga sembilan bahan pokok akan semakin melambung pasca naiknya harga BBM, Perempuan-perempuan dari keluarga-keluarga miskin pun akan kian terhimpit dan bukan tidak mungkin akan mengulang kisah-kisah heroik Perempuan-perempuan yang dengan sukarela menjadi martil dengan mengakhiri hidup sebagai protes diamnya atas ketidakadilan dan kekerasan terhadap Perempuan yang kian merajalela di Indonesia.
Pun demikian dengan kalangan pemuda, pelajar, dan mahasiswa, kenaikan harga BBM adalah “bulldozer” yang mengubur cita-cita dan berbagai harapan di masa depan. Biaya pendidikan akan tergeret naik dan harapan untuk mendapatkan lapangan kerja yang layak pun kian kabur. Angka putus sekolah dan pengangguran pada usia muda akan semakin meningkat. Frustasi sosial akan mendorong pemuda terjebak lebih dalam di dunia kriminalitas dan kekerasan. Jumlah pemuda—khususnya Perempuan—yang terpaksa meninggalkan tanah air, bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan keadaan yang serba sulit, berbahaya, dan kotor, akan semakin meningkat dan meninggalkan kerugian bagi Indonesia akibat hilangnya tenaga-tenaga usia produktif.
Turunnya daya beli dan naiknya harga-harga pangan mempertinggi krisis pangan di Indonesia. Kasus-kasus kelaparan, gizi buruk, busung lapar, dan lain-lain akan semakin luas dan turut memperburuk keadaan ekonomi Indonesia. Hal ini terjadi karena kenaikan harga BBM secara langsung memicu naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
Lantas siapa yang diuntungkan oleh kenaikan harga BBM?
Kesemua itu adalah fakta-fakta krisis yang berserakan di hampir seluruh sudut di Indonesia. Krisis ini diperparah oleh keputusan SBY-JK yang kenaikan harga BBM. Kebijakan ini merupakan perwujudan dari karakter politik SBY-JK sebagai REJIM ANTI-RAKYAT. Kebijakan menaikkan harga BBM yang ditandatangani tanpa persetujuan rakyat pun menunjukkan bahwa rejim SBY-JK sesungguhnya merupakan REJIM ANTI-DEMOKRASI.
Rakyat Berlawan!
Keputusan SBY-JK menaikkan harga BBM langsung memicu reaksi dari rakyat. Sesaat setelah keputusan anti-rakyat itu diambil SBY-JK pada Jumat (23/5) malam, rakyat langsung bersikap menolak kenaikan harga BBM. Salah satu upaya penolakan atas keputusan SBY-JK dilakukan FRONT PERJUANGAN RAKYAT (FPR) yang langsung melakukan aksi di Bilangan Salemba, Jakarta. Meski sempat mendapatkan pukulan, namun pada Jumat (23/5) malam itu juga FPR kembali menggelar aksi piket langsung di depan Istana Merdeka. Seperti halnya di Salemba, aksi di depan Istana Merdeka inipun mendapatkan pukulan dari SBY-JK yang menyebabkan 29 aktivis FPR harus mendekam dalam tahanan. Pasca penangkapan tersebut, FPR kembali menggelar aksi di depan Istana Presiden pada Sabtu (24/5) yang merupakan hari pertama pemberlakuan harga baru BBM.
Aksi penolakan yang fenomenal terjadi di Kampus Universitas Nasional (Unas), Pejaten Jakarta Timur. Aksi tersebut dimulai sejak Jumat (23/5) sore dan berlangsung hingga Sabtu (24/5) pagi. Dalam aksi tersebut, mahasiswa mendapatkan pukulan yang sangat keras dan brutal dari SBY-JK. Aparat kepolisian tidak hanya menghalau aksi, melainkan melakukan pengejaran, perusakan, penganiayaan, dan penangkapan terhadap 141 mahasiswa. Seolah sadar dengan akibat dari tindakan brutalnya di kampus Unas, kepolisian dari Polda Metro Jaya berusaha menutup-nutupi permasalahan inti; yakni kebijakan menaikkan harga BBM dari rejim anti-rakyat SBY-JK; dengan menonjol-nonjolkan masalah-masalah kriminal.
Tidak hanya itu, SBY-JK juga berusaha mengerdilkan gerakan menolak kenaikan BBM dengan membangun kesan seolah-olah protes-protes atas kenaikan harga BBM hanyalah kegelisahan mahasiswa dan memisahkannya dengan rakyat dan menyebarluaskan tuduhan tentang adanya tokoh-tokoh politik nasional di belakang aksi-aksi protes mahasiswa. Pengerdilan gerakan menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan dengan memisahkan mahasiswa dengan rakyat dan memunculkan propaganda tentang adanya kepentingan politik elit di belakang gerakan rakyat menolak kenaikan harga BBM adalah langkah utama SBY-JK untuk menindas kegelisahan rakyat.
Penindasan berikutnya dilakukan dengan menyebarkan dana Bantuan Langsung Tunai kepada 19 juta keluarga miskin di berbagai kota di Indonesia, sembari secara vulgar menitipkan “pesan politik” untuk melawan gerakan protes dan membelah kesatuan rakyat yang gelisah akibat kenaikan harga BBM. Selain BLT, pemerintah juga mengeluarkan himbauan kepada pengusaha untuk menambah biaya makan dan transportasi untuk buruh. Tidak berhenti di situ, penentangan keras dari kalangan mahasiswa atas kebijakan kenaikan harga BBM juga coba diredam dengan menggelontorkan dana bantuan mahasiswa yang rencananya akan dibagikan kepada 400 ribu mahasiswa miskin. Jumlah itu setara dengan 10 persen dari total mahasiswa yang aktif. Hampir sama dengan jumlah dana BLT, setiap mahasiswa direncanakan akan memperoleh dana sebesar Rp 500 ribu per-semester.
Penyuapan melalui BLT, kenaikan biaya makan dan transport, serta pembagian dana bantuan mahasiswa adalah bentuk-bentuk represifitas dalam arti penyeragaman pandangan di kalangan rakyat untuk tetap mendukung politik SBY-Kalla. Taktik ini dikombinasikan dengan pemukulan, kekerasan aparat, dan pemenjaraan aktivis yang melakukan aksi-aksi protes yang sesungguhnya memiliki tujuan yang sama; membungkam kritik. Tentu saja, tindakan-tindakan itu tidak dimaksudkan untuk menjawab kritik rakyat terhadap kebijakan yang menyengsarakan, melainkan upaya-upaya yang vulgar dan terarah untuk memecah-belah rakyat dan mengalihkan perhatian publik dari masalah kenaikan harga BBM ke masalah-masalah lain yang tidak pokok.
Kebijakan-kebijakan tersebut tidak pernah menjawab kekhawatiran buruh akan ancaman PHK, tidak juga menjawab kepentingan kaum tani atas lahan dan proteksi hasil pertanian, tidak pula menjawab kegelisahan kaum nelayan tradisional yang miskin, tidak pula menjawab kepentingan para pekerja sektor transportasi, tidak mengakhiri kegusaran Perempuan, khususnya ibu-ibu rumah tangga dari kalangan miskin, tidak akan menjawab kepentingan pemuda, pelajar, dan mahasiswa atas pendidikan murah dan lapangan kerja. Melalui BLT, himbauan penaikan uang makan dan transport, pembagian dana bantuan mahasiswa, serta kekerasan dan kriminalisasi terhadap gerakan protes menolak kenaikan harga BBM sesungguhnya menunjukkan ciri-ciri fasisme rejim SBY-JK. Menguatnya ciri-ciri ini merupakan sinyal bahaya bagi proses demokratisasi yang secara konsisten disuarakan rakyat sejak jatuhnya Soeharto.
Melalui kebijakan menaikkan harga BBM, SBY-JK juga sudah menunjukkan karakter aslinya sebagai rejim yang fasis, memaksakan kehendak, anti-demokrasi, anti rakyat dan bangsa, serta anti terhadap kepentingan nasional. Singkatnya, menaikkan harga BBM sesungguhnya semakin menguatkan kesimpulan rakyat bahwasanya SBY-JK adalah MUSUH PALING BESAR RAKYAT INDONESIA. Tidak ada pilihan bagi rakyat kecuali melawan kebijakan SBY-JK dengan kembali turun ke jalan menuntut pembatalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan menuntut diturunkannya harga-harga kebutuhan pokok. Tuntutan ini haruslah dikumandangkan secara lebih hebat dan teguh oleh seluruh rakyat di tengah banjir-bandang propaganda sesat rejim SBY-JK yang telah sekuat tenaga berupaya mengecilkan arti gerakan rakyat menolak kenaikan harga BBM dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan keji terhadap rakyat yang menolak kenaikan harga BBM.
Gelorakan Terus Gerakan Menuntut Pembatalan Kenaikan Harga BBM!
Tanpa bermaksud mengecilkan gerakan mahasiswa, namun kita bisa dengan jelas melihat bahwa upaya SBY-JK memukul aksi-aksi protes atas kenaikan harga BBM, secara sadar maupun tidak, telah diuntungkan oleh pola-pola aksi yang masih cenderung spontanitas, berbasiskan pada heroisme dan primordialisme sektor mahasiswa. Celakanya, sebagian dari gerakan ini tidak secara konkret terhubung dengan kegelisahan massa rakyat yang ditindas oleh kenaikan harga BBM. Tekanan politik, baik berupa tindakan kekerasan dan propaganda-propaganda sesat yang dikembangkan rejim SBY-JK terhadap gerakan mahasiswa justru menyebabkan gerakan mahasiswa terpojok dan terkucil dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Reaksi negatif terhadap gerakan mahasiswa tidak hanya berasal dari rejim SBY-JK dan aparatnya, melainkan juga dari pihak-pihak lain, seperti rektorat dan masyarakat awam, yang seharusnya mampu digalang untuk bersama-sama mengampanyekan penolakan kenaikan BBM.
Sebagai gerakan yang dihuni kalangan muda dengan kemampuan mobilitas yang cukup tinggi, harapan rakyat terhadap gerakan mahasiswa sesungguhnya masih belum sirna. Rakyat masih membutuhkan kampus sebagai panggung politik untuk menyuarakan tuntutan-tuntutan berikut kegelisahan-kegelisahannya. Akan tetapi, harapan-harapan ini akan lenyap bila gerakan mahasiswa tidak sanggup keluar dari sekat-sekat politik yang mengucilkannya. Harapan-harapan ini juga akan sirna bila gerakan mahasiswa tidak sanggup menata aksi-aksinya, melepaskan spontanitas dan primordialisme, dan konsisten menuntut pembatalan kenaikan harga BBM tanpa membuka ruang sedikit pun pada rejim untuk membelokkan aksi-aksi mahasiswa. Singkatnya, tantangan utama gerakan mahasiswa saat ini adalah menghadirkan kecerdasan politik dan intelektualitasnya dan keluar dari jebakan-jebakan politik yang ditaburkan rejim pada aksi-aksi mahasiswa serta melebur dengan gerakan rakyat untuk menyuarakan tuntutan yang sama; menuntut pembatalan kenaikan harga BBM.
Kita perlu menyadari bahwa kampanye menolak kenaikan harga BBM masih belum merata ke semua kalangan masyarakat. Hal ini tercermin dari konsentrasi gerakan penolakan kenaikan BBM yang cenderung menjadi gerakan massa perkotaan dengan tumpuan kekuatan utama, yakni kalangan pemuda-mahasiswa. Meskipun menyebar di berbagai tempat di Indonesia dengan keterlibatan elemen yang mulai meluas; buruh, tani, nelayan, Perempuan, dan lain-lain; akan tetapi gerakan menolak kenaikan harga BBM belum bisa dikatakan sebagai gerakan yang massif. Kelemahan inilah yang membuka ruang bagi rejim SBY-Kalla untuk memaksimalkan taktik BLT, bantuan mahasiswa, dan lain-lain untuk memecah-belah rakyat. Kelemahan ini perlu segera ditutup dengan mengobarkan kampanye-kampanye penolakan kenaikan harga BBM pada tingkat paling rendah.
Kita juga perlu menyadari bahwa kelemahan-kelemahan ini sesungguhnya menguntungkan SBY-JK. Ruang maneuver politik untuk mematahkan gerakan protes kenaikan harga BBM terbuka sangat luas. Dengan sokongan dana dan aparat kekerasan dan media, rejim SBY-JK sesungguhnya tidak hanya memiliki kekuatan untuk memberangus aksi dengan tindakan kekerasan, melainkan juga mengucilkan para pelaku gerakan dengan isu-isu yang tidak relevan dengan tuntutan. Karenanya, gerakan menolak atau menuntut pembatalan kenaikan harga BBM dan penurunan harga-harga sembilan bahan pokok semestinya disandarkan pada kepentingan pokok massa rakyat, khususnya buruh dan kaum tani, serta aspirasi utama dari rakyat miskin dan kaum marjinal baik di perkotaan dan maupun pedesaan.
Gerakan menuntut pembatalan kenaikan harga BBM harus mampu keluar dari sekat-sekat yang memisahkan kekuatan-kekuatan rakyat. Selubung-selubung primordialisme, sektarianisme, dan heroisme semu, dan berbagai pengotak-kotakan gerakan yang telah secara sadar maupun tidak disuburkan melalui aksi-aksi penolakan di masa lalu harus dibongkar. Kampanye-kampanye dengan menghubungkan diri secara langsung dengan kegelisahan dan protes-protes massa rakyat buruh, tani, miskin kota, perempuan, pemuda, pelajar dan mahasiswa perlu di tingkatkan di berbagai tempat pada berbagai tingkat. Seluruh rakyat harus mampu diajak bicara dan dibangkitkan kesadarannya tentang ancaman-ancaman akibat kenaikan harga BBM bagi hidup dan penghidupannya.
Oleh karenanya, gerakan tersebut haruslah dipandu dalam bangunan organisasi front rakyat yang tepat, yang bersandarkan pada kekuatan buruh dan tani, serta secara luwes bertalian erat dengan kaum miskin dan marjinal serta berbagai kalangan yang paling terkena akibat terburuk dari kenaikan BBM di perkotaan maupun pedesaan. Front harus menjadi panggung politik bagi rakyat untuk memaksa rejim SBY-JK mendengarkan secara langsung suara-suara dan tuntutan-tuntutan kaum buruh, tani, nelayan, buruh-buruh migran, sopir-sopir angkutan umum, perempuan, pemuda, pelajar dan mahasiswa serta kalangan-kalangan lain yang terkena dampak terburuk akibat kenaikan harga BBM.
Melalui front yang bersandarkan pada aliansi dasar kaum buruh dan petani, tuntutan-tuntutan pembatalan kenaikan harga BBM harus mampu dipadukan dengan tuntutan-tuntutan rakyat, seperti; tuntutan kenaikan upah bagi buruh, dijalankannya land-reform sejati dan perlindungan pasar pertanian bagi kaum tani, tuntutan subsidi dan jaminan kelangsungan produksi bagi nelayan dan pekerja angkutan, tuntutan-tuntutan kaum miskin kota tentang hak untuk mendapatkan perlindungan hidup dan kerja yang layak, tuntutan kaum perempuan untuk penghentian segala bentuk kekerasan, tuntutan-tuntutan pemuda, pelajar, dan mahasiswa untuk pendidikan murah dan lapangan kerja yang layak. Serta pemulihan kerusakan lingkungan dan pengurangan ancaman bencana ekologi akibat model pembangunan yang sesat yang akan menyebabkan proses pemiskinan rakyat lebih lanjut dan menghancurkan landasan kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang.
Persoalan kenaikan harga BBM sesungguhnya hanyalah puncak gunung es sesat pikir, salah urus dan kegagalan Rezim SBY-JK. Inilah puncak gunung es dari kebijakan rezim yang memihak kepentingan modal disatu sisi dan memusuhi rakyat di sisi lain. Inilah kebijakan politik-ekonomi yang dipandu kepentingan-kepentingan modal dan negara-negara imperialis baru, kebijakan politik-ekonomi dibawah sandera rezim hutang luar negeri. Fakta menunjukkan bahwa lembaga keuangan multinasional Bank Dunia menjadi sponsor kebijakan soal harga BBM ini. Dalam nota pinjaman melalui proyek Java-Bali Power Sector Restructuring & Strengthening, Bank Dunia akan memberi dukungan kepada pemerintah untuk melaksanakan penghapuskan subsidi secara bertahap melalui mekanisme penyesuaian harga bahan bakar secara otomatis. Kedua, mengembangkan mekanisme pengalihan subsidi diantaranya melalui BLT. Terakhir mendukung peningkatan kemampuan pemerintah untuk melakukan kampanye dan sosialisasi untuk mendongkrak penerimaan publik atas kebijakan penghapusan subsidi bahan bakar.
Karena itu menjadi salah satu tugas mendesak elemen termaju di kalangan gerakan rakyat untuk menjadikan ketidakpuasan rakyat atas kenaikan harga BBM sebagai ’pemicu’ perlawanan rakyat atas seluruh bangunan kebijakan rezim SBY-JK yang memusuhi rakyat. Kenaikan harga BBM hanya puncak gunung es dari kebijakan ekonomi politik yang memberi akses sebesar-besarnya bagi modal untuk menguasai tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Penguasaan modal atas sektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti energi, pangan dan air, serta jasa-jasa di bidang pendidikan dan kesehatan. Termasuk di dalamnya penghapusan segala bentuk subsidi dan proteksi terhadap sektor-sektor ekonomi yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak, perlindungan terhadap buruh (dengan mempertahankan kebijakan upah murah dan outsourcing), perlindungan terhadap petani dan buruh tani, perlindungan terhadap pelaku ekonomi menengah, kecil dan sektor informal, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Disisi lain kebijakan negara yang memberi subsidi dan proteksi terselubung kepada pemilik modal besar, seperti dalam kasus BLBI, seperti ’take over’ sebagian tanggung jawab perusahaan atas bencana lumpur Lapindo kepada pemerintah, keringanan pajak dan kemudahan investasi, serta pengabaian pemenuhan tanggung jawab sosial dan lingkungan hidup dari para pemodal.
Pada akhirnya dengan tetap menohok jantung kekuasaan SBY-JK serta mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari pertentangan elit borjuasi, gerakan ini haruslah berkobar di kantong-kantong kekuatan massa mana kaum buruh, tani, miskin kota, perempuan, pemuda dan pelajar, yakni kantong-kantong di mana massa berhimpun, bekerja, atau bertempat-tinggal. Sesungguhnya, kemenangan besar dari gerakan menolak kenaikan BBM terletak pada kesanggupan massa rakyat untuk bangkit, berhimpun dan berlawan sebagai jawaban utama rakyat atas seluruh krisis dan kesengsaraan yang ditaburkan semena-mena oleh SBY-JK. Perlawanan rakyat tidak saja semata-mata sebagai perjuangan sosial-ekonomi, tetapi secara bertahap haruslah mengarah kepada perjuangan politik untuk merebut sepenuhnya kedaulatan rakyat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya dari tangan kaum imperialis (penjajah modal) dan antek-anteknya.
Simak materi-materi propaganda lain di
BLOG BERITA FRONT PERJUANGAN RAKYAT
http://fprsatumei.wordpress.com/
F R O N T P E R J U A N G A N R A K Y A T
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Serikat Buruh Aspirasi Pekerja Indonesia (SB-API), Serikat Buruh Koas Eterna Jaya Industries (SBK-EJI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Gerakan Rakyat Indonesia (GRI), Arus Pelangi (AP), Serikat Becak Jakarta (SEBAJA), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gerakan Mahasiswa Keristen Indonesia (GMKI), Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia (HIKMAHBUDHI), Gerakan Mahasiswa Nasional Kerakyatan (GMNK), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Central Gerakan Mahasiswa Universitas Bung Karno (CGM-UBK), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Liga Pemuda Bekasi (LPB), Komite Pemuda Cengkareng (KPC), Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Forum Pemuda Kota Bekasi (FORDASI), Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), CPM, KPI, INFID, INDIES, LP3ES, MIGRANTCARE, UPC, UPLINK, LAPAM, PBHI Nasional, JATAM.
Senin, 02 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar