RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Minggu, 03 Mei 2009

Siaran Pers "Sepekan Aksi Rakyat Melawan ADB"

PENGADILAN RAKYAT ASIA PASIFIK TERHADAP ASIAN DEVELOPMENT BANK (ADB) DI BALI-INDONESIA

Jakarta, 2 Mei 2009- Siaran Pers

Pengadilan Rakyat Asia Pasifik terhadap Asian Development Bank (ADB) berlangsung hari ini, Sabtu 2 Mei 2009 di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia. Pengadilan yang akan berlangsung selama 2 hari merupakan bagian dari Sepekan Aksi Rakyat menentang Bank Pembangunan Asia (*Asian Development Bank*). Dalam pembukaan Direktur Eksekutif INFID Don Marut menyatakan keberadaan ADB di Indonesia justru menambah beban hutang dan memiskinkan rakyat.

Salah seorang pejuang HAM Indonesia yang juga Koordinator dari Urban Poor Consortium (UPC) Wardah Hafidz menjadi hakim dari Pengadilan Rakyat Asia Pasifik ini. Juri terdiri dari mantan anggota KOMNAS HAM Zumrotin Susilo, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Abdon Nababan, Lembaga Informasi dan Advokasi Sosial (LIMAS) Bali I Wayan Tirja Nugraha dan Anggota Parlemen *Gabriela Women’s Partylist *Philipina Liza Maza. Pembela para korban Antarini Arna dari Yayasan Pemantau Hak Anak, Jobert Pahilga (*International Association of Peoples’ Lawyers*), Rey Cortez dari *National Union of Peoples’ Lawyers*, Iwan Kurniawan dan Wisnu Broto dari Serikat Pengacara Hukum Progresif.

Pada tanggal 28 April 2009, Asian Development Bank dan Pemerintah Indonesia telah mendapat panggilan dari hakim Wardah Hafidz untuk menghadiri persidangan dan menanggapi tuntutan, namun hingga pengadilan hari ini usai, tidak satupun pejabat ADB dan Pemerintah Indonesia yang hadir.

Pada hari pertama persidangan, saksi-saksi yang diajukan adalah Sonny Afrika (peneliti ekonomi-politik dari IBON Philipina) yang mengungkapkan secara makro dampak kebijakan ADB yang ternyata makin membuat negara-negara di Asia Pasifik menjadi under development (tetap terbelakang) . ADB juga menjadi perpanjangan tangan *policy conditionalities* dari IMF dan World Bank.

Dian Kartika saksi ahli dari INFID berkata “ADB telah memainkan peran politik dalam negara mulai dari perencanaan dan anggaran pembangunan negara, membentuk atau membubarkan badan-badan negara semisal merger BPKP dengan BPK serta pembuatan undang-undang yang lebih menguntungkan ADB sebagai kreditor”.

Anuj Sitoula (dari Federasi Pengguna Air dan Energi) menyatakan proyek Kaligandaki Hydropower dan Melamchi di Nepal telah melanggar Hak Asasi Manusia khususnya Hak Masyarakat Adat dengan hilangnya tanah-tanah adat, menurunnya produksi pertanian dan hilangnya lapangan pekerjaan. Proyek tersebut sebenarnya bertentangan dengan *safeguard policy* Asian Development Bank.

Dalam kesaksiannya petani dari Bengkulu Hari Pratono, menyatakan bahwa mereka korban dari kegagalan proyek ADB. Hari dan kawan-kawannya menganggap ADB sebagai rentenir yang membungakan uang sampai 18 %. Pada tahun 1992 hanya memiliki hutang Rp. 2.6 juta tapi setelah krisis hutang membengkak menjadi Rp. 8 juta, sementara produksi tanaman karet mereka sangat rendah.

Retno Paquita, aktivis buruh migran Indonesia yang pernah menjadi korban perdagangan orang (*trafficking* ) dan anggota dari Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) bersaksi bahwa bantuan teknis ADB dalam pengelolaan * remittance* telah mendorong pemerintah Indonesia melakukan mobilisasi untuk mengekspor buruh migran, dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak memiliki perspektif perlindungan.

Pengadilan Rakyat terhadap Bank Pembangunan Asia merupakan pengadilan opini internasional yang independent dan mengikuti konsep Pengadilan Rakyat Permanen (*Permanent Peoples’ Tribunal* yang didirikan tahun 1979 oleh Senator Lelio Baso dari Itali untuk mengisi kekurangan-kekurang an moral dan politik atas instrumen-instrumen negara dalam menegakkan keadilan. *Permanent Peoples’ Tribunal* merupakan perkembangan dari *“International Foundation for Rights and Liberations of People”* yang didirikan tahun 1976.

Esok, pengadilan akan dilanjutkan guna mendengar keterangan saksi-saksi dari sektor lain dan keputusan hakim terhadap Asian Development Bank, Pemerintah Indonesia, berikut Pemerintah Amerika dan Pemerintah Jepang sebagai pemegang saham terbesar Asian Development Bank ADB.

Tim Media Center

Sepekan Aksi Rakyat Melawan ADB



Benhard Nababan : 081387358359

Wahyu Susilo : 08129307964

Syamsul Ardiansyah : 081315912363

Tidak ada komentar: