RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Kamis, 19 Maret 2009

Adab, Bukan Adab; Sastra, Bukan Sastra?

Sastra dan Peradaban (2)
Catatan Lepas Dari Diskusi Sastra dan Pemberadaban yang diselenggarakan Bale Sastra Kecapi, Kompas dan Bentara Budaya

Dalam diskusi di Bentara Budaya ini Thamrin sempat berbagi kehadirannya pada satu seminar mengenai Pancasila, dimana ia mengusulkan untuk menjawab tantangan jaman dan menjadikannya lebih kontekstual maka bisa saja urutan sila-sila di rubah. Ia mengusulkan urutan sila-sila terkait sebagai berikut : kemanusiaan, keadilan sosial, demokrasi, baru persatuan dan terakhir keTuhanan. Ia mengingatkan soal kekejaman di Aceh, Timor Leste, Papua yang berpangkal pada tafsir persatuan yang ngawur, juga tafsir agama yang menghasilkan kekerasan-kekerasan dan konflik-konflik keras bermotif agama.

Bagi saya inilah penjelasan yang paling tepat tentang pilihan pada religiositas bukan agama. Sebagai gerak akal, budi, rasa, nurani untuk mewujudkan kemanusiaan dan sekaligus keadilan sosial. Persoalan religiositas sebagai gerak vertikal manusia dan Penciptanya bukan semata-mata atau bahkan tidak berarti apa-apa tanpa peluberan ke bumi, tanpa wujud sebagai kasih kepada sesama. Demikian esensi dari agama manapun, sebagai sebuah perjalanan sebuah misi menuju pembebasan, kemanusiaan dan keadilan.

Karena itu saya masih melihat relevansi simpulan “Pada Awal Mula Segala Sastra adalah Religius”. Dengan demikian saya meyakini religiositas sebagai sebuah karya sastra yang baik atau dalam konteks diskusi ini sebagai jalan pemberadaban, Religiositas bisa bekerja tanpa keyakinan agama apapun, bahkan bisa jadi tanpa tuhan manapun, sepanjang manusia mewujudkan panggilan nuraninya untuk kemanusiaan dan keadilan.

Bila diskusi ini membahas Sastra dan Peradaban maka pemberadaban yang dimaksud menyasar masyarakatt atau tatanan masyarakat dimana kemanusiaan dan keadilan menjadi wujud.

selanjutnya

Tidak ada komentar: