RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Sabtu, 14 Juni 2008

Imperialisme Amerika di Sektor Migas Indonesia (1)

Amerikanisasi BBM (artikel Revrisond Baswir)


Indonesia tampaknya benar-benar sedang menjadi sasaran empuk campur tangan Amerika. Ibarat adonan roti, melalui beberapa lembaga keuangan dan pendanaan internasional yang secara langsung dan tidak langsung berada di bawah kekuasaannya, Indonesia kini seperti sedang diremas-remas oleh Amerika untuk dibentuk menjadi donat atau roti keju.

Simak misalnya keributan di seputar kenaikan harga BBM yang terjadi belakangan. Jika ditelusuri ke belakang, boleh dikatakan hampir pada semua aspek perumusan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM ini, sarat dengan campur tangan Amerika.

Memang benar, kenaikan harga BBM bukan hal baru bagi Indonesia. Tetapi bila disimak motivasinya, kenaikan harga BBM yang terjadi belakangan, motivasinya jelas sangat berbeda dari motivasi kenaikan harga BBM yang terjadi pada masa sebelumnya.

Sebab itu, para pejabat pemerintah boleh saja mengemukakan 1001 alasan mengenai penyebab ‘terpaksa’ dinaikkannya harga BBM. Tetapi sesuai dengan UU Migas No. 22/2001, kenaikan harga BBM yang terjadi belakangan mustahil dapat dipisahkan dari tengah berlangsungnya apa yang disebut sebagai liberalisasi industri migas di negeri ini.

Artinya, berbeda dengan kenaikan harga BBM sebelum 2001, kenaikkan harga BBM yang terjadi belakang secara tegas digerakkan oleh motivasi untuk menghapuskan subsidi BBM dan melepaskan harga BBM sesuai dengan harga pasar internasional.

Pertanyaannya, mengapa industri migas harus diliberalisasikan, dan mengapa pula harga BBM harus disesuaikan dengan harga pasar internasional?

Jawabannya sangat sederhana. Sebagaimana dikemukakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, tujuannya antara lain adalah untuk merangsang masuknya investasi asing ke sektor hilir industri migas di sini.

Sebagaimana dikatakannya, “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas..... Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk,” (Kompas, 14 Mei 2003).
Karena diniatkan untuk mengundang masuknya investor asing, tidak aneh bila hampir semua aspek perumusan kebijakan pemerintah dalam melakukan liberalisasi industri migas dan menaikkan harga BBM, sarat dengan campur tangan asing, khususnya Amerika.
Simak, misalnya, pernyataan USAID (United States Agency for International Development), mengenai kegiatannya dalam reformasi sektor energi di Indonesia, “USAID has been the primary bilateral donor working on energy sector reform.…” Khusus mengenai penyusunan UU Migas, USAID secara terbuka menyatakan, “The ADB and USAID worked together on drafting a new oil and gas law in 2000,” (http://www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-013.html).

Berdasarkan kedua kutipan tersebut, dapat disaksikan betapa telah sangat jauhnya pihak asing, khsusunya Amerika, terlibat dalam penyusunan kebijakan industri migas di Indonesia. Selain itu, dapat disaksikan pula betapa telah sangat berkembangnya tradisi untuk menyerahkan penyusunan rancangan undang-undang (RUU) kepada pihak asing di negeri ini.

Sebagaimana diketahui, keterlibatan asing dalam penyusunan RUU tidak hanya dialami oleh UU Migas. Tetapi dialami pula oleh UU Kelistrikan, UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan beberapa produk perundang-undangan lainnya. RUU Kelistrikan disusunkan oleh Bank Dunia, sedangkan RUU BUMN disusunkan oleh Price Waterhouse Coopers.
Selanjutnya, khusus mengenai kenaikan harga BBM, simaklah pernyataan USAID mengenai keterlibatan Bank Dunia berikut, “Complementing USAID efforts, the World Bank has conducted comprehensive studies of the oil and gas sector, pricing policy, and provided assistance to the State electric company on financial and corporate restructuring.”

Dengan latar belakang seperti itu, mudah dimengerti bila dalam iklan layanan masyarakat yang diterbitkan pemerintah dalam rangka sosialisasi penghapusan subsidi BBM, ditemukan sebuah grafik yang berjudul “Kelompok terkaya menikmati subsidi BBM terbesar,” yang datanya ternyata berasal dari hasil studi Bank Dunia.
Bagaimana halnya dengan kajian dampak ekonomi kenaikan harga BBM? Sebagaimana terungkap dalam sebuah laporan yang berjudul “Kajian Dampak Ekonomi Kenaikan Harga BBM,” yang diterbitkan oleh Pusat Studi Energi, Departemen ESDM pada Desember 2001, kajian tersebut ternyata dibiayai oleh AUSAID (Australia Agency for International Development), melalui International Trade Strategies (ITS) Pte. Ltd., Australia.
Sesuai dengan informasi yang tersaji dalam kajian tersebut, kecuali harga premium yang pada 2001 dipandang sudah sesuai dengan harga pasar, pemerintah ternyata telah mengembangkan tiga skenario mengenai pelepasan harga BBM ke pasar.

Skenario pertama, semua harga BBM dilepaskan ke pasar pada 2004. Skenario kedua, harga diesel dan minyak bakar dilepas ke pasar pada 2004, sedangkan harga minyak tanah dan solar pada 2007. Skenario ketiga, harga diesel dan minyak bakar dilepaskan ke pasar pada 2004, solar pada 2007, dan minyak tanah pada 2010.
Jika ditanyakan mengenai siapa yang tengah harap-harap cemas menanti tuntasnya pelepasan harga BBM ke pasar itu, selain beberapa perusahaan migas domestik, sekali lagi di sini kita akan bertemu dengan beberapa perusahaan migas asing, termasuk dari Amerika.

Sebagaimana dikemukakan Direktur Jenderal Migas Departemen ESDM, Iin Arifin Takhyan, saat ini terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika).

Pertanyaannya, apakah para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ada sekarang ini akan membiarkan saja berlangsungnya proses Amerikanisasi BBM tersebut? Jawabannya, wallahu a’lam.

(Artikel Revrisond diatas disampaikan pada diskusi di Walhi termasuk seri artikel terkait sampai dengan seri 7, sdangkan seri 8 adalah tambahan pengelola blog ruang asa. Revrisond memberikan penekanan pada kalimat yang di tandai dengan penebalan-bold)

Dokuman Terkait :

Nekolim : Amerikanisasi BBM (1)
Amerikanisasi BBM : Revrisond Baswir

Nekolim : Amerikanisasi BBM (2)

Badan Pengatur Hilir Terbentuk Menjelang Liberalisasi Migas

Nekolim : Amerikanisasi BBM (3)
Diizinkan, Produsen BBM Non-Pertamina

Nekolim : Amerikanisasi BBM (4)
Mulai 2005 Harga BBM Diserahkan ke Pasar

Nekolim : Amerikanisasi BBM (5)
Aturan Main Distribusi BBM Swasta Selesai April

Nekolim : Amerikanisasi BBM (6)
Ramai-Ramai Jualan Bensin

Nekolim : Amerikanisasi BBM (7)
Dokumen Proyek Bantuan USAID Untuk Energy Sector Reform

Nekolim : Amerikanisasi BBM (8)

Pinjaman Bank Dunia Untuk Penghapusan Subsidi BBM

Tidak ada komentar: