PERNYATAAN SIKAP BERSAMA
Terhadap Aksi Kekerasan dan Premanisme yang Dilakukan
oleh Aparat Kepolisian kepada Gerakan Pro Demokrasi
dan HAM di Kendari – Sultra, 26-27 Maret 2008
Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI), Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (KontraS),
Solidaritas Perempuan (SP), UPLINK, HRWG
Tindakan repressif, kembali diperlihatkan oleh aparat
Kepolisian, didalam menghadapi aksi yang dilakukan
oleh kelompok pro demokrasi di Indonesia. Pada tanggal
27 Maret 2008, aparat kepolisian dari Polresta
Kendari melakukan tindakan brutal kepada mahasiswa,
yang melakukan unjuk rasa mengecam tindakan premanisme
yang dilakukan oleh Walikota Kendari terhadap Pedagang
Kaki Lima, Petani, Nelayan, Buruh, Miskin Kota dan
Aktifis pro Demokrasi dan HAM di Kendari yang
mengakibatkan sedikitnya 8 orang Mahasiswa ditangkap
di Mapolresta Kendari dan 30 orang mengalami luka-luka
dan dibawa ke RS.
Unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa di Kendari,
merupakan bentuk solidaritas terhadap terhadap
premanisme yang selalu dijadikan sebagai alat yang
paling ampuh bagi penguasa untuk membungkam suara
kritis yang disampaikan oleh rakyat, khususnya
pedagang kaki lima yang menjadi korban penggusuran
dari kebijakan pemerintah kota Kendari. Premanisme
yang dilakukan oleh Walikota Kendari dan Pemkot
Kendari terhadap Pedagang Kaki Lima, Petani, Nelayan,
Buruh, Miskin Kota dan Aktifis pro Demokrasi dan HAM
di Kendari pada tanggal 26 Maret 2007, mengakibatkan
sedikitnya 3 orang mengalami luka-luka.
Karenanya, kami mengecam tindakan kekerasan dan aksi
brutal yang dilakukan oleh aparat Kepolisian kota
Kendari dengan menembak, melakukan sweeping dan
menangkap mahasiswa, dan kami juga menyesalkan upaya
pembiaran aksi premanisme yang dilakukan oleh
Walikota Kendari terhadap aksi massa yang menentang
penggusuran terhadap pedagang kaki lima satu hari
sebelumnya. Upaya dengan sengaja melakukan pembiaran
terhadap pelanggaran hak asasi manusia (by ommission)
inilah yang kemudian menjadi pemicu dari marahnya
mahasiswa melihat aksi premanisme terus dipertontonkan
oleh pemerintah kota Kendari.
Kami menilai bahwa penanganan repressif terhadap
mahasiswa yang melakukan unjuk rasa, sebagai perbuatan
melawan hukum, penggunaan kekuasaan secara berlebihan
(excessive use of power) dan menciderai upaya
membangun gerakan pro demokrasi dan penegakan hak
asasi manusia di Indonesia sebagaimana yang terdapat
didalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, baik
hak ekonomi, social dan budaya (ekosob), maupun hak
sipil dan politik (sipol).
Kami dari organisasi Pro Demokrasi dan Hak Asasi
Manusia menyatakan sikap sebagai berikut: Pertama,
Menolak praktek penggusuran terhadap masyarakat di
Sulawesi Tenggara dan dimanapun. Kedua, Meminta
Polisi, terutama dari Mabes Polri, segera melakukan
usaha penegakan hukum secara profesional dan tidak
berpihak terutama terhadap para preman dan polisi yang
melakukan penyerangan terhadap peserta Kongres SHI,
mahasiswa serta masyarakat. Selain itu kami meminta
Walikota, yang menggunakan Kekerasan dalam
kepemimpinan daerah, diberhentikan demi kelancaran
proses hukum oleh Kepolisian. Ketiga, kami juga
meminta agar Polisi setempat tetap harus hadir
ditengah masyarakat untuk menjaga keamanan agar
kekerasan tidak meluas dan berulang. Keempat, Kami
meminta Pemerintah Daerah Menanggung biaya semua
korban dan kerugian yang terjadi akibat praktek
kekerasan dalam 3 hari terakhir.
Jakarta, 28 Maret 2008
Kontak : Khalisah Khalid (SHI) 081311187498
Nomor Fax Penting untuk surat protes dan tekanan :
1.Gubernur Sultra Nur Alam, SE: 0401-391603
2.Kapolda Sultra Brigjend Djoko Satrio: 0401-390047
HP: 0811-401975
3.Kapolresta Kendari: 0401-396521
4.Walikota Kendari Ir. Asrun M.Eng: 0401-323593
5.Kapolri : Tlp (021) 7260306 fax (021) 7207277
6.Komnas HAM : Telp (021)3925230 fax (021) 3925227
7.Menkopolkam : telp (021) 3848453 fax (021) 3450918
Kronologi
Penyerangan Terhadap Peserta Deklarasi dan Konferensi
Wilayah
Ormas Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sulawesi Tenggara
di Kota Kendari
Aliansi Rakyat Tolak Penggusuran Kendari
Hari I:
Rabu, 26/3/2008
Jam 09.00-09.45
Sekitar 800 orang massa aksi peserta Deklarasi dan
Konfrensi Wilayah I Sarekat Hijau Indonesia (SHI)
berkumpul di lapangan Eks MTQ Kendari di Jalan
Balaikota (depan kantor Walikota Kendari dan DPRD
Propinsi Sultra). Massa berasal dari berbagai
kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara, di antaranya;
Kota Kendari, Kab. Konawe, Kab. Konawe Selatan, Kab.
Konawe Utara, Kab. Muna, dan Kab. Bombana. Terdiri
dari komunitas dan serikat-serikat rakyat dari elemen
gerakan perempuan, buruh, petani, kaum miskin
perkotaan, pedagang kaki lima (PKL), mahasiswa serta
LSM. Selain itu, undangan Deklarasi dari organisasi
nasional seperti: WALHI, KPA dan Pengurus Pusat SHI
(PP SHI) hadir bergabung dengan massa aksi.
09.45 – 10.00
Panitia memandu jalannya acara Deklarasi dengan
menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya kegiatan
Deklarasi Ormas SHI Sultra.
10.00-12.00
Dipandu oleh MC, pimpinan-pimpinan organisasi nasional
menyampaikan orasi dan pesan solidaritas terkait
dengan kegiatan Deklarasi. Orasi pertama disampaikan
oleh Usep Setiawan (Sekjend Konsorsium Pembaruan
Agraria). Orasi kedua oleh Charilsyah (Ketua Majelis
Perwakilan SHI). Selanjutnya, Andreas Iswinarto
(Sekjend Pimpinan Pusat SHI). Dan yang terakhir orasi
politik oleh Chalid Muhammad (Direktur Eksekutif
Nasional WALHI).
12.00-12.05
Panitia menyampaikan kepada massa aksi bahwa kegiatan
Deklarasi akan diakhiri dengan reli menuju kantor
Walikota Kendari. Tujuannya untuk menyampaikan
solidaritas kepada para PKL korban penggusuran oleh
Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari. Sebagai informasi,
sudah sekitar 2 minggu sebelum acara Deklarasi, Komite
Persiapan SHI (KP SHI) Sultra secara rutin menggelar
aksi-aksi massa bersama aliansi PKL dan gerakan
mahasiswa menentang penggusuran PKL di Kota Kendari.
Aksi ditujukan di kantor DPRD Kota Kendari maupun
kantor Walikota. Jarak lokasi dengan kantor Walikota
sekitar 500 meter.
12.05-12.20
Massa bersiap-siap mengatur barisan aksi reli.
Sementara mobil komando dan sound system disiapkan.
12.20-12.25
Massa star dari lokasi Deklarasi menuju jalan raya
Balai Kota.
12.25-12.40
Massa aksi tiba di depan pintu gerbang kantor
Walikota. Terjadi aksi dorong-dorongan dengan aparat
pegawai Pemkot Kendari yang menghalangi massa aksi
masuk ke halaman kantor Walikota. Situasi sedikit
memanas. Korlap aksi menenangkan massa aksi. Terlihat
sekitar 50-an orang kelompok preman yang selama ini
diidentifikasi menjadi massa bayaran oleh Walikota
Kendari untuk menghadapi aksi-aksi PKL bersama
mahasiswa dan gerakan sosial lainnya. Kelompok ini
bergabung menghalang-halangi massa aksi masuk dalam
gedung. Setelah negosiasi, akhirnya massa aksi
dipersilahkan masuk ke halaman kantor Walikota
Kendari.
12.40-12.50
Massa aksi tiba di depan pintu masuk utama kantor
Walikota. Korlap dan Wakorlap aksi menyampaikan orasi
dan pesan solidaritas terkait dengan kebijakan Pemkot
menggusur PKL Kota Kendari (khususnya di wilayah Pasar
Andonohu, Pasar Baru Wua-Wua, Pasar Sentral Kota,
Pasar Baruga, PKL Kadia, serta PKL di emperan-emperan
toko di sepanjang jalan utama kota)
12.50-13.00
Massa aksi meninggalkan halaman kantor Walikota.
Korlap aksi menyampaikan agar massa aksi tetap
berbaris secara damai saat keluar dari halaman kantor.
Massa mengikuti dengan tertib dan damai sembari terus
meneriakkan yel-yel: Rakyat Bersatu Tolak Penggusuran;
Bersama Bersatu Lawan Penindasan; Tanah untuk Rakyat;
Bersatu, Bersarikat, Berlawan Tolak Kekerasan.
13.00-13.15
Massa aksi keluar meninggalkan kantor Walikota dikawal
oleh sekitar 30-an aparat polisi berpakaian dinas
maupun anggota Intelkam Polresta Kendari. Tiba-tiba
salah satu peserta aksi yang berbaris dibagian
belakang, Sdr. Mastri Susilo Direktur Eksekutif LePMIL
Sultra (33) dipukul dan dikeroyok oleh sekitar 5 orang
dari kelompok preman. Selain itu, mereka juga
mengeroyok Sdr. Andreas Iswinarto, Sekjend PP SHI (42)
yang berada di depan Sdr. Mastri Susilo. Andreas
dipukul karena mencoba melerai dan menolong Sdr.
Mastri. Andreas dan Mastri mengalami luka-luka berupa
memar dan lebam dibagian wajah dan tubuh akibat
ditendang dan dipukul. Korban lainnya, Sari (13)
masyarakat petani dari kawasan Taman Hutan Rakyat
(Tahura) Murhum Kota Kendari, luka dibagian kepala
terkena lemparan batu. Akibat lemparan kepala korban
mengalami pendarahan.
13.15-13.35
Melihat Mastri dan Andreas dikeroyok, massa aksi
spontan berbalik arah dan membantu keduanya.
Sementara, sekitar seratusan pegawai dan preman
bayaran berhamburan keluar kantor Walikota. Mereka
membantu menyerang massa aksi dengan melempar batu ke
arah massa aksi. Batu ini diduga telah disiapkan
sebelumnya. Sebab, di lokasi tak ada batu seperti yang
digunakan para penyerang. Lalu para penyerang mengejar
massa aksi dengan menghunus senjata tajam (sajam)
berupa parang dan pisau (badik). Ada sekitar 15 orang
yang terlihat memegang senjata tajam. Karena dilempar
batu dan dikejar dengan menggunakan sajam, massa aksi
berlarian menuju lapangan Eks MTQ. Para penyerang
terus mengejar massa aksi. Peserta aksi yang mayoritas
ibu-ibu dan mahasiswi banyak yang terjatuh dan
terinjak-injak para penyerang. Terdengar tembakan yang
dikeluarkan oleh puluhan anggota polisi di tengah
penyerangan. Korban lainnya, Sdr. Alimuddin Direktur
Eksekutif SWAMI Muna (38) juga dikeroyok oleh sekitar
10 orang penyerang. 1 orang yang teridentifikasi
adalah Kepala Dinas Kebersihan Pemkot Kendari, Sdr.
Agus Salim. Alimuddin dianiaya hingga terjatuh di
aspal. Penyerang terus mengejar massa aksi hingga di
lapangan Eks MTQ.
13.35-14.00
Massa aksi kembali merapikan barisan di lapangan Eks
MTQ. Tim evakuasi aksi membawa para korban yang
dikeroyok maupun yang terinjak-injak ke Rumah Sakit
KOREM Wirabuana Kendari yang berjarak 500 meter dari
lapangan Eks MTQ.
14.00-14.20
Delegasi massa aksi terdiri dari wakil-wakil setiap
organ peserta Deklarasi yang berjumlah 10 orang
kembali mendatangi kantor Walikota untuk memprotes
tindakan kekerasan, serta menanyakan kawan-kawan
peserta aksi yang masih terkurung dalam area kantor
Walikota. Di belakang delegasi, menyusul barisan massa
mahasiswa dari Fakultas Teknik Universitas Haluoleo
(Unhalu) Kendari. Jumlahnya sekitar 50-an orang. Massa
mahasiswa dan delegasi kembali bersitegang dengan
aparat polisi, pegawai Pemkot, dan petugas Polisi
Pamong Praja (Pol PP) Kota Kendari yang menghadang
massa aksi di depan gerbang kantor Walikota. Terjadi
aksi saling dorong antara massa mahasiswa dan aparat
polisi, pegawai Pemkot dan Pol PP. Mahasiswa
menyampaikan protes keras, sebab banyak kawan-kawan
mahasiswa dan peserta Deklarasi yang terkena lemparan
batu dan pukulan hingga masuk Rumah Sakit.
14.20-14.40
Pimpinan-pimpinan massa aksi melakukan konfrensi pers
bersama mengecam keras atas tindakan penyerangan dan
penyerbuan. Selain menyerukan agar supaya massa tetap
solid dan tidak terpengaruh dengan aksi penyerangan.
14.40-15.00
Massa aksi meninggalkan arena Deklarasi. Peserta dari
luar Kota Kendari kembali ke daerah masing-masing.
Sementara sekitar 200 peserta Konfrensi Wilayah I SHI
Sultra menuju arena Konfrensi di Gedung LPMP Kota
Kendari.
22.00-23.00
Hasil rapat bersama elemen-elemen gerakan mahasiswa
Kendari bersepakat untuk menggelar aksi damai pada
hari Kamis (27/3) sebagai bentuk protes atas tindakan
penyerangan.
Hari II:
Kamis, 28/3/2008
09.00-09.30
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Haluoelo
(Unhalu) berkumpul di Kampus Lama Kemaraya Kendari.
Jumlahnya sekitar 100 orang. Massa menuju lapangan Eks
MTQ Kendari.
09.30-10.00
Sekitar 400-an mahasiswa dari berbagai Fakultas di
Unhalu berkumpul di depan Gerbang Kampus Baru Unhalu
di Jalan HEA. Mokodompit, Kambu Kota Kendari. Mereka
lalu longmarch menuju lapangan Eks MTQ di Jalan
Balaikota. Bergabung dengan massa mahasiswa Fakultas
Teknik.
10.00-10.10
Mahasiwa melakukan diskusi singkat dan pengarahan
terkait rencana strategi aksi.
10.10-10.25
Massa mahasiswa melakukan longmarch menuju kantor
Walikota. Jaraknya sekitar 500 meter dari lapangan Eks
MTQ Kendari.
10.25-10.35
Massa mahasiswa di depan pintu gerbang kantor Walikota
saat hendak masuk. Massa dihalangi oleh aparat polisi
dari Polresta Kendari. Jumlah aparat sekitar 30 orang.
Terlihat sejumlah aparat polisi dari Intelkam Polresta
Kendari. Jumlahnya sekitar 15 orang berada di sekitar
massa mahasiswa.
10.35-10.45
Di depan pintu gerbang terjadi negoisasi antara
pimpinan-pimpinan mahasiswa dengan Kasat Intelkam
Polresta, AKP Bambang. Mahasiswa meminta dipertemukan
untuk dialog dengan Walikota Kendari. Kasat Intelkam
setuju. Massa mahasiswa mempersiapkan diri.
10.45-10.50
Saat massa mahasiswa hendak masuk ke dalam halaman
kantor Waalikota untuk dialog, tiba-tiba ada provokasi
terhadap massa aksi berupa lemparan batu oleh orang
tak kenal kearah aparat polisi yang berjaga di depan
pintu gerbang. Provokasi ini menyebabkan aparat polisi
mulai melakukan pemukulan terhadap massa mahasiswa
yang berada di baris terdepan. Massa mahasiswa mundur
dan bertahan dengan alat-alat perlengkapan aksi yang
dibawa (tiang bendera dan spanduk).
10.50-12.30
Aparat polisi mengejar massa mahasiswa dan terus
memukul dengan menggunakan tongkat. Mahasiswa
berlarian mundur sembari tetap merapikan barisan aksi
di depan kantor Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sultra
yang berjarak sekitar 350 meter dari pintu gerbang
kantor Walikota. Polisi melepaskan gas air mata serta
tembakan ke udara berkali-kali untuk membubarkan massa
mahasiswa. Polisi terus mengejar massa mahasiswa.
Mahasiswa mundur hingga ke belakang lapangan Eks MTQ.
Beberapa mahasiswa yang berlarian di sekitar kantor
Walikota (terlepas dari massa aksi) dipukuli oleh
pegawai Pemkot Kendari. 7 orang mahasiswa ditangkap
dalam pengejaran ini lalu di tahan di Mapolsekta
Mandonga. Beberapa saat kemudian ketujuh mahasiswa di
pindahkan di Mapolresta Kendari. Kedelapan mahasiswa
tersebut adalah:
1. Aswan (20) Fakultas Hukum angkatan 2007
2. Radjab (23) FISIPOL angkatan 2002
3. Oko (21) Fakultas Teknik angkatan 2007
4. Irwan (23) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
angkatan 2004
5. Larompo Awal (23) FISIPOL angkatan 2004
6. Lafirman (21) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
angkatan 2006
7. Al Abzhar (27) Fakultas Pertanian angkatan 1999
8. Kubais (24) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
angkatan 2001
Rata-rata kedelapan mahasiswa mengalami penganiayaan
saat ditangkap. Pada bagian wajah lebam dan berdarah.
Sementara di bagian dada dan punggung terdapat
bekas-bekas pukulan dan tendangan. Khusus korban Al
Abzhar, mengalami bocor di bagian kepala dan memar di
sekujur tubuh. Dia dirawat di Poliklinik Polresta
Kendari.
12.30-13.00
Massa mahasiswa yang kocar-kacir dikejar aparat polisi
dan pegawai Pemkot lalu naik menumpang truk dan
angkutan umum yang lewat di belakang lapangan Eks MTQ,
Jalan Supu Yusuf. Di kampus mahasiswa melakukan
konsolidasi kembali.
13.00-14.00
Ratusan mahasiswa melakukan orasi-orasi dan
penggalangan solidaritas atas aksi represif aparat
polisi dan pegawai Pemkot Kendari sebelumnya. Aksi
dipusatkan di depan gerbang I Kampus Baru Unhalu.
14.00-14.15
Sebagian massa mahasiswa masuk ke dalam kampus dan
berkumpul di halaman gedung Rektorat yang digunakan
sebagai Posko informasi bersama.
14.15-14.30
Sekitar 20-an anggota Buru Sergap (Buser) Polresta
Kendari masuk ke dalam kampus dan langsung menyerang
mahasiswa yang terkonsentrasi di gedung Rektorat.
Mereka membawa senjata tajam (sajam) berupa parang dan
pisau (badik); benda tumpul linggis dan balok kayu;
serta membawa senjata api (senpi) jenis pistol colt.
Berkali-kali mereka menembak mahasiswa yang membuat
banyak mahasiswa kaget dan berhamburan menyelamatkan
diri. Pasukan BUSER menguasai gedung Rektorat. Saat
kejadian Rektor Unhalu, Prof. Mahmud Hamundu, MSc
tidak berada ditempat.
14.30-16.15
Mahasiswa yang hendak menuju gedung Rektorat yang
umumnya tidak terkait dengan aksi di kantor Walikota,
serta yang mau mengurus kebutuhan akademik dikejar dan
dipukuli oleh BUSER. Banyak yang luka-luka. Melihat
kondisi itu, puluhan mahasiswa berusaha mengambil alih
kembali gedung Rektorat. Terjadi aksi saling melempar
antara BUSER dan mahasiswa. Terdengar berkali-kali
suara tembakan yang dilepaskan ke atas dan kearah
kerumunan mahasiswa. Satu orang mahasiswa dari
Fakultas Ekonomi Unhalu (nama belum diketahui) terkena
tembakan peluru tajam pada bagian paha atas. Korban
dilarikan ke RSUD Propinsi Sultra oleh mahasiswa.
Mengetahui ada mahasiswa tertembak, BUSER meninggalkan
gedung Rektorat menuju pintu I kampus.
16.15-16.45
Mahasiswa berhasil menguasai gedung Rektorat.
16.45-17.40
Datang aparat polisi gabungan dari Satuan Pengendali
Massa (Dalmas); BRIMOB dan BUSER serta Intelkam.
Mereka menggunakan 3 unit truk Dalmas, 2 unit mobil
patroli pickup; 2 unit mobil patroli jenis Kijang; 20
unit motor patroli jenis trail; serta 1 unit mobil
watercanon. Mereka langsung masuk mengepung dan
melakukan teror di dalam kampus. Di dalam kampus,
aparat gabungan ini melakukan tindakan kekerasan
berupa:
1. Memukul siapa saja mahasiswa dan staf Rektorat yang
ditemui berada di sekitar gedung Rektorat.
2. Menghancurkan kaca-kaca di gedung Rektorat
3. Merusak kendaraan motor dan mobil mahasiswa maupun
staf Rektorat yang diparkir di halaman gedung Rektorat
4. Melepaskan tembakan berkali-kali
Tindakan di atas membuat mahasiswa yang berada di
dalam kampus, khususnya yang berada di gedung Rektorat
menjadi panik dan berhamburan menyelamatkan diri.
Setidaknya 30-an mahasiswa mengalami luka serius
(kepala bocor, wajah bengkak dan lebam), serta luka
ringan. Salah satu korban yang mengalami luka serius,
Zuhdi Mulkian Presiden Mahasiswa Unhalu.
Adapun nama-nama korban yang teridentifikasi hingga
hari Jumat (28/3) pukul 03.00 Wita yaitu:
1. Herman (26) Fakulltas Ekonomi angkatan 2000
2. Muhammad Fahri (22) Fakultas Teknik angkatan 2003
3. La Sara La Indi (23) Fakultas Teknik angkatan 2006
4. Wahid (26) Fakultas Ekonomi angkatan 2000
5. Hairil (19) AMIK Yapennas angkatan 2006
6. Ali (19) Fakultas Teknik angkatan 2007
7. M. As’ad (20) Fakultas Teknik angkatan 2007
Dan lain-lain yang masih tersebar di beberapa Rumah
Sakit yang ada di Kota Kendari di antaranya RSUD.
Propinsi SULTRA, RS. Bhayangkara, RS. Korem, dan RS.
Prayoga.
17.40-18.00
Aparat gabungan bergerak meninggalkan kampus. Di depan
kampus mereka melakukan sweeping dan pemukulan pada
siapa saja mahasiswa yang ditemui.
18.00-24.00
Suasana masih sangat mencekam. Aparat melakukan
sweeping dan pencarian terhadap beberapa pimpinan
lembaga kemahasiswaan yang dianggap terlibat aksi di
depan Kantor Walikota pada siang hari tadi (selesai).
Lembaga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak
Penggusuran Kendari:
WALHI Sultra, FITRA SIJAR Sultra, LEPMIL, HMI
Perjuangan Cab.Kendari, SULUH Indonesia, UPLINK, KPI,
ALPEN, LMND, YPSHK, KBM-UNHALU, KOMDES, SRMK, SHI
SULTRA, JKPPR, FMPR, SUWAKA, Yasinta
Kontak:
1. L.M. Taslim Zuhri : 081398222338;Email:
shisultra@gmail.com
2. Arief Rahman : 0816247756;Email:
sultra@walhi.or.id
Sabtu, 29 Maret 2008
Kamis, 20 Maret 2008
Penemuan Ideologi adalah Kerja Kolektif
Seri Ideologi dan Gerakan Lingkungan (Bagian 3)
Jujur saja sampe saat saya pun belum yakin mampu menangkap dan memahami binatang apa ideologi itu, memahami nasrasi-narasi besar ideologi yang berkembang dalam sejarah, apalagi berpikir dan bertindak ‘ideologis’ secara utuh, mendalam dan menyeluruh. Baru dalam proses pembelajaran pemula – buktinya masih merasa perlu dan getol membaca marxisme untuk pemula, anti kapitalisme untuk pemula, atau materi pendidikan green student movement : Menjadi Environmentalis Itu Mudah, Perjuangan Hizbullah untuk pemula.
Barangkali masalahnya adalah banyak orang terjebak membayangkan rimba persilatan para pemikir besar dunia, filosof sepanjang abad, atau para teoritisi politik kakap. Sehingga ideologi itu dianggap sesuatu yang sangat berat, rumit, ketat dan melangit. Padahal ada sisi ideologi dalam tataran yang lebih populer, aplikatif , riang dan praktis, bukan semata-mata dalam kemewahan, keruwetan dunia teoritik dan akademik.
Michael Freeden seorang teoritikus politik yang disegani mengawali monograf terakhirnya tentang bagaimana para pakar membicarakan definisi ideology dengan semangat memberat.
“Selama lebih setengah abad ini, konsep ideology muncul sebagai salah satu ide politik yang paling rumit dan mengundang perdebatan. Ide ini mencolok dalam diskusi pada jenjang-jenjang yang tampaknya tidak saling bersinggungan, usaha untuk menyusun fenomena yang tak berkaitan dan mengakibatkan kerancuan di kalangan akademisi dan pengamat politik……….”
selanjutnya
Jujur saja sampe saat saya pun belum yakin mampu menangkap dan memahami binatang apa ideologi itu, memahami nasrasi-narasi besar ideologi yang berkembang dalam sejarah, apalagi berpikir dan bertindak ‘ideologis’ secara utuh, mendalam dan menyeluruh. Baru dalam proses pembelajaran pemula – buktinya masih merasa perlu dan getol membaca marxisme untuk pemula, anti kapitalisme untuk pemula, atau materi pendidikan green student movement : Menjadi Environmentalis Itu Mudah, Perjuangan Hizbullah untuk pemula.
Barangkali masalahnya adalah banyak orang terjebak membayangkan rimba persilatan para pemikir besar dunia, filosof sepanjang abad, atau para teoritisi politik kakap. Sehingga ideologi itu dianggap sesuatu yang sangat berat, rumit, ketat dan melangit. Padahal ada sisi ideologi dalam tataran yang lebih populer, aplikatif , riang dan praktis, bukan semata-mata dalam kemewahan, keruwetan dunia teoritik dan akademik.
Michael Freeden seorang teoritikus politik yang disegani mengawali monograf terakhirnya tentang bagaimana para pakar membicarakan definisi ideology dengan semangat memberat.
“Selama lebih setengah abad ini, konsep ideology muncul sebagai salah satu ide politik yang paling rumit dan mengundang perdebatan. Ide ini mencolok dalam diskusi pada jenjang-jenjang yang tampaknya tidak saling bersinggungan, usaha untuk menyusun fenomena yang tak berkaitan dan mengakibatkan kerancuan di kalangan akademisi dan pengamat politik……….”
selanjutnya
Ideologi atau Pasca Ideologis; Kiri VS Kanan Sudah Usangkah?
Seri Ideologi dan Gerakan Lingkungan (Bagian 2)
“kami bukanlah sosialisme, bukan pula komunisme. Gerakan ini bukan di wilayah anti Kapitalisme dan neoliberalisme. Tetapi kami adalah Zapatismo. YA ZAPATISMO”.
Bahkan Marcos dalam akhir suratnya kepada pemberontak Basque ETA menyatakan N.B. Lainnya – Semestinya sudah jelas, tapi aku ingin nyeletuk : kuberaki semua garda depan revolusioner di planet ini. (Pernyataan ini bermula dari simpati EZLN kepada perjuangan kaum pemberontak Basque, yang berakhir perang kata emosional diantara keduanya. Terutama klaim ETA tentang kebenaran absolutnya sebagai Garda Depan Revolusioner di satu sisi dan kritik Marcos disisi lain atas korban masyarakat sipil dalam aksi ETA)
Partai2 Hijau Jerman atau di beberapa tempat-tempat lain juga menyatakan kecenderungan ‘ideologis’nya dengan pernyataan kami tidak berada di kiri dan tidak di kanan, tetapi kami berada di depan.
Dan Ipoel sahabat saya melontarkan gagasan “HIJAU PROGRESSIVE”.
Saya sejalan dengan Ipoel mendapat inspirasi dari kata dan perbuatan Subcomandante Marcos dan Zapatisme. Tetapi…..
“Kita telah meninggalkan daratan dan sudah menuju kapal! Kita sudah membakar jembatan di belakang kita – dan lagi, kita sudah menghanguskan daratan di belakang kita! Dan kini, hati-hatilah, kau kapal mungil! Samudera raya mengelilingimu: memang benar, dia tidak senantiasa mengaum, dan kadang-kadang dia tampak lembut bagaikan sutera, emas dan mimpi yang indah. Namun akan tiba waktunya, bila kau ingin tahu, bahwa dia itu tidak terbatas. Oh, burung yang malang yang merasa bebas dan kini menabrak dinding-dinding, sarangnya! Ya, bila kau merasa rindu akan daratanmu… yang seolah-olah menawarkan kebebasan lebih banyak –
dan tak ada ‘daratan lagi’.
selanjutnya
“kami bukanlah sosialisme, bukan pula komunisme. Gerakan ini bukan di wilayah anti Kapitalisme dan neoliberalisme. Tetapi kami adalah Zapatismo. YA ZAPATISMO”.
Bahkan Marcos dalam akhir suratnya kepada pemberontak Basque ETA menyatakan N.B. Lainnya – Semestinya sudah jelas, tapi aku ingin nyeletuk : kuberaki semua garda depan revolusioner di planet ini. (Pernyataan ini bermula dari simpati EZLN kepada perjuangan kaum pemberontak Basque, yang berakhir perang kata emosional diantara keduanya. Terutama klaim ETA tentang kebenaran absolutnya sebagai Garda Depan Revolusioner di satu sisi dan kritik Marcos disisi lain atas korban masyarakat sipil dalam aksi ETA)
Partai2 Hijau Jerman atau di beberapa tempat-tempat lain juga menyatakan kecenderungan ‘ideologis’nya dengan pernyataan kami tidak berada di kiri dan tidak di kanan, tetapi kami berada di depan.
Dan Ipoel sahabat saya melontarkan gagasan “HIJAU PROGRESSIVE”.
Saya sejalan dengan Ipoel mendapat inspirasi dari kata dan perbuatan Subcomandante Marcos dan Zapatisme. Tetapi…..
“Kita telah meninggalkan daratan dan sudah menuju kapal! Kita sudah membakar jembatan di belakang kita – dan lagi, kita sudah menghanguskan daratan di belakang kita! Dan kini, hati-hatilah, kau kapal mungil! Samudera raya mengelilingimu: memang benar, dia tidak senantiasa mengaum, dan kadang-kadang dia tampak lembut bagaikan sutera, emas dan mimpi yang indah. Namun akan tiba waktunya, bila kau ingin tahu, bahwa dia itu tidak terbatas. Oh, burung yang malang yang merasa bebas dan kini menabrak dinding-dinding, sarangnya! Ya, bila kau merasa rindu akan daratanmu… yang seolah-olah menawarkan kebebasan lebih banyak –
dan tak ada ‘daratan lagi’.
selanjutnya
Selasa, 18 Maret 2008
Ideologi dan Gerakan Lingkungan (Bagian 1)
Ketegangan Dua Sumbu (Hijau-Merah) atau Ketegangan Tiga Sumbu (Hijau-Merah-Hitam) Di Dalam Gerakan Kita...... (bag 1)
Dari sudut ideologi atau bisa pula kecendrungan pemikiran, warna hitam biasanya digunakan untuk kecendrungan anarko, merah itu untuk kiri , dan hijau konon untuk gerakan environmentalis, ekologi. Setahuku feminis dan gerakan perempuan juga punya warna ungu untuk menunjukkan identitasnya....
Saya ingat dalam beberapa kali obrolan bersama kawan-kawan gerakan lingkungan , buah semangka menjadi pusat perhatian.. Bukan semangka berdaun sirih, tepatnya soal bahaya semangka hasil rekayasa genetik tapi merujuk kepada hal lain. Setahuku semangka berkulit hijau dan buahnya merah (tapi ada juga sih yang berbuah kuning, tapi itu tidak dibahas). Tapi aku bisa tambahkan juga bahwa bijinya berwarna hitam. Sekalian saja mari kita bungkus buah semangka ini dengan kertas kado berwarna ungu. (dari Kata adalah Senjata. Lalu Warna Adalah Senjata Juakah? Andreas)
selanjutnya
Dari sudut ideologi atau bisa pula kecendrungan pemikiran, warna hitam biasanya digunakan untuk kecendrungan anarko, merah itu untuk kiri , dan hijau konon untuk gerakan environmentalis, ekologi. Setahuku feminis dan gerakan perempuan juga punya warna ungu untuk menunjukkan identitasnya....
Saya ingat dalam beberapa kali obrolan bersama kawan-kawan gerakan lingkungan , buah semangka menjadi pusat perhatian.. Bukan semangka berdaun sirih, tepatnya soal bahaya semangka hasil rekayasa genetik tapi merujuk kepada hal lain. Setahuku semangka berkulit hijau dan buahnya merah (tapi ada juga sih yang berbuah kuning, tapi itu tidak dibahas). Tapi aku bisa tambahkan juga bahwa bijinya berwarna hitam. Sekalian saja mari kita bungkus buah semangka ini dengan kertas kado berwarna ungu. (dari Kata adalah Senjata. Lalu Warna Adalah Senjata Juakah? Andreas)
selanjutnya
Sabtu, 15 Maret 2008
Bagaimana “Modal” Menjawab Isu-isu Keadilan Ekologi
Strategi “Modal” Menjawab Isu-isu Keadilan Ekologi :
PENGHINDARAN, KAMBING HITAM DAN PENJINAKAN (KOOPTASI)
silahkan baca pula Ironi COP 13
Respon kecil atas artikel M Baiquni “Integrasi Ekonomi dan Ekologi : Dari Mimpi Menjadi Kenyataan” di jurnal Wacana Edisi 12
Ketika bicara tentang ekonomi dan ekologi perlu juga ditinjau aspek ecological
justice --bukan hanya antar generasi tapi juga intra generasi. Untuk saat ini, ketika pola 'pembangunan' global menempatkan negara-negara dunia ketiga di periphery (pinggiran) yang fungsinya hanya mensuplai raw material ke dunia pertama (di center), maka yang terjadi adalah ketidakdilan dan kesalah-kaprahan, seperti dalam tulisan di bawah ini yang secara implisit menganggap bahwa masalah utama krisis ekologi di dunia adalah overpopulasi.
Kondisi ini menempatkan dunia ketiga sebagai pihak yang 'bersalah' karena tidak mengontrol jumlah penduduknya, sehingga perempuan-perempuan dunia ketiga harus make alat kontrasepsi, harus ber-KB, dll. Luput dari tulisan ini kenyataan bahwa meskipun pusat-pusat pertumbuhan penduduk dunia berada di dunia ketiga, tetapi level konsumsi per kapita penduduk dunia ketiga amat sangat jauh lebih rendah dari level konsumsi per kapita penduduk dunia pertama.
Ketika dilakukan analisis dengan ecological footprints (tapak ekologis), ternyata penduduk Belanda, misalnya --dengan level konsumsi mereka saat ini-- membutuhkan luasan kawasan dengan resources sebesar lima kali lipat dari luas negara mereka. Kalau ditilik lebih lanjut, inilah juga salah satu yg mendorong terjadinya ekspedisi-ekspedisi untuk mencari 'dunia baru'.
Kesalah-kaprahan tentang overpopulasi ini perlu dihentikan. Bukan berarti pengendalian populasi' tidak perlu dilakukan (masalah bagaimana melakukannya adalah topik lain yg berbeda yang juga perlu didiskusikan), tapi selama tidak dilakukan sesuatu di demand-side (sisi kebutuhan), maka keadaan 'periphery-center' akan terus terjadi. Dan tanggung jawab untuk action akan selalu dititikberatkan di negara-negara dunia ketiga (komentar Nur Hidayati atas artikel M Baiquni)
Lebih dari itu, tidak hanya overpopulasi, tetapi juga pola hidup tradisional dan kemiskinan di dunia ketiga dijadikan kambing hitam penyebab degradasi lingkungan hidup oleh negara-negara maju. Sesungguhnya politik kambing hitam ini ditujukan untuk melakukan penghindaran penyelesaian pada akar masalah degradasi lingkungan hidup yang gejalanya ada pada pola hidup di Utara dan sebagain elit di Selatan. Pada KTT Rio negara-negara utara mati-matian menolak ketiga negara-negara Selatan menyoal gaya hidup yang boros dan merusak lingkungan di utara dan lapisan tertentu di selatan. Bahkan kini pun Bush dan Blair secara gamblang menyatakan bahwa tujuan perang global melawan terorisme adalah untuk mempertahankan ‘gaya hidup’ Amerika dan Eropa. Vandhana Shiva dengan kritis mengatakan bahwa dengan itu mereka telah mendeklarasikan perang melawan planet-perang melawan minyak, air dan keragaman hayatinya. Gaya hidup 20 persen penduduk bumi yang menggunakan 80 persen sumber daya alam akan menyingkirkan 80 persen penduduk dari jatah sumber dayanya dan pada akhirnya menghancurkan planet ini.
Karena itu bila M Baiquni memilih pernyataan Dalai Lama “Because of overpopulation and other problems in human behavior, the natural balance is now disturbed. This is a serious problem.”, barangkali akan lebih tepat menggambarkan kritik yang dilontarkan oleh Yaya dengan pernyataan Gandhi bahwa : "Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun ia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang yang tamak. "
Bila kaum imperialis secara sengaja melakukan taktik penghindaran dan kemudian kambing hitam para pakar dan profesional mengidap sindrom penumpang pesawat. Karena semua orang adalah penumpang pesawat angkasa bumi, maka mereka semua bertanggungjawab terhadap degradasi lingkungan. Pendeknya, mereka tak melihat adanya perbedaaan sangat besar, kesenjangan dan ketidakadilan dalam persoalan sumberdaya antara berbagai negeri, kawasan, komunitas, kelas bahkan jender. "Demikian kaum analis ekosistim yang dominant ketika mereka menemukan kegiatan ‘merusak alam’ dari kaum papa, mereka jarang mengakui bahwa persoalan semacam itu berakar dalam proses pembangunan yang menggusur komunitas adat, menghambat habitat dan mata pencaharian rakyat, dan memaksa banyak masyarakat pedesaan meningkatkan tekanan mereka terhadap lingkungan." (Arturo Escobar, Wacana edisi 1-Insist)
Lebih jauh keprihatinan ekologi justru dipakai Utara untuk mengendalikan selatan. Utara selalu menganggap sumber kerusakan lingkungan ada di Selatan dan Utara mempunyai jawabnya. Karena itu mereka memberikan jawaban pembatasan kelahiran, pencakokan sistim pengetahuan yang mengunggulkan rasionalitas barat dengan menafikan kearifan tradisional, pasar bebas-investasi asing-hutang luar negeri –pendidikan untuk mengatasi ‘kebodohan’, ‘kemalasan’ dan ‘irasionalitas’ termasuk model-model konservasi yang fasis.
Setelah bersusah payah melakukan penghindaran terhadap serangan atas gaya hidup kapitalistiknya dan politik kambing hitam, maka merekapun berupaya menjinakan dan mengkooptasi isu ekologis. Mereka kemudian mengubah kepentingan-kepentingan ekologis yang ideologis menjadi semata-mata sebagai hambatan-hambatan yang bersifat teknis dan mengadaptasi tekanan-tekanan untuk kemudian dieksploitasi. Perhatikan pula ketika kata ‘alam’ diubah menjadi ‘lingkungan hidup’, beralih juga maknanya dari sesuatu yang sungguh-sungguh hidup dan memiliki kehidupannya sendiri, menjadi sesuatu yang berda dibawah kontrol manusia yang bisa didekati dengan konsep teknis rekayasa teknologi dll (escobar).
Berbagai definisi tentang perkawinan ekologi dan ekonomi, secara gambling menjelaskan hal itu :
‘Ekonomi yang tetap memlihara basis sumber daya alam yang digunakan. Tata ekonomi seperti ini dapat terus berkembang dengan penyesuaian-penyesuaian dan dengan menyempurnakan pengetahuan, organisasi, efisien teknik dan kebijakan’.
Pembangunan berkelanjutan sebagai adopsi strategi-strategi bisnis dan aktivitas yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan perusahaan dan stakeholder pada saat ini dengan cara melindungi, memberlanjutkan, serta peningkatan SDM dan alam yang akan dibutuhkan di masa mendatang. (IISD-(International Institute for Sustainable Development) (seperti di kutip Baiquni)
Apa yang dikutip Baiquni dibawah ini juga menguatkan hal diatas : Wim Burger (5) mengemukakan perumpamaan bahwa dunia modern ini seperti kapal raksasa super tanker. Kapal terbesar ini harus dikendalikan secara canggih dan terencana, kapten kapal tidak dapat begitu saja membelokkan kapal itu secara drastis seperti speedboat kecil. Kapal harus dijalankan sesuai rencana dan bila harus membelok perlu dilakukan antisipasi jauh dan dibelokkan secara perlahan. Kapal super tanker ibaratnya seperti dunia saat ini dengan perkembangan peradaban modern berskala besar. Ekonomi dunia tidak dapat dibelokkan begitu saja dari strategi mengejar pertumbuhan ekonomi, dibelokkan dengan cepat menuju orientasi keberlanjutan ekologi. Pembangunan berkelanjutan harus melakukan serangkaian perubahan dalam jangka panjang
yang dilakukan secara perlahan-lahan namun dipilih yang substansial.
Kita bisa lihat bahwa analogi pesawat angkasa bumi atau kapal raksasa super tanker bukanlah analogi-analogi tentang kenyataan sosial atau fakta sosial tetapi sepenuhnya sebagai ‘jargon’ yang menjinakan dan menjaga status quo.
‘Gaya hidup’ yang boros ini sesungguhnya hanya kelanjutan logika kapitalisme sebagai akar masalah. Kapitalisme dibangun dari logika akumulasi modal yang berkelanjutan, untuk mana petumbuhan konsumsi adalah muaranya. Karena itu mereka membangun argumen terntang perubahan sosial, dan tahapan-tahapan kemajuan dan peradaban masyarakat dengan indikator konsumsi.
Misal saja Rostow yang membagi tahapan kemajuan masyarakat 5 tahap, dari masyarakat tradisional, pra-lepas landas, lepas landas, jalan menuju kematangan dan masyarakat konsumsi massa tinggi (high mass comsumption). Karena itu aku menangkap sisi demand yang Yaya maksudkan di awal tulisan adalah pola produksi barang-barang material untuk akumulasi modal dan sekaligus pada pola konsumsi masyarakat yang boros di Utara dan sedang ditularkan ke Selatan.
Pada aras pola produksi perlawanan kelompok ekologis-kerakyatan di dunia ketiga adalah melawan kecenderungan kapital untuk menguasai sumber-sumber kehidupan seperti tanah, hutan, kekayaan alam di dalam bumi sebagai bahan baku dengan biaya yang murah. Pada aras konsumsi adalah perlawanan terhadap hegemoni, manipulasi kapital untuk menciptakan masyarakat konsumsi tinggi atau budaya materialistik atau konsumen budak. Sayangnya ini jauh lebih sulit dan gerakan ekologi dan gerakan konsumen disini belum mengjangkau ruang ini.
Di Indonesia gerakan perlawanan yang bermain di ruang produksi aku piker sudah cukup melimpah, tetapi ada kekosongan di ruang konsumsi, yang mau tidak mau perlawanan harus lebih banyak dilakukan dengan senjata kebudayaan bukan senjata politik seperti pada ruang produksi. (Sebagai catatan gelombang perlawanan terhadap kapitalisme dan korporasi telah mengambil bentuk menolak produk-produk konsumsi, dan kembali kepada semangat ugahari
dalam pola konsumsi, masyarakat pasca konsumsi. Mereka menyadari bahwa barang-barang konsumsi telah menggantikan dan merampas kehidupan sosial mereka, baik itu kebutuhan hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan sosial dengan keluarga, masyarakat, kehidupan kreatif dll . Dehumanisasi melalui Konsumerisme!) Lebih-lebih belum banyak kelompok progresif untuk perubahan sosial bermain pada aras pola produksi sekaligus konsumsi alternatif. Artinya membangun ruang yang benar-benar baru.
Betapa beratnya medan yang harus dihadapi ketika kita bicara ruang kesadaran konsumtif yang dibangun kapitalisme, karena konsumsi telah diper Tuhankan. Dibawah ini ada beberapa kutipan menarik dari buku Kapitalisme Berjingkrak (George Ritzer _ Pustaka Pelajar 2002) dan Michael Jordan dan Neokapitalisme Global (Walter LaFeber-Jendela 2003) ketika konsumsi telah identik dengan Gereja, Tuhan dll. Kowinsky berargumen berbagai pusat perbelanjaan yang lazimnya memberi ruang bagi resto ‘fastfood ’ merupakan ‘katedral konsumsi’ modern tempat orang mempraktekan ‘agama konsumen’ mereka’.
@ Seorang mahasiswa Amerika saat berkelana hingga Sinchuan Barat, 15 ribu mil dari Beijing. Seorang Tibet Nomaden yang hendak menuju ibukota Tibet Lasha sempat berbincang dengannya dan bertanya, “Hai orang Amerika, bagaimana kabar Michael Jordan?”. Apakah ia terkenal karena sekedar sebagai pemain basket yang hebat dan sepak terjang memukaunya di NBA. Tidak ia lebih dari itu Jordan adalah seorang manusia super yang terbang ke udara di dalam iklan TV, memasukkan bola demi bola terus menerus tanpa kesulitan dan dengan serentak menjual sepatu karet Nike. Saat olimpiade 1992, pada sebuah konperensi pers seseorang menanyakan apa Jordan seorang ‘dewa’. Majalah Time menulis “Jika Jordan adalah dewa, maka Phil Knightlah (pendiri Nike) yang menempatnya di surga.”.
@ Saat pembukaan resto McD di Moskow, seorang wartawan mendeskripsikan restoran itu sebagai ‘misi suci kemewahan gaya Amerika’, sementar seorang pekerja menjuluki ‘bagai katedral di Chartres, tempat untuk mereguk kenikmatan surgawi’. Dimana katedral konsumsi terbesar dibangun? Itu ada di Beijing pada awal 1992 dimana dunia menyaksikan pembukaan resto McD terbesar di dunia, dengan 700 kursi, 29 kasir dan 1000 pekerja. Hari pertama operasi rekor penjualan terbaru pecah, dalam sehari sebuah resto MCD melayani 40.000 pembeli.
@ McD telah memperoleh posisi mulia itu karena seluruh warga Amerika dan lainnya merasa harus melewati lengkungan keemasan (DALAM BAHASA PROKLAMASI KITA ADALAH JEMBATAN EMAS YANG MENGANTAR INDONESIA KE PINTU GERBANG KEMERDEKAAN) dalam berbagai kesempatan. Banyak diantara kita dibombandir komersialisasi yang mengedepankan tampang Ronald pada beragam khalayak. Diantaranya rajin menjambangi seri kartun anak-anak di tv, atau kebanggaankakek nenek bila mereka bisa mengajak cucunya ke McD.
@ apakah yang paling mengancam model sosial yang dibangun di Kuba. "apakah pariwisata yang sedang giat-giatnya digagalkan pada akhirnya akan membawa Mc Donaldisasi budaya yang mengerikan? Mampukah mereka menahan pesonanya yang berkilauan.
@ Beta Pettawaranie seorang guru sekolah rakyat di Kei menyatakan 'gerakan-gerakan hak-hak masyarakat adat Dayak di Borneo (Sarawak maupun Kalimantan), sibuk dan sangat terampil dalam perumusan-perumusan pernyataan dan aksi-aksi politik praktis, sementara pada saat bersamaan, menu makanan harian mereka (bahkan dirumah-rumah panjang paling terpencil diperbatasan sekalipun) sudah lama mereka hanya menyajikan ikan atau daging kalengan, Cocacola, air mineral botolan, Nescafe, Milo, mie instan ....."
Contoh diatas menggambarkan secara baik salah satu strategi perusahaan untuk memberlanjutkan akumulasi modal yakni meningkatkan jumlah barang yang terjual. Strategi lainya adalah meningkatkan bukan jumlah melainkan harga (nilai tukar) dari barang yang terjual, terutama dengan cara membuat barang-barang menjadi lebih rumit dan canggih
Cermati fakta-fakta yang dikumpulkan Andre Gorz - Insist 2002) :
- Kaleng-kaleng timah diganti dengan produk-produk yang terbuat dari alumunium, yang membutuhkan energi lima belas kali lipat
- Transportasi rel digantikan jalan raya-jalan tol yang mengkonsumsi energi lebih besar hingga enam sampai tujuh kali lipat, dan menggunakan kendaraan yang harus lebih sering diganti.
- Barang-barang yang dulu dapat dirakit dengan sekedar menggunakan obeng dan baut, kini diganti dengan produk-produk yang dicetak dan dilas, sehingga tak mungkin untuk diperbaiki
- Jangka waktu penggunaan kompor dan kemari es dikurangi hingga mencapai 6-7 tahun
- Bahan-bahan fiber dan kulit digantikan dengan bahan-bahan sintetis yang lebih cepat rusak
- Tissue dan piring sekali pakai langsung buang diperkenalkan
- Penyebarluasan konstruksi pencakar langit yang menggunakan kaca dan alumunium, yang mengkonsumsi energi besar untuk pendinginan maupun ventilasi pada musim panas.
Lantas meminjam Andre Gorz :
Apa yang sesungguhnya kita kejar? Sebuah bentuk kapitalisme yang adaptif terhadap rintangan-rintangan ekologis; ataukah suatu revolusi sosial, ekonomi dan kultural yang menghapuskan batas-batas dari kapitalisme, dan dengan demikian menciptakan pola hubungan baru antara individu dengan masyarakat dan antara manusia dengan alam? Reformasi atau revolusi?
Namun demikian sebagai protagonisnya model alternatif kiri tidak juga sekaligus dapat menjawab persoalan ini. Tentunya alternatif kiri seperti dicerminkan oleh Lenin yang menyerukan “Binasa atau bergerak cepat dan menyusul negara kapitalis maju” atau Stalin yang mengatakan ‘Kita berada 50 atau 100 tahun dibelakang negara maju. Kita harus mengejar ketertinggalan ini dalam 10 tahun. Kita melakukannya atau mereka yang menghancurkan kita”
Baca SERANG DI TEMPAT YANG MEMATIKAN Strategi-Taktik Untuk Gerakan Lingkungan Hidup Radikal
Wacana Edisi 12, TAHUN III,2002
Insist Press
Integrasi Ekonomi dan Ekologi : Dari Mimpi Menjadi Aksi
M. Baiquni
M. Baiquni adalah geograf lulusan UGM dan memperoleh Master Development
Studies dari institute of Social Studies, Den Haag.
Because of overpopulation and other problems in human behavior, the natural balance is now disturbed. This is a serious problem. (The Dalai Lama)
Pengantar
Akankah prinsip dan praksis ekonomi dapat dipertemukan dengan ekologi, di tengah arus perubahan peradaban global mondial? Bila ekonomi identik dengan akumulasi dan ekologi berkaitan dengan keseimbangan, dapatkah keduanya dikawinkan? Tulisan ini menganalisis berbagai perkembangan setelah dipicu revolusi industri, yang menunjukkan ledakan penduduk yang amat mencengangkan dan berbagai dampaknya pada lingkungan.
Setelah memasuki abad industri mekanik, peradaban manusia. telah merambah babakan baru informasi digital yang lebih dahsyat mempengaruhi kehidupan di berbagai pelosok dunia. Kita perlu mempelajari apa. yang telah terjadi dan dampak ikutan yang menyertai selama gegap-gempita peradaban industrialisasi mekanik, sambil memprediksi berbagai kemungkinan yang akan terjadi ketika melintasi peradaban informasi digital menuju masa. depan.
Jumlah manusia penghuni planet burni ini telah mencapai angka enam milyar, suatu angka. yang berlipat ganda bila kita tengok jumlah penduduk satu abad silam. Pertanyaan yang mendasar adalah, bila keeenderungan pertumbuhan penduduk masih terus meningkat ditambah dengan tingkat konsumsi dan gaya. hidup materialistis manusia. modern, apa yang akan terjadi pada satu abad mendatang?
Ledakan Penduduk
Peradaban manusia berubah dengan cepat dan mendasar, terutama setelah abad pertengahan. Dimulai dengan Renaissance (awal 1300-an sampai awal 1600-an) yang kemudian diikuti abad Pencerahan atau Enlightment (awal 1700-an sampai pertengahan 1700-an) serta abad Revolusi Industri (pertengahan 1700-an sampai pertengahan 1800-an). Abad Renaissance diawali dengan gerakan kebudayaan mencakup berbagai kesenian yang hidup di masyarakat sebagai penggerak dinamika perkembangan zaman. Berbagai pandangan baru dan penemuan-penemuan empiris ilmu pengetahuan membongkar berbagai kemapanan tradisi
Berbagai penemuan yang mendasari peradaban baru, cukup mencengangkan masyarakat pada zamannya, sehingt menimbulkan berbagai ketegangan dan perseteruan paham di kalangan para penganut tradisi dan penemu baru. Berbagai penernuan baru tersebut menggerakkan masyarakat yang selama ini di bawah kungkungan kegelapan dogma, seperti memperoleh pencerahan. Masyarakat menjadi lebih terbuka dan tergerak untuk mengembangkan pemikiran dan menguji temuan-temuan baru.
Pada tahun 1769, James Watt mencatatkan diri sebagai pembuat mesin uap hasil penyempurnaan temuan sebelumnya, sehingga memicu perkembangan revolusi industri. Pada waktu yang tidak terlalu lama, penemuan dalam bidang teknik dan kerekayasaan diikuti dengan perkembangan dalam bidang tata cara memanfaatkan sumber daya dan membangun kekuatan baru, yang disebut ekonomi. Pada tahun 1776, Adam Smith mengemukakan pendapat dan herdebat tentang ekonomi pasar bebas dan melahirkan atau dianggap sebagai awal dari ilmu
ekonomi. Dasar awal ilmu ekonomi yang lahir pada waktu itu populer sebagai ekonomi politik (Mubyarto, 1987).
Perkembangan tersebut diikuti dengan berbagai perubahan besar-besaran baik dalam kerekayasaan industri maupun pemanfaatan sumber daya alam. Belakangan istilah ekologi mulai populer digunakan oleh seorang sarjana Jerman Ernst Haeckel pada tahun 1869 (Dwidjoseputro, 1991). Orang mulai tertarik pula untuk melihat ekosistern dalam lingkup yang lebih luas (mengkaji alam semesta) maupun lingkup yang kecil (meneliti kehidupan mikroorganisme).
Perkembangan pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia memungkinkan untuk mengontrol ketidakpastian dan mengelola perubahan untuk mencapai kemajuan. Kontrol atas ketidakpastian dan perubahan telah menciptakan kemampuan manusia menguasai dan mengeksploitasi alam. Produksi pangan meningkat setelah manusia mengembangkan rekayasa sumber daya air yang menghidupkan lahan tadah hujan menjadi lahan produktif sepanjang tahun, menemukan bibit unggul, mengembangkan sistem pengelolaan tanaman dengan input teknologi pertanian. Kenyamanan manusia telah mendorong perubahan besar dalam peningkatan perkawinan dan kelahiran. Jumlah penduduk terus meningkat seiring dengan perbaikan kesehatan dan kualitas hidup serta lingkungan di sekelilingnya. Perubahan ini menjadi titik tolak ledakan jumlah penduduk dunia.
Penduduk dunia yang selama berabad-abad berkisar setengah juta jiwa, sejak revolusi industri meningkat pesat. Pada tahun 18o6 jumlah penduduk dunia baru mencapai satu miliar. Kemudian secara berangsur-angsur naik menjadi dua miliar pada tahun 1927, naik lagi menjadi tiga miliar pada tahun 196o-an. Hanya dalam waktu kurang dari setengah abad atau antara tahun 1960-2000, penduduk dunia telah meningkat berlipat ganda menjadi enam milyar jiwa.
Perkembangan jumlah penduduk yang demikian dahsyat membawa konsekuensi pada sumber daya dan lingkungan. Enam miliar lebih penduduk saat ini memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar dan mengeluarkan buangan limbah yang harus ditampung dan didaur ulang oleh alam. Memang manusia modern mampu menciptakan berbagai teknologi yang lebih efisien dan berskala besar untuk memproduksi berbagai kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Tetapi manusia modern tidak puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar, banyak di antaranya yang
memuja ambisi spektakuler. Ambisi manusia dapat menimbulkan masalah baru dan menciptakan ketakutan sendiri.
Masalah-masalah kekhawatiran akan kekurangan pangan, kelangkaan energi, polusi udara, pencemaran air dan berbagai kerusakan sumber daya terus menjadi keprihatinan. Peradaban dunia juga menunjukkan perkembangan yang semakin cepat. Manusia saling berkompetisi mencapai pemenuhan kebutuhan dan bahkan ada yang berlomba memenuhi ambisi keinginannya. Ada suatu, pertanyaan mendasar berkaitan dengan jumlah penduduk dan kemampuan planet bumi menghidupi dan menopang peradaban manusia.
"Orang Perancis menggunakan teka-teki untuk mengajarkan kepada anak-anak sekolah, sifat pertumbuhan yang berlipat ganda. Sebuah kolam berisi teratai, demikian teka-teki itu, berisi selembar daun. Tiap hari daun itu berlipat dua: dua lembar pada hari kedua, empat lembar pada hari ketiga, delapan lembar daun pada hari keempat, demikian seterusnya. Pertanyaan teka-teki
adalah: Bila kolam itu penuh daun teratai pada hari ketigapuluh, kapan kolam itu berisi separuhnya?Hari yang kedua puluh sembilan!" (Brown, L.R. 1982).'
Teka-teki tersebut menggambarkan suatu perturnbuhan eksponensial penduduk bumi yang diibaratkan penduduk sebagai daun teratai dan bumi sebagai kolam itu. Grafik ledakan jumlah pencluduk dan teka-teki Perancis tersebut bisa memperhitungkan perkiraan kemampuan planet bumi. Orang dapat berbeda pandangan dan perhitungan, baik pesimis maupun optimis, dalam menempatkan berapa jumlah manusia yang dapat ditampung oleh bumi dan pada tingkat konsumsi serta gaya hidup seperti apa sebaiknya kehidupan ini dikelola.
Perubahan secara cepat terus berlangsung di mana-mana mengakibatkan kemajuan sekaligusjuga ketimpangan sosial ekonomi, perkembangan global sekaligus peminggiran budaya lokal, eksploitasi sumber daya sekaligus peningkatan dampak lingkungan, hingga akhirnya bermuara pada persoalan keadilan dan keberlanjutan masa depan manusia. Muncul kekhawatiran akan datangnya bencana ekologi yang dapat menyebabkan daya dukung kehidupan hancur dan sulit dipulihkan lagi. Suatu bencana yang secara sistematis mengurangi kemampuan hidup generasi mendatang akibat keserakahan segelintir generasi saat ini.
Pada awal milenium ketiga ini muncul berbagai persoalan lingkungan dan tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh keserakahan. Berangkat dari berbagai fakta dan keprihatinan atas perkembangan dunia ini, maka perlu ada pengkajian ulang paradigma pembangunan, dari paradigma yang mengandalkan strategi pertumbuhan (ekonomi) menuju pembangunan berkelanjutan (ekologi). Salah satu usaha penting adalah pemikiran baru mengenai integrasi ekonomi dan ekologi menuju pembangunan berkelanjutan. Tentu saja jalan untuk mempertemukan kembali keduanya. dapat bermacam-macam, demikian pula pilihan pendekatan dan strategi dapat dipilih dan dikembangkan oleh siapa saj a yang tergerak untuk membangun peradaban yang adil dan berkelanjutan.
Pembangunan Pasca Perang Dunia
Setelah era kolonialisme berakhir melalui Perang Dunia II, muncul era baru yang disebut pembangunan. Istilah pembangunan mulai populer ketika Presiden Amerika waktu itu Harry S. Truman mel6ntarkannya sebagai resep baru untuk mengatasi keterbelakangan negara-negara Selatan (bekas jajahan Eropa) maupun dalam rangka memperbaiki wilayah bekas perang di Eropa dan Asia. Saat itu Amerika berada pada posisi pemenang secara politis (adidaya) maupun secara posisi unggul peradabannya (adibudaya). Truman dalam pidato kenegaraan yang bernada propaganda mengatakan:
"We must embark on a bold new paradigm for making the benefits of our scientific advances and industrial progress available for the improvement and growth of underdeveloped areas'.(1).
Secara sisternatis, ide pembangunan disebarkan ke seluruh dunia melalui berbagai program pembangunan. Pada akhir tahun 195o-an banyak pemuda Indonesia memperoleh beasiswa untuk belajar di Amerika dan setelah kembali ke tanah air membawa gagasan pembangunan untuk dikembangkan di Indonesia. Para intelektual yang kemudian hari menjadi pernimpin nasional tersebut menjadi agen pembangunan melalui programprogram pembangunan. Penyebar gagasan pembangunan melalui pendidikan tersebut hanya salah satu strategi di antara strategi lain seperti: bantuan yang sesungguhnya hutang luar negeri, transfer teknologi yang sebenarnya relokasi industri kotor dan tidak efisien lagi.
Guna mendukung pemasaran gagasan pembangunan tersebut dibentuk pula lembaga-lembaga yang hingga kini sangat berpengaruh antara lain United Nations, World Bank, International Monetary Fund, yang semua dimotori oleh Amerika. Dengan instrumen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lalu lintas politik dan pertahanan dapat dikuasai sejumlah negara adidaya. Sedangkan melalui dua badan ekonomi yang dikenal pula dengan Bretton Woods Institution
(2) tersebut, lalu lintas peredaran uang dan ekonomi dapat diatur oleh negara kaya.
Ide awal pembangunan bisa jadi sederhana, tetapi implikasi praktisnya tidak dapat disederhanakan, karena realitas kehidupan sangat beragam dan kompleks. Pembangunan, seperti kata Truman merupakan resep bagi negara berkembang dalam membangun dirinya melewati masa transisi dekolonisasi menuju demokrasi, ternyata menurut pengamatan Wolfgang Sachs dan kawan-kawan dianggap banyak kelemahan. Sejumlah kelebihan pembangunan terjadi berkaitan dengan tragedi kemanusiaan dan permasalahan kelestarian lingkungan.
"Today, the lighthouse of development shows cracks and is starting to crumble. The idea of the development stands like a ruin in the intellectual landscape. Delusion and dissapointment, failures and crimes have been the steady comparaons ofdevelopment and they tell a common story: it did not work. Moreover, the historical conditions which catapulted the idea into promi- nence have vanished: development has become outdated. But above all, the hopes and desires which made the ideafly, are now exhausted: development has grown absolete" (Sachs, 1995).
Para pengkritik pembangunan modernisasi model negara-negara maju yang diterapkan begitu saja di negara-negara berkembang terus dilancarkan oleh berbagai kalangan. Gustavo Esteva (1992) menyatakan bahwa banyak para teoretisi Dependencia dari, Amerika Latin dan intelektual kritis lainnya menuding "keterbelakangan sebagai wujud pembangunan". Menurut mereka,
keterbelakangan negara-negara dunia ketiga akibat proses penjajahan dan eksploitasi sumber daya alam.(3)
Pembangunan dengan cara dan tolok ukur keberhasilan yang dirumuskan negara maju, dalam penerapannya seringkali tidak tepat dengan kondisi dan dinamika lokal. Pembangunan yang terlalu menekankan pada pertumbuhan ekonomi semata, seringkali dapat berbenturan dengan kepentingan masyarakat luas yang menginginkan keadilan dan keberlanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan angka ternyata telah gagal menggambarkan peningkatan pemerataan yang diharapkan. Kesenjangan terjadi di berbagai kalangan masyarakat sementara
sekelompok kecil konglomerat menguasai sebagian besar aset produktif. Bahkan bila dihitung dengan Green Growth Model, angka pertumbuhannya akan terkoreksi menjadi lebih kecil dibanding dengan angka pertumbuhan ekonomi yang sering dilansir oleh pernerintah kepada publik.
Modernisasi yang identik dengan orientasi pertumbuhan ekonomi, dengan segala manfaatnya untuk segelintir kelompok masyarakat, ternyata tidak lepas dari berbagai kelemahan yang merugikan banyak kelompok masyarakat, khususnya kelompok yang selama ini termarginalkan, seperti buruh, petani, nelayan, dan juga perempuan. Kritik yang mengemuka berkaitan dengan paradoks modernisasi adalah pertumbuhan ekonomi versus kemero sotan ekosistem, akumulasi kekayaan versus marginalisasi atau perniskinan, globalisasi versus lokalisasi.
Proyek-proyek modernisasi yang diyakini dapat menyelesaikan sejumlah masalah, temyata gagal dan tidak mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan masyarakat seperti kemiskian, pengangguran, dan kesenjangan. Kondisi ini sangat terasa dalam ungkapan Mahbub ul Haq (1983) dalam buku Tirai Kemiskinan:
"Sangat bijak untuk diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses\ yang kejam dan keji. Jalan pintas ke sana tidak ada. Inti maknanya ialah mengusahakan supaya pekerja menghasilkan lebih besar dari apa yang dihabiskannya untuk mernenuhi kebutuhan pokoknya, serta menanam dan menanarn kernbali hasil lebih dari yang diperolehnya (Haq. 1983: 13)."
Orientasi pertumbuhan ekonomi dalam praktiknya terjadi akumulasi pada sekelompok keeil orang, namun memarginalkan kelompok yang besar. Fakta ini sangat terasa dengan besarnya jumlah penduduk yang terjebak dalam kemiskinan serta yang tidak kalah pentingnnya sering diperlakukan tidak adil. Kritik keras Mahbub ul Haqjuga tertuju pada perencana pembangunan yang terbius permainan angka-angka dan kurang tertarik memahami realitas kehidupan. Para
perencana pernbangunan sering dihinggapi penyakit'miopia', tidak berminat melihat yangjauh dan memandang cakrawala yang lebih luas dari sekadar ekonomi dan berpikir untuk kepentingannya sendiri.
"Perencana pernbangunan terlalu terpukau oleh laju pertumbuhan GNP yang tinggi dan mengabaikan tujuan sebenarnya dari usaha pembangunan. Ini dosa yang paling tidak dapat dirnaafkan. Dari negara demi negara, pertumbuhan ekonomi disertai jurang perbedaan pendapatan, antar perorangan maupun antar daerah, yang sernakin menganga. Dari negara ke negara, rakyat banyak makin menggerutu karena pernbangunan tidak menyentuh kehidupan sehari-hari mereka. Pertumbuhan ekonorni seringkali berarti sedikit sekali keadilan (Haq. 1983:
37)".
Para aktivis lingkungan terutama yang menganut paradigma Deep Ecology menganggap bahwa modernisasi sama dengan kerakusan manusia atas alam. Keeenderungan modernisasi yang menggalang akumulasi modal dan mengeksploitasi alam, dianggap memiliki dampak mendorong kerakusan manusia atas alam. Kalangan ini sangat keras menentang kecenderungan modernisasi yang mengarah pada eksploitasi sumber daya dan perusakan lingkungan yang
diwujudkan dalam proyek-proyek berskala besar (Baiquni, 1996).
Proyek besar dianggap sebagai arena pernasaran produk teknologi dan industri negara maju yang mengakibatkan ketergantungan dan semakin bertambahnya hutang luar negeri. Di samping itu juga menjadi biang keladi tersingkirnya masyarakat keeil dan seringkali mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kelompok penganut Deep Ecology ini tidak hanya meneriakkan kritiknya yang tajam, tetapi juga mempromosikan pandangan hidup bahwa manusia adalah bagian dari
alam dan berusaha mempraktikkan hidup kembali ke alam, back to nature.
Dari kalangan intelektual keagamaan muncul pula kritik terhadap pembangunan yang mengakibatkan manusia teralineasi terhadap Tuhannya. Akbar S. Ahmed (1992) melihat kekurangan tersebut sambil mengajukan solusi baru, yaitu pengalaman agama sebagai arah baru bagi peradaban dalam menyongsong pergantian milenium. Dalam bukunya tentangpost-modernisme, ia menulis:
"Kegagalan umum pembangunan model materialistis, apakah Marxis di salah satu ujung spektrum atau kapitalis di ujung lainnya, mewujudkan kebangkitan Islam. Kedua sistem tersebut terlihat di dunia Islam yang didasarkan pada materialisme dan dianggap telah gagal memberikan solusi sosial dan politik: Marxisme biasanya berarti kediktatoran yang kelabu lagi brutal, sementara kapitalisme sebagian besar bercirikan alineasi, kerakusan, dan anarki."(4)
Proyek modernisasi yang mengutamakan aspek materialistis dianggap telah menjerumuskan manusia ke arah kebingungan dan kegelapan aahiliah modern). Modernisasi tanpa cahaya spiritual mengakibatkan banyak anggota masyarakat di negara maju maupun negara berkembang kebilangan akar budaya dan kemerosotan akhlaknya. Kecenderungan mengejar kepuasan materialistic ternyata tidak pernah akan puas, bahkan akan menimbulkan rasa kesepian atau mendorong kerakusan serta kesewenang-wenangan.
Masyarakat modern yang mengalami kesepian (alienasi) dan rasa ketidakpuasan (frustrasi) sebagian terjerumus dalan kecanduan obat terlarang, kekerasan fisik, kekerasan svuktural, kolusi dan korupsi, serta sejumlah patologi sosial lainnya. Sebagian masyarakat berusaha melakukan pemecahan kebuntuan hidup manusia ini dengan kegiatan pencerahan spiritual, hidup kembali ke alam, mempraktikkan nilai dan cara hidup tradisional, maupun mengabdikan diri pada kemanusiaan.
Model pembangunan, baik itu yang mainstream maupun yang alternatif sedang berkembang, ada yang dengan mudah beradaptasi dengan perubahan dan ada pula yang mengalami kesulitan dengan perubahan. Pembangunan sedang mencari bentuk baru, ketika realitas yang berkembang justru terjadi tragedi kemanusiaan dan ancaman bencana ekologi. Bencana yang terjadi tidak lagi bisa dibendung dalam skala lokal, seringkali kedahsyatan bencana mencapai berbagai penjuru dunia yang berlangsung secara silih berganti dan saling terkait.
Krisis ekologi seperti pernanasan global dan kerusakan lobang ozon atmosfer bumi akan terus mewarnai berbagai pembicaraan mengenai masa depan peradaban manusia. Kerusakan tidak hanya di darat dan di laut, tetapi telah mencapai ruang angkasa yaitu atmosfer sebagai'selimut kehidupan' yang memungkinkan makhluk hidup termasuk manusia berkembang dalam suatu keseimbangan ekosistem. Goncangan pada keseimbangan ekosistem akan berakibat berantai.
Perubahan cuaca yang drastis misalnya akan mempengaruhi curah hujan yang berlebihan atau kekeringan yang memanggang di belahan bumi lain. Kebanj*iran dan kekeringan akan berakibat pada kegagalan panen dan menurunnya persediaan pangan yang berakibat pula pada ekonomi suatu masyarakat atau negara.
Krisis multidimensi Indonesia yang terjadi sejak 1997 merupakan koensiden krisis ekologi (kemarau panjang El Nino) dan krisis ekonomi (berawal dari krisis moneter Asia). Dari sisi krisis ekologi adalah bencana besar kebakaran hutan yang menghabiskan jutaan hektar hutan, kegagalan panen, kekeringan, dan bencana kelaparan. Asap tebal menyelimuti Asia Tenggara
hingga Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina. Dari sisi ekonomi, Indonesia dilanda goncangan moneter krisis ekonomi Asia yang berujung pangkal hancurnya ekonomi Indonesia. Sementara ekonomi negara-negara tetangga telah pulih dalam beberapa bulan, ekonomi Indonesia justru menimbulkan efek domino krisis sosial dan politik hingga jatuhnya
penguasa rezim Orde Baru.
Pembangunan yang tumbuh terlalu cepat dan tidak mengakar pada rakyat pada akhirnya bangkrut. Sekarang dapat dirasakan betapa pembangunan yang tumbuh terlalu cepat tanpa memperhatikan kesimbangan lingkungan dan keadilan, dapat berakibat pada hancurnya tatanan sosial kemasyarakatan dan tatanan kenegaraan. Berbagai pernikiran baru perlu dikembangkan dalam upaya nyata mencari solusi krisis, dengan menggali akar jati diri menemukan konstruksi
baru yang dimaknai bersama melalui pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Wim Burger (5) mengemukakan perumparmaan bahwa dunia modern ini seperti kapal raksasa super tanker. Kapal terbesar ini harus dikendalikan secara canggih dan terencana, kapten kapal tidak dapat begitu saja membelokkan kapal itu secara drastis seperti speedboat kecil. Kapal harus dijalankan sesuai rencana dan bila harus membelok perlu dilakukan antisipasi jauh dan
dibelokkan secara perlahan. Kapal super tanker ibaratnya seperti dunia saat ini dengan perkembangan peradaban modem berskala besar. Ekonomi dunia tidak dapat dibelokkan begitu saja dari strategi mengejar pertumbuhan ekonomi, dibelokkan dengan cepat menuju orientasi keberlanjutan ekologi. Pembangunan berkelanjutan harus melakukan serangkaian perubahan dalam jangka panjang yang dilakukan secara perlahan-lahan namun dipilih yang substansial.
Ide tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) berakar dari pemikiran yang berusaha mengintegrasikan perspektif ekonomi dan perspektif ekologi (WCED, 1987; Boesler, 1994; Panayotou, 1994). Ide ini merupakan paradigma dalam pembangunan yang mulai diterjemahkan ke dalam berbagai konsep. Kedua ilmu tersebut memiliki akar kata yang sama, yaitu oeikos berasal dari Bahasa Yunani yang kemudian menjadi eco dalam Bahasa Inggris yang berarti suatu 'rumah' atau rumah tangga. Meskipun berasal dari akar kata yang sama, namun perkembangannya keduanya nampak berjalan dengan logika dan praksisnya masing-masing. Ilmu ekonomi berkembang dan cenderung memfokus kan diri pada capaian-capaian jangka pendek, sedangkan ilmu ekologi berusaha dan cenderung mendorong capaian-capaian yang bersifat jangka panjang.
Kesadaran lingkungan lebih banyak dipicu oleh akibat dampak negatif dari perlombaan memacu pertumbuhan ekonomi melalui proses industrialisasi yang cenderung mengeksploitasi surnber daya alam secara besar-besaran dalam bentuk kerusakan dan pencemaran lingkungan (Dhakidae, 1994). Isu lingkungan muncul dalam berbagai studi pembangunan sejak tahun 196oan, ketika pasca Perang Dunia II dimulai kembali pembangunan industri hingga mencapai
perkembangan pesat yang membentuk era baru modernisasi.
Carson (1962) dalam bukunya yang terkenal bertajuk Silent Spring mengemukakan kekhawatiran polusi industri yang menggejala di negara maju yang menyebabkan masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Ide ini berkembang pada dekade 1970-an yang ditandai munculnya berbagai buku yang mengupas isu lingkungan dan pembangunan.
Limits to Growth, laporan sekelompok peneliti dan industriawan yang tergabung dalam Club of Rome, merupakan buku yang banyak didiskusikan mengingat pandangannya yang pesimistik sekaligus menggugah kesadaran akan masa depan. Buku ini mengupas adanya batas-batas fisikal bagi pembangunan pada skala global (Meadows, et al., 1972). Berbagai isu yang berkembang mengenai lingkungan mendorong PBB untuk menyelenggarakan konferensi yang
bersejarah mengenai Human Environment di Stockholm tahun 1972. Konferensi ini melahirkan deklarasi The Principles of Environment and Development.
Sejak pertemuan Stockholm tersebut, isu mengenai lingkungan berkembang pesat mempengaruhi pergeseran paradigma pembangunan yang dianut oleh negara maju yang semula sangat mengutamakan pertumbuhan ekonomi kemudian bergeser menuju peningkatan kualitas hidup melalui pernbangunan berwawasan lingkungan. Kampanye kesadaran lingkungan saat itu menggunakan moto sederhana 'Hanya Satu Burni'(Only One Earth) yang meluas menjangkau berbagai kalangan masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1970-an mulai bermunculan kelompok pencinta alam di berbagai sekolah dan masyarakat. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup didirikan pada tahun 1978. Berbagai kebijakan kependudukan dan lingkungan mulai dikoordinasikan dan diimplementasikan melalui berbagai departemen dan badan yang memiliki aparat operasional hingga tingkat lokal. Respon dari masyarakat dalam menggulirkan isu lingkungan ditandai dengan munculnya berbagai ragam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi masyarakat dan kalangan kampus yang menaruh perhatian pada masalah lingkungan dengan mendirikan Pusat Studi Lingkungan (PSQ.
Pada dekade 1980-an ditandai dengan merosotnya harga minyak dunia, sehingga pernerintah Indonesia memacu kebijakan ekspor nonmigas. Sumber daya alam hutan hujan tropika menjadi tumpuan produk ekspor Indonesia. Produk-produk manufaktur yang mengandalkan buruh murah juga menjadi strategi peningkatan ekspor.
Selama Orde Baru terdapat keeenderungan kebijakan pembangunan yang berorientasi pada perturnbuhan yang memberikan peran pada pelaku ekonomi besar dengan bertumpu pada sektor industri. Sebagai konsekuensinya pengembangan sektor ekonomi rakyat keeil dan koperasi di perdesaan yang terkait dengan sektor pertanian tidak mengalami perkembangan yang signifikan bagi perturnbuhan ekonomi nasional. Proses pernbangunan semacam itu kini disadari telah menciptakan kesenjangan ekonomi dan keresahan sosial yang pada gilirannya menimbulkan kerawanan politik seperti yang terjadi pada krisis multidimensi dewasa ini.
Berbagai pandangan mengenai pembangunan dan lingkungan merupakan suatu proses yang alarniah. Keragaman merupakan salah satu kata kunci pembangunan berkelanjutan: "semakin beragam entitas dalam suatu komunitas, semakin kenyal dan tinggi daya tahan ekologisnya". Keragaman paradigma diwarnai oleh perbedaan kepentingan dan dilandasi adanya nilaii-nilai dasar yang dianut secara perorangan dan masyarakat sau organisasi, sehingga menimbulkan
perbedaan sudut pandang dan strategi dalam meniti jalan pembangunan.
Sebagaimana konsep pembangunan, konsep tentang pembaagunan berkelanjutan ini sangat beragam atau bervariasi yang dipengaruhi kondisi pernbangunan maupun kepentingan negara. maupun berbagai kelompok tertentu seperti jaringan bisnis dan komunitas lokal. Kegiatan pembangunan, baik itu ekonomi maupun sosial budaya, merupakan hubungan atau interaksi antara .nanusia dengan lingkungan sekitarnya (Colby, 1990).
Pengaruh manusia terhadap sumber daya alam telah menarik banyak perhatian karena di samping bermanfaat bagi kehidupan manusiajuga dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Meningkatnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam didorong oleh meningkatnya kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan serta pemenuhan kebutuhan lebih lanjut yang masing-masing individu, masyarakat, ataupun negara memiliki kemampuan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Fenomena kontradiktif terjadi, di satu sisi kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya alam selalu meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk dan dorongan mencapai kemajuan; di sisi lain terjadi kemerosotan sumber daya dan lingkungan sebagai akibat penggunaan sumber daya alam secara berlebihan (Sutikno, 1982).
Hubungan semacam itu terjadi di berbagai tingkatan. dalam suatu ekosistem yang komplek dan beragam, sehingga menghasilkan fenomena yang bermacam-macam. Sebagaimana keragaman hubungan dan fenomena yang dihasilkannya, para ahli memiliki keragaman pandangan mengenai pernbangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan dalam laporan Our Common Future atau dikenal dengan Brundtland Report, adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan. masa kini tanpa. mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang:
"Sustainable development is the development that meets theneeds of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs" (WCED, 1987: 8).
Konsep tersebut memiliki makna yang luas dan menjadi payung bagi banyak konsep, kebijakan, dan program pembangunan yang amat beragam. Pembangunan berkelanjutan merupakan paradigma baru yang memiliki interpretasi konsep dan aksi yang beragam. Konsep yang diajukan negara maju belurn tentu tepat untuk dilaksanakan di negara berkembang, demikian pula konsep yang diajukan oleh negara sedang berkembang belum tentu dapat diterima oleh negara maju. Hingga sekarang ada ratusan konsep dan definisi pembangunan berkelanjutan. Hal ini
menunjukkan bahwa isu ini telah berkembang cepat dan dapat tumbuh secara beragam dalam implementasinya.
Dalam perkembangannya, pembangunan berkelanjutan didefinisikan dalam buku Caring for the Earth sebagai: "Upaya peningkatan mutu kehidupan manusia namun masih dalarn kernarnpuan daya dukung ekosistem" (IUCN, UNEP and WWF, 1991: 10). Banyak kalangan lain juga mendefinisikan, seperti IISD (International Institutefor Sustainable Development) dengan kalangan bisnis yang mengusulkan definisi: "Pernbangunan berkelanjutan sebagai adopsi
strategi-strategi bisnis dan aktivitas yang mempertemukan kebutuhan-kebutahan perusahaan dan stakeholders pada saat ini dengan cara melindungi, memberlanjutkan, serta meningkatkan sumber daya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa mendatang" (Satriago, 1996: 88). Burger (1998: 48) secara diagramatis menggambarkan pernbangunan berkelanjutan sebagai interaksi antara tiga komponen besar, yaitu biosphere, masyarakat, dan moda produksi ekonorni.
Pembangunan berkelanjutan yang diperbincangkan oleh banyak kalangan dan akadernisi, setidaknya membahas empat hal. Pertama, upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan dan daya dukung ekosistem. Kedua, upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkan. Ketiga, upaya meningkatkan sumber daya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa yang akan datang. Keempat, upaya
memperternukan kebutuhan manusia secara antar pnerasi.
Mempertemukan Ekonomi dan Ekologi
Upaya untuk mempertemukan kembali ilmu ekonomi dan ekologi memiliki arti penting dalam upaya mewujudkan Pembangunan berkelanjutan. Banyak permasalahan pernbangunan dalam bentuk kerusakan lingkungan yang menimbulkan masalah sosial dan ekonomi dalamjangka panjang. Untuk itu perlu upaya melakukan reorientasi ekonomi yang ada saat ini menjadi ekonomi berkelanjutan. Ekonomi berkelanjutan didefinisikan sebagai: "Ekonomi yang tetap mernelihara basis sumber daya alam yang digunakan. Tata ekonomi seperti ini dapat terus berkembang dengan penyesuaian-penyesuaian, dan dengan menyernpurnakan pengetahuan, organisasi, efisiensi teknik, dan kebijakan" (Satriago, 1996: 38).
Gagasan untuk memasukkan faktor lingkungan dalam perhitungan ekonomi telah dimulai. Dialog dan kerjasama di antara para ahli ekonomi dan ahli ekologi diharapkan dapat melahirkan kembali ilmu baru yang dapat mendukung terwujudnya pernbangunan berkelanjutan. Secara cukup jelas Colby (1990: 33) menggambarkan perjalanan paradigma ilmu ekonomi yang pada milenium baru ini semakin disadari untuk diperternukan kembali kedua ilmu ekonomi dan ekologi.
Ekonomi klasik pada zaman Adam Smith awalnya lebih mengkaji berbagai persoalan manusia dengan perspektif ekonomi politik. Implementasi perkernbangannya terjadi berbagai aliran pernikiran yang dipengaruhi oleh kekuasaan, penguasaan teknologi, dinamika sosial budaya, tingkat kemajuan, dan struktur kepemerintahan. Pada perkembangannya ada tiga aliran utama
yaitu neo-Marxis, neoklasik, dan neo-Malthusian yang banyak mempengaruhi perkembangan dunia setidaknya sampai akhir abad XX.
Kritik dan saling mengisi di antara aliran terjadi selama kurun waktu yang cukup lama. Masing-masing aliran dan implementasinya telah berubah dan terus akan berubah. Persoalannya sekarang tidak sekadar mana yang paling unggul dalam konsep, tetapi mana yang dapat memberikan jalan terbaik dalam menyelesaikan masalah. Kini muncul polarisasi di antara para penganut aliran Frontier Economy dan Deep Ecology.
Aliran pertama banyak dipraktikkan oleh para pelaku ekonomi perusahaan multinasional yang memiliki skala besar dari negara maju dan juga negara industri baru. Para pemilik modal dan penguasa memperlakukan alam sebagai sumber daya tak terbatas untuk dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan manusia. Alam setelah dieksploitasi sekaligus dijadikan tempat sampah yang dipaksa melebihi kemampuan daya dukung dan daya daur ulang sendiri. Aliran
pemikiran bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan manusia tak terbatas, dianut baik di negara kapitalis maupun komunis. Meskipun demikian keduanya memiliki pengorganisasian masyarakat dan kepemerintahan yang berbeda dan bahkan bertolak belakang.
Di pihak lain, aliran Deep Ecology menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Aliran ini juga mempromosikan persamaan hak organisme dan alam, pemanfaatan yang disesuaikan dengan daya dukung, berorientasi pada ekonomi tanpa pertumbuhan (Daly, 1989). Aliran ini juga mengangkat tema diversity & flexibility dengan mempromosikan keragaman hayati dan budaya, perencanaan yang terdesentralisasi dengan menggunakan keragaman nilai, memanfaatkan kearifan tradisional dan pengelolaan sumber daya dengan teknologi local (Colby, 1990).
Dalam berbagai kasus kedua aliran ini seringkali berhadap-hadapan dan membangun pendirian dan argumen masing-masing dalam mengelola aset sumber daya dan mempertahankan penghidupannya. Dalam berbagai kasus yang telah dikemukakan di depan, begitu banyak didominasi oleh praktik-praktik dari aliran Frontier Economy, yang tidak lain adalah wujud pembangunan yang berorientasi pertumbuhan tanpa peduli dengan dainpaknya yang cenderung memiskinkan bebagai kelompok masyarakat lain. Sementara itu banyak aliran Deep Ecology yang sesungguhnya menarik untuk dipraktikkan tetapi kurang mampu menjawab tantangan struktural yang dihadapi, terutama menjawab bagaimana kemiskinan dapat dia'tasi dan ketergantungan hutang luar negeri dapat dikurangi.
Pembangunan berkelanjutan perlu proses integrasi ekonomi dan ekologi melalui upaya perumusan paradigma dan arah kebijakan yang bertumpu pada kemitraan dan partisipasi para pelaku pembangunan dalam mengelola sumber daya yang seoptimal mungkin dapat dimanfaatkan.
Upaya pembangunan berkelanjutan tidak dapat dilakukan secara individu ataupun diserahkan masing-masing negara. Berbagai perubahan dapat dimulai dari diri sendiri, keluarga dan komunitas yang pada gilirannya akan mendorong penerapan prinsip-prinsip ekologi dalam sistem kepemerintahan, bisnis, dan kehidupan sehari-hari. Setiap orang adalah konsumen sekaligus produsen. Secara kolektif konsumen dapat menentukan pilihannya pada produk yang menerapkan produksi ramah lingkungan. Dengan demikian akan memacu pula kesadaran para produsen, pelaku bisnis, dan industriawan untuk mengikuti perilaku konsumen yang sadar akan hak dan komitmen lingkungannya (Wasik, 1997).
Aksi pada tingkat global terus dirintis melalui berbagai pertemuan dan kesepakatan untuk melakukan kerjasama. Bila kita kaji hasil kesepakatan Rio Declaration on Environment and Development tahun 1992, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dirumuskan menjadi 27 butir. Prinsip-prinsip tersebut telah diterjemahkan ke dalam Agenda 21 yang berisi rencana aksi
dalam rangka implementasi pembangunan berkelanjutan.
Agenda Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, telah disusun sebelum krisis multidimensi berlangsung. Ironisnya justru Agenda 21 baru saja selesai disusun, Indonesia langsung mengalami krisis yang berkelanjutan hingga kini belum pulih kembali. Agenda 21 Indonesia memuat formula bahwa dalam upaya mengelola agar pembangunan ekonomi Indonesia berlangsung secara berkelanjutan, dibutuhkan serangkaian strategi integrasi lingkungan ke dalam pembangunan ekonomi. Strategi integrasi tersebut meliputi. pertama, pengembangan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan; kedua, pengembangan pendekatan pencegahan pencemaran; dan ketiga, pengembangan sistem neraca ekonomi, sumber daya alam, dan lingkungan (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1997).
Setelah satu dasawarsa Rio+10, kini saatnya mengevaluasi pencapaian apa yang telah diperoleh dan apa yang belum dapat dilaksanakan. Dalam konteks pembangunan Indonesia, jelas perlu disusun kembali Agenda 21 dengan lebih saksama dan realistis dalam menyusun program aksi dan penguatan institusi terutama berkaitan dengan otonomi dan kebangkitan masyarakat sipil.
Catatan kaki :
1. Presiden Truman menyampaikan pidato ini pada saat pengukuhannya, tanggal
20 januari 1949 (kutipan ini diambil dari tulisan Gustavo Esteva: 1992).
Kata underdevelopment pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa Amerika mulai
arogan dalam peraturan tata dunia baru pasca Perang Dunia II
2. Breeton Woods adalah sebuah desa di negara bagian New Hempshire, AS,
yang menjadi ternpat berlangsungnya konferensi penting pada tanggal 1-22
Juli 1944 yang setahun kernudian melahirkan Bank Dunia dan IMF. Hasil
konferensi ini kernudian menjadi acuan baru dalarn pengelolaan ekonorni
dunia yang berpengaruh dan kuat hingga saat ini (Kornpas, 1994).
3. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan keadaan di India yaitu ketika Gandhi
berdebat dengan PemerintahInggris mengenai model pembangunan, "Mengapa India
tidak mengikuti Inggris saja?" Dengan diplomatis Gandhi berargumen, "Kalau
negara sekecil Inggris untuk dapat maju dengan cara menjajah dan
mengeksploitasi sepertiga luas bumi, maka India yang besar ini untuk dapat
maju harus menjajah berapa planet seperti bumi ini?'
4 Tulisan Akbar S. Ahmed menjadi wacana baru dan menarik, terutama di
kalangan intelektual muda yang sedang mencari jalan baru'. Bukunya
Postmodemisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam diterbitkan oleh Mizan 1992.
5 Wirn Burger adalah dosen Institute of Social Studies, Den Haag yang
memberikan ceramah tentang Ecology and Development. Saya mencatat
pokok-pokok pikirannya pada periode kuliah musim semi 1993.
Pustaka
Akhmed Akbar S. (1992), Postmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam.
Bandung: Mizan.
Baiquni, Muhammad (1996), Karakteristik Geografi Regional Indonesia:
Analisis Peluang dan Tantangan terhadap Penggalian Potensi Sumber-sumber
Dasar Kawasan Timur Indonesia. Makalah diskusi diselenggarakan Badan
Eksekutif Mahasiswa UGM.
Burger, Dietrich (1998), 'The Vision of Sustainable Development', dalam
Agriculture and Rural Development, Volume 5, No. 1, April 1998. Frakfurt,
Jerman: DLGVerlags-Gmbh.
Carson, Rachel (1962), Musim Semi yang Bisu (Silent Spring). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Colby, M.E. (199o), Environmental Management in Development: The Evolution
of Paradigms. The World Bank Discussion Papers. Washington DC: The World
Bank.
Daly, H. (1989), 'Steady-State and Growth, Consepts for the Next Century',
dalam Archibugi, F. dan Nijkamp, P. (eds.), Economy and Ecology: Towards
Sustainable Development. Dordrecht/ Boston /London: Kluwer Academic
Publishers.
Dwidjoseputro, D. (1991), Ekologi Manusia dan Lingkungannya. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Haq, Mahbub ul (1983), Tirai Kemiskinan; Tantangan-tantangan untuk Dunia
Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
IUCN, UNEP, dan WWF (1991), Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable
Living. The world Conservation Union, United Nations EnvironmentProgramme
and World Wide Fund for Nature. Switzerland: Gland.
Kompas, 1 Januari 2000.
Meadows, et.al. (1972), Limits to Growth. Roma: Club of Rome.
Mubyarto (1987), Ekonomi Pancasila; Gagasan dan Kemungkinan. Jakarta: LP3ES.
Panayotou, T. (1994),'Economy and Ecology in Sustainable Development', dalam
The Society for Political and Economis Studies (ed.) 1994. Economy and
Ecology in Sustainable Development. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sachs, Wolfgang (1995), The Development Dictionary, Wolfgang Sach (ed.).
Johannesburg: Witwaterstrand University Press.
Satriago, Handry (1996), Istilah Lingkungan untuk Manajemen. Jakarta:
Ecolink, IPMI, dan Gramedia.
Sutikno (1982), Peranan Geornorfologi dalam Aspek-aspek Keteknikan. Makalah
Seminar Geografi II dengan tema Peranan Geografi dalam Pembangunan Nasional.
Yogyakarta: IGEGAMA.
Wasik, J.F. (1997), Green Marketing and Management: A Global Perspective.
Oxford, UK: Blackwell Business.
WCED (World Commision on Environment and Development) (1987), Our Common
Future.
Zen, M.T. (1979), Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
PENGHINDARAN, KAMBING HITAM DAN PENJINAKAN (KOOPTASI)
silahkan baca pula Ironi COP 13
Respon kecil atas artikel M Baiquni “Integrasi Ekonomi dan Ekologi : Dari Mimpi Menjadi Kenyataan” di jurnal Wacana Edisi 12
Ketika bicara tentang ekonomi dan ekologi perlu juga ditinjau aspek ecological
justice --bukan hanya antar generasi tapi juga intra generasi. Untuk saat ini, ketika pola 'pembangunan' global menempatkan negara-negara dunia ketiga di periphery (pinggiran) yang fungsinya hanya mensuplai raw material ke dunia pertama (di center), maka yang terjadi adalah ketidakdilan dan kesalah-kaprahan, seperti dalam tulisan di bawah ini yang secara implisit menganggap bahwa masalah utama krisis ekologi di dunia adalah overpopulasi.
Kondisi ini menempatkan dunia ketiga sebagai pihak yang 'bersalah' karena tidak mengontrol jumlah penduduknya, sehingga perempuan-perempuan dunia ketiga harus make alat kontrasepsi, harus ber-KB, dll. Luput dari tulisan ini kenyataan bahwa meskipun pusat-pusat pertumbuhan penduduk dunia berada di dunia ketiga, tetapi level konsumsi per kapita penduduk dunia ketiga amat sangat jauh lebih rendah dari level konsumsi per kapita penduduk dunia pertama.
Ketika dilakukan analisis dengan ecological footprints (tapak ekologis), ternyata penduduk Belanda, misalnya --dengan level konsumsi mereka saat ini-- membutuhkan luasan kawasan dengan resources sebesar lima kali lipat dari luas negara mereka. Kalau ditilik lebih lanjut, inilah juga salah satu yg mendorong terjadinya ekspedisi-ekspedisi untuk mencari 'dunia baru'.
Kesalah-kaprahan tentang overpopulasi ini perlu dihentikan. Bukan berarti pengendalian populasi' tidak perlu dilakukan (masalah bagaimana melakukannya adalah topik lain yg berbeda yang juga perlu didiskusikan), tapi selama tidak dilakukan sesuatu di demand-side (sisi kebutuhan), maka keadaan 'periphery-center' akan terus terjadi. Dan tanggung jawab untuk action akan selalu dititikberatkan di negara-negara dunia ketiga (komentar Nur Hidayati atas artikel M Baiquni)
Lebih dari itu, tidak hanya overpopulasi, tetapi juga pola hidup tradisional dan kemiskinan di dunia ketiga dijadikan kambing hitam penyebab degradasi lingkungan hidup oleh negara-negara maju. Sesungguhnya politik kambing hitam ini ditujukan untuk melakukan penghindaran penyelesaian pada akar masalah degradasi lingkungan hidup yang gejalanya ada pada pola hidup di Utara dan sebagain elit di Selatan. Pada KTT Rio negara-negara utara mati-matian menolak ketiga negara-negara Selatan menyoal gaya hidup yang boros dan merusak lingkungan di utara dan lapisan tertentu di selatan. Bahkan kini pun Bush dan Blair secara gamblang menyatakan bahwa tujuan perang global melawan terorisme adalah untuk mempertahankan ‘gaya hidup’ Amerika dan Eropa. Vandhana Shiva dengan kritis mengatakan bahwa dengan itu mereka telah mendeklarasikan perang melawan planet-perang melawan minyak, air dan keragaman hayatinya. Gaya hidup 20 persen penduduk bumi yang menggunakan 80 persen sumber daya alam akan menyingkirkan 80 persen penduduk dari jatah sumber dayanya dan pada akhirnya menghancurkan planet ini.
Karena itu bila M Baiquni memilih pernyataan Dalai Lama “Because of overpopulation and other problems in human behavior, the natural balance is now disturbed. This is a serious problem.”, barangkali akan lebih tepat menggambarkan kritik yang dilontarkan oleh Yaya dengan pernyataan Gandhi bahwa : "Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun ia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang yang tamak. "
Bila kaum imperialis secara sengaja melakukan taktik penghindaran dan kemudian kambing hitam para pakar dan profesional mengidap sindrom penumpang pesawat. Karena semua orang adalah penumpang pesawat angkasa bumi, maka mereka semua bertanggungjawab terhadap degradasi lingkungan. Pendeknya, mereka tak melihat adanya perbedaaan sangat besar, kesenjangan dan ketidakadilan dalam persoalan sumberdaya antara berbagai negeri, kawasan, komunitas, kelas bahkan jender. "Demikian kaum analis ekosistim yang dominant ketika mereka menemukan kegiatan ‘merusak alam’ dari kaum papa, mereka jarang mengakui bahwa persoalan semacam itu berakar dalam proses pembangunan yang menggusur komunitas adat, menghambat habitat dan mata pencaharian rakyat, dan memaksa banyak masyarakat pedesaan meningkatkan tekanan mereka terhadap lingkungan." (Arturo Escobar, Wacana edisi 1-Insist)
Lebih jauh keprihatinan ekologi justru dipakai Utara untuk mengendalikan selatan. Utara selalu menganggap sumber kerusakan lingkungan ada di Selatan dan Utara mempunyai jawabnya. Karena itu mereka memberikan jawaban pembatasan kelahiran, pencakokan sistim pengetahuan yang mengunggulkan rasionalitas barat dengan menafikan kearifan tradisional, pasar bebas-investasi asing-hutang luar negeri –pendidikan untuk mengatasi ‘kebodohan’, ‘kemalasan’ dan ‘irasionalitas’ termasuk model-model konservasi yang fasis.
Setelah bersusah payah melakukan penghindaran terhadap serangan atas gaya hidup kapitalistiknya dan politik kambing hitam, maka merekapun berupaya menjinakan dan mengkooptasi isu ekologis. Mereka kemudian mengubah kepentingan-kepentingan ekologis yang ideologis menjadi semata-mata sebagai hambatan-hambatan yang bersifat teknis dan mengadaptasi tekanan-tekanan untuk kemudian dieksploitasi. Perhatikan pula ketika kata ‘alam’ diubah menjadi ‘lingkungan hidup’, beralih juga maknanya dari sesuatu yang sungguh-sungguh hidup dan memiliki kehidupannya sendiri, menjadi sesuatu yang berda dibawah kontrol manusia yang bisa didekati dengan konsep teknis rekayasa teknologi dll (escobar).
Berbagai definisi tentang perkawinan ekologi dan ekonomi, secara gambling menjelaskan hal itu :
‘Ekonomi yang tetap memlihara basis sumber daya alam yang digunakan. Tata ekonomi seperti ini dapat terus berkembang dengan penyesuaian-penyesuaian dan dengan menyempurnakan pengetahuan, organisasi, efisien teknik dan kebijakan’.
Pembangunan berkelanjutan sebagai adopsi strategi-strategi bisnis dan aktivitas yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan perusahaan dan stakeholder pada saat ini dengan cara melindungi, memberlanjutkan, serta peningkatan SDM dan alam yang akan dibutuhkan di masa mendatang. (IISD-(International Institute for Sustainable Development) (seperti di kutip Baiquni)
Apa yang dikutip Baiquni dibawah ini juga menguatkan hal diatas : Wim Burger (5) mengemukakan perumpamaan bahwa dunia modern ini seperti kapal raksasa super tanker. Kapal terbesar ini harus dikendalikan secara canggih dan terencana, kapten kapal tidak dapat begitu saja membelokkan kapal itu secara drastis seperti speedboat kecil. Kapal harus dijalankan sesuai rencana dan bila harus membelok perlu dilakukan antisipasi jauh dan dibelokkan secara perlahan. Kapal super tanker ibaratnya seperti dunia saat ini dengan perkembangan peradaban modern berskala besar. Ekonomi dunia tidak dapat dibelokkan begitu saja dari strategi mengejar pertumbuhan ekonomi, dibelokkan dengan cepat menuju orientasi keberlanjutan ekologi. Pembangunan berkelanjutan harus melakukan serangkaian perubahan dalam jangka panjang
yang dilakukan secara perlahan-lahan namun dipilih yang substansial.
Kita bisa lihat bahwa analogi pesawat angkasa bumi atau kapal raksasa super tanker bukanlah analogi-analogi tentang kenyataan sosial atau fakta sosial tetapi sepenuhnya sebagai ‘jargon’ yang menjinakan dan menjaga status quo.
‘Gaya hidup’ yang boros ini sesungguhnya hanya kelanjutan logika kapitalisme sebagai akar masalah. Kapitalisme dibangun dari logika akumulasi modal yang berkelanjutan, untuk mana petumbuhan konsumsi adalah muaranya. Karena itu mereka membangun argumen terntang perubahan sosial, dan tahapan-tahapan kemajuan dan peradaban masyarakat dengan indikator konsumsi.
Misal saja Rostow yang membagi tahapan kemajuan masyarakat 5 tahap, dari masyarakat tradisional, pra-lepas landas, lepas landas, jalan menuju kematangan dan masyarakat konsumsi massa tinggi (high mass comsumption). Karena itu aku menangkap sisi demand yang Yaya maksudkan di awal tulisan adalah pola produksi barang-barang material untuk akumulasi modal dan sekaligus pada pola konsumsi masyarakat yang boros di Utara dan sedang ditularkan ke Selatan.
Pada aras pola produksi perlawanan kelompok ekologis-kerakyatan di dunia ketiga adalah melawan kecenderungan kapital untuk menguasai sumber-sumber kehidupan seperti tanah, hutan, kekayaan alam di dalam bumi sebagai bahan baku dengan biaya yang murah. Pada aras konsumsi adalah perlawanan terhadap hegemoni, manipulasi kapital untuk menciptakan masyarakat konsumsi tinggi atau budaya materialistik atau konsumen budak. Sayangnya ini jauh lebih sulit dan gerakan ekologi dan gerakan konsumen disini belum mengjangkau ruang ini.
Di Indonesia gerakan perlawanan yang bermain di ruang produksi aku piker sudah cukup melimpah, tetapi ada kekosongan di ruang konsumsi, yang mau tidak mau perlawanan harus lebih banyak dilakukan dengan senjata kebudayaan bukan senjata politik seperti pada ruang produksi. (Sebagai catatan gelombang perlawanan terhadap kapitalisme dan korporasi telah mengambil bentuk menolak produk-produk konsumsi, dan kembali kepada semangat ugahari
dalam pola konsumsi, masyarakat pasca konsumsi. Mereka menyadari bahwa barang-barang konsumsi telah menggantikan dan merampas kehidupan sosial mereka, baik itu kebutuhan hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan sosial dengan keluarga, masyarakat, kehidupan kreatif dll . Dehumanisasi melalui Konsumerisme!) Lebih-lebih belum banyak kelompok progresif untuk perubahan sosial bermain pada aras pola produksi sekaligus konsumsi alternatif. Artinya membangun ruang yang benar-benar baru.
Betapa beratnya medan yang harus dihadapi ketika kita bicara ruang kesadaran konsumtif yang dibangun kapitalisme, karena konsumsi telah diper Tuhankan. Dibawah ini ada beberapa kutipan menarik dari buku Kapitalisme Berjingkrak (George Ritzer _ Pustaka Pelajar 2002) dan Michael Jordan dan Neokapitalisme Global (Walter LaFeber-Jendela 2003) ketika konsumsi telah identik dengan Gereja, Tuhan dll. Kowinsky berargumen berbagai pusat perbelanjaan yang lazimnya memberi ruang bagi resto ‘fastfood ’ merupakan ‘katedral konsumsi’ modern tempat orang mempraktekan ‘agama konsumen’ mereka’.
@ Seorang mahasiswa Amerika saat berkelana hingga Sinchuan Barat, 15 ribu mil dari Beijing. Seorang Tibet Nomaden yang hendak menuju ibukota Tibet Lasha sempat berbincang dengannya dan bertanya, “Hai orang Amerika, bagaimana kabar Michael Jordan?”. Apakah ia terkenal karena sekedar sebagai pemain basket yang hebat dan sepak terjang memukaunya di NBA. Tidak ia lebih dari itu Jordan adalah seorang manusia super yang terbang ke udara di dalam iklan TV, memasukkan bola demi bola terus menerus tanpa kesulitan dan dengan serentak menjual sepatu karet Nike. Saat olimpiade 1992, pada sebuah konperensi pers seseorang menanyakan apa Jordan seorang ‘dewa’. Majalah Time menulis “Jika Jordan adalah dewa, maka Phil Knightlah (pendiri Nike) yang menempatnya di surga.”.
@ Saat pembukaan resto McD di Moskow, seorang wartawan mendeskripsikan restoran itu sebagai ‘misi suci kemewahan gaya Amerika’, sementar seorang pekerja menjuluki ‘bagai katedral di Chartres, tempat untuk mereguk kenikmatan surgawi’. Dimana katedral konsumsi terbesar dibangun? Itu ada di Beijing pada awal 1992 dimana dunia menyaksikan pembukaan resto McD terbesar di dunia, dengan 700 kursi, 29 kasir dan 1000 pekerja. Hari pertama operasi rekor penjualan terbaru pecah, dalam sehari sebuah resto MCD melayani 40.000 pembeli.
@ McD telah memperoleh posisi mulia itu karena seluruh warga Amerika dan lainnya merasa harus melewati lengkungan keemasan (DALAM BAHASA PROKLAMASI KITA ADALAH JEMBATAN EMAS YANG MENGANTAR INDONESIA KE PINTU GERBANG KEMERDEKAAN) dalam berbagai kesempatan. Banyak diantara kita dibombandir komersialisasi yang mengedepankan tampang Ronald pada beragam khalayak. Diantaranya rajin menjambangi seri kartun anak-anak di tv, atau kebanggaankakek nenek bila mereka bisa mengajak cucunya ke McD.
@ apakah yang paling mengancam model sosial yang dibangun di Kuba. "apakah pariwisata yang sedang giat-giatnya digagalkan pada akhirnya akan membawa Mc Donaldisasi budaya yang mengerikan? Mampukah mereka menahan pesonanya yang berkilauan.
@ Beta Pettawaranie seorang guru sekolah rakyat di Kei menyatakan 'gerakan-gerakan hak-hak masyarakat adat Dayak di Borneo (Sarawak maupun Kalimantan), sibuk dan sangat terampil dalam perumusan-perumusan pernyataan dan aksi-aksi politik praktis, sementara pada saat bersamaan, menu makanan harian mereka (bahkan dirumah-rumah panjang paling terpencil diperbatasan sekalipun) sudah lama mereka hanya menyajikan ikan atau daging kalengan, Cocacola, air mineral botolan, Nescafe, Milo, mie instan ....."
Contoh diatas menggambarkan secara baik salah satu strategi perusahaan untuk memberlanjutkan akumulasi modal yakni meningkatkan jumlah barang yang terjual. Strategi lainya adalah meningkatkan bukan jumlah melainkan harga (nilai tukar) dari barang yang terjual, terutama dengan cara membuat barang-barang menjadi lebih rumit dan canggih
Cermati fakta-fakta yang dikumpulkan Andre Gorz - Insist 2002) :
- Kaleng-kaleng timah diganti dengan produk-produk yang terbuat dari alumunium, yang membutuhkan energi lima belas kali lipat
- Transportasi rel digantikan jalan raya-jalan tol yang mengkonsumsi energi lebih besar hingga enam sampai tujuh kali lipat, dan menggunakan kendaraan yang harus lebih sering diganti.
- Barang-barang yang dulu dapat dirakit dengan sekedar menggunakan obeng dan baut, kini diganti dengan produk-produk yang dicetak dan dilas, sehingga tak mungkin untuk diperbaiki
- Jangka waktu penggunaan kompor dan kemari es dikurangi hingga mencapai 6-7 tahun
- Bahan-bahan fiber dan kulit digantikan dengan bahan-bahan sintetis yang lebih cepat rusak
- Tissue dan piring sekali pakai langsung buang diperkenalkan
- Penyebarluasan konstruksi pencakar langit yang menggunakan kaca dan alumunium, yang mengkonsumsi energi besar untuk pendinginan maupun ventilasi pada musim panas.
Lantas meminjam Andre Gorz :
Apa yang sesungguhnya kita kejar? Sebuah bentuk kapitalisme yang adaptif terhadap rintangan-rintangan ekologis; ataukah suatu revolusi sosial, ekonomi dan kultural yang menghapuskan batas-batas dari kapitalisme, dan dengan demikian menciptakan pola hubungan baru antara individu dengan masyarakat dan antara manusia dengan alam? Reformasi atau revolusi?
Namun demikian sebagai protagonisnya model alternatif kiri tidak juga sekaligus dapat menjawab persoalan ini. Tentunya alternatif kiri seperti dicerminkan oleh Lenin yang menyerukan “Binasa atau bergerak cepat dan menyusul negara kapitalis maju” atau Stalin yang mengatakan ‘Kita berada 50 atau 100 tahun dibelakang negara maju. Kita harus mengejar ketertinggalan ini dalam 10 tahun. Kita melakukannya atau mereka yang menghancurkan kita”
Baca SERANG DI TEMPAT YANG MEMATIKAN Strategi-Taktik Untuk Gerakan Lingkungan Hidup Radikal
Wacana Edisi 12, TAHUN III,2002
Insist Press
Integrasi Ekonomi dan Ekologi : Dari Mimpi Menjadi Aksi
M. Baiquni
M. Baiquni adalah geograf lulusan UGM dan memperoleh Master Development
Studies dari institute of Social Studies, Den Haag.
Because of overpopulation and other problems in human behavior, the natural balance is now disturbed. This is a serious problem. (The Dalai Lama)
Pengantar
Akankah prinsip dan praksis ekonomi dapat dipertemukan dengan ekologi, di tengah arus perubahan peradaban global mondial? Bila ekonomi identik dengan akumulasi dan ekologi berkaitan dengan keseimbangan, dapatkah keduanya dikawinkan? Tulisan ini menganalisis berbagai perkembangan setelah dipicu revolusi industri, yang menunjukkan ledakan penduduk yang amat mencengangkan dan berbagai dampaknya pada lingkungan.
Setelah memasuki abad industri mekanik, peradaban manusia. telah merambah babakan baru informasi digital yang lebih dahsyat mempengaruhi kehidupan di berbagai pelosok dunia. Kita perlu mempelajari apa. yang telah terjadi dan dampak ikutan yang menyertai selama gegap-gempita peradaban industrialisasi mekanik, sambil memprediksi berbagai kemungkinan yang akan terjadi ketika melintasi peradaban informasi digital menuju masa. depan.
Jumlah manusia penghuni planet burni ini telah mencapai angka enam milyar, suatu angka. yang berlipat ganda bila kita tengok jumlah penduduk satu abad silam. Pertanyaan yang mendasar adalah, bila keeenderungan pertumbuhan penduduk masih terus meningkat ditambah dengan tingkat konsumsi dan gaya. hidup materialistis manusia. modern, apa yang akan terjadi pada satu abad mendatang?
Ledakan Penduduk
Peradaban manusia berubah dengan cepat dan mendasar, terutama setelah abad pertengahan. Dimulai dengan Renaissance (awal 1300-an sampai awal 1600-an) yang kemudian diikuti abad Pencerahan atau Enlightment (awal 1700-an sampai pertengahan 1700-an) serta abad Revolusi Industri (pertengahan 1700-an sampai pertengahan 1800-an). Abad Renaissance diawali dengan gerakan kebudayaan mencakup berbagai kesenian yang hidup di masyarakat sebagai penggerak dinamika perkembangan zaman. Berbagai pandangan baru dan penemuan-penemuan empiris ilmu pengetahuan membongkar berbagai kemapanan tradisi
Berbagai penemuan yang mendasari peradaban baru, cukup mencengangkan masyarakat pada zamannya, sehingt menimbulkan berbagai ketegangan dan perseteruan paham di kalangan para penganut tradisi dan penemu baru. Berbagai penernuan baru tersebut menggerakkan masyarakat yang selama ini di bawah kungkungan kegelapan dogma, seperti memperoleh pencerahan. Masyarakat menjadi lebih terbuka dan tergerak untuk mengembangkan pemikiran dan menguji temuan-temuan baru.
Pada tahun 1769, James Watt mencatatkan diri sebagai pembuat mesin uap hasil penyempurnaan temuan sebelumnya, sehingga memicu perkembangan revolusi industri. Pada waktu yang tidak terlalu lama, penemuan dalam bidang teknik dan kerekayasaan diikuti dengan perkembangan dalam bidang tata cara memanfaatkan sumber daya dan membangun kekuatan baru, yang disebut ekonomi. Pada tahun 1776, Adam Smith mengemukakan pendapat dan herdebat tentang ekonomi pasar bebas dan melahirkan atau dianggap sebagai awal dari ilmu
ekonomi. Dasar awal ilmu ekonomi yang lahir pada waktu itu populer sebagai ekonomi politik (Mubyarto, 1987).
Perkembangan tersebut diikuti dengan berbagai perubahan besar-besaran baik dalam kerekayasaan industri maupun pemanfaatan sumber daya alam. Belakangan istilah ekologi mulai populer digunakan oleh seorang sarjana Jerman Ernst Haeckel pada tahun 1869 (Dwidjoseputro, 1991). Orang mulai tertarik pula untuk melihat ekosistern dalam lingkup yang lebih luas (mengkaji alam semesta) maupun lingkup yang kecil (meneliti kehidupan mikroorganisme).
Perkembangan pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia memungkinkan untuk mengontrol ketidakpastian dan mengelola perubahan untuk mencapai kemajuan. Kontrol atas ketidakpastian dan perubahan telah menciptakan kemampuan manusia menguasai dan mengeksploitasi alam. Produksi pangan meningkat setelah manusia mengembangkan rekayasa sumber daya air yang menghidupkan lahan tadah hujan menjadi lahan produktif sepanjang tahun, menemukan bibit unggul, mengembangkan sistem pengelolaan tanaman dengan input teknologi pertanian. Kenyamanan manusia telah mendorong perubahan besar dalam peningkatan perkawinan dan kelahiran. Jumlah penduduk terus meningkat seiring dengan perbaikan kesehatan dan kualitas hidup serta lingkungan di sekelilingnya. Perubahan ini menjadi titik tolak ledakan jumlah penduduk dunia.
Penduduk dunia yang selama berabad-abad berkisar setengah juta jiwa, sejak revolusi industri meningkat pesat. Pada tahun 18o6 jumlah penduduk dunia baru mencapai satu miliar. Kemudian secara berangsur-angsur naik menjadi dua miliar pada tahun 1927, naik lagi menjadi tiga miliar pada tahun 196o-an. Hanya dalam waktu kurang dari setengah abad atau antara tahun 1960-2000, penduduk dunia telah meningkat berlipat ganda menjadi enam milyar jiwa.
Perkembangan jumlah penduduk yang demikian dahsyat membawa konsekuensi pada sumber daya dan lingkungan. Enam miliar lebih penduduk saat ini memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar dan mengeluarkan buangan limbah yang harus ditampung dan didaur ulang oleh alam. Memang manusia modern mampu menciptakan berbagai teknologi yang lebih efisien dan berskala besar untuk memproduksi berbagai kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Tetapi manusia modern tidak puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar, banyak di antaranya yang
memuja ambisi spektakuler. Ambisi manusia dapat menimbulkan masalah baru dan menciptakan ketakutan sendiri.
Masalah-masalah kekhawatiran akan kekurangan pangan, kelangkaan energi, polusi udara, pencemaran air dan berbagai kerusakan sumber daya terus menjadi keprihatinan. Peradaban dunia juga menunjukkan perkembangan yang semakin cepat. Manusia saling berkompetisi mencapai pemenuhan kebutuhan dan bahkan ada yang berlomba memenuhi ambisi keinginannya. Ada suatu, pertanyaan mendasar berkaitan dengan jumlah penduduk dan kemampuan planet bumi menghidupi dan menopang peradaban manusia.
"Orang Perancis menggunakan teka-teki untuk mengajarkan kepada anak-anak sekolah, sifat pertumbuhan yang berlipat ganda. Sebuah kolam berisi teratai, demikian teka-teki itu, berisi selembar daun. Tiap hari daun itu berlipat dua: dua lembar pada hari kedua, empat lembar pada hari ketiga, delapan lembar daun pada hari keempat, demikian seterusnya. Pertanyaan teka-teki
adalah: Bila kolam itu penuh daun teratai pada hari ketigapuluh, kapan kolam itu berisi separuhnya?Hari yang kedua puluh sembilan!" (Brown, L.R. 1982).'
Teka-teki tersebut menggambarkan suatu perturnbuhan eksponensial penduduk bumi yang diibaratkan penduduk sebagai daun teratai dan bumi sebagai kolam itu. Grafik ledakan jumlah pencluduk dan teka-teki Perancis tersebut bisa memperhitungkan perkiraan kemampuan planet bumi. Orang dapat berbeda pandangan dan perhitungan, baik pesimis maupun optimis, dalam menempatkan berapa jumlah manusia yang dapat ditampung oleh bumi dan pada tingkat konsumsi serta gaya hidup seperti apa sebaiknya kehidupan ini dikelola.
Perubahan secara cepat terus berlangsung di mana-mana mengakibatkan kemajuan sekaligusjuga ketimpangan sosial ekonomi, perkembangan global sekaligus peminggiran budaya lokal, eksploitasi sumber daya sekaligus peningkatan dampak lingkungan, hingga akhirnya bermuara pada persoalan keadilan dan keberlanjutan masa depan manusia. Muncul kekhawatiran akan datangnya bencana ekologi yang dapat menyebabkan daya dukung kehidupan hancur dan sulit dipulihkan lagi. Suatu bencana yang secara sistematis mengurangi kemampuan hidup generasi mendatang akibat keserakahan segelintir generasi saat ini.
Pada awal milenium ketiga ini muncul berbagai persoalan lingkungan dan tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh keserakahan. Berangkat dari berbagai fakta dan keprihatinan atas perkembangan dunia ini, maka perlu ada pengkajian ulang paradigma pembangunan, dari paradigma yang mengandalkan strategi pertumbuhan (ekonomi) menuju pembangunan berkelanjutan (ekologi). Salah satu usaha penting adalah pemikiran baru mengenai integrasi ekonomi dan ekologi menuju pembangunan berkelanjutan. Tentu saja jalan untuk mempertemukan kembali keduanya. dapat bermacam-macam, demikian pula pilihan pendekatan dan strategi dapat dipilih dan dikembangkan oleh siapa saj a yang tergerak untuk membangun peradaban yang adil dan berkelanjutan.
Pembangunan Pasca Perang Dunia
Setelah era kolonialisme berakhir melalui Perang Dunia II, muncul era baru yang disebut pembangunan. Istilah pembangunan mulai populer ketika Presiden Amerika waktu itu Harry S. Truman mel6ntarkannya sebagai resep baru untuk mengatasi keterbelakangan negara-negara Selatan (bekas jajahan Eropa) maupun dalam rangka memperbaiki wilayah bekas perang di Eropa dan Asia. Saat itu Amerika berada pada posisi pemenang secara politis (adidaya) maupun secara posisi unggul peradabannya (adibudaya). Truman dalam pidato kenegaraan yang bernada propaganda mengatakan:
"We must embark on a bold new paradigm for making the benefits of our scientific advances and industrial progress available for the improvement and growth of underdeveloped areas'.(1).
Secara sisternatis, ide pembangunan disebarkan ke seluruh dunia melalui berbagai program pembangunan. Pada akhir tahun 195o-an banyak pemuda Indonesia memperoleh beasiswa untuk belajar di Amerika dan setelah kembali ke tanah air membawa gagasan pembangunan untuk dikembangkan di Indonesia. Para intelektual yang kemudian hari menjadi pernimpin nasional tersebut menjadi agen pembangunan melalui programprogram pembangunan. Penyebar gagasan pembangunan melalui pendidikan tersebut hanya salah satu strategi di antara strategi lain seperti: bantuan yang sesungguhnya hutang luar negeri, transfer teknologi yang sebenarnya relokasi industri kotor dan tidak efisien lagi.
Guna mendukung pemasaran gagasan pembangunan tersebut dibentuk pula lembaga-lembaga yang hingga kini sangat berpengaruh antara lain United Nations, World Bank, International Monetary Fund, yang semua dimotori oleh Amerika. Dengan instrumen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lalu lintas politik dan pertahanan dapat dikuasai sejumlah negara adidaya. Sedangkan melalui dua badan ekonomi yang dikenal pula dengan Bretton Woods Institution
(2) tersebut, lalu lintas peredaran uang dan ekonomi dapat diatur oleh negara kaya.
Ide awal pembangunan bisa jadi sederhana, tetapi implikasi praktisnya tidak dapat disederhanakan, karena realitas kehidupan sangat beragam dan kompleks. Pembangunan, seperti kata Truman merupakan resep bagi negara berkembang dalam membangun dirinya melewati masa transisi dekolonisasi menuju demokrasi, ternyata menurut pengamatan Wolfgang Sachs dan kawan-kawan dianggap banyak kelemahan. Sejumlah kelebihan pembangunan terjadi berkaitan dengan tragedi kemanusiaan dan permasalahan kelestarian lingkungan.
"Today, the lighthouse of development shows cracks and is starting to crumble. The idea of the development stands like a ruin in the intellectual landscape. Delusion and dissapointment, failures and crimes have been the steady comparaons ofdevelopment and they tell a common story: it did not work. Moreover, the historical conditions which catapulted the idea into promi- nence have vanished: development has become outdated. But above all, the hopes and desires which made the ideafly, are now exhausted: development has grown absolete" (Sachs, 1995).
Para pengkritik pembangunan modernisasi model negara-negara maju yang diterapkan begitu saja di negara-negara berkembang terus dilancarkan oleh berbagai kalangan. Gustavo Esteva (1992) menyatakan bahwa banyak para teoretisi Dependencia dari, Amerika Latin dan intelektual kritis lainnya menuding "keterbelakangan sebagai wujud pembangunan". Menurut mereka,
keterbelakangan negara-negara dunia ketiga akibat proses penjajahan dan eksploitasi sumber daya alam.(3)
Pembangunan dengan cara dan tolok ukur keberhasilan yang dirumuskan negara maju, dalam penerapannya seringkali tidak tepat dengan kondisi dan dinamika lokal. Pembangunan yang terlalu menekankan pada pertumbuhan ekonomi semata, seringkali dapat berbenturan dengan kepentingan masyarakat luas yang menginginkan keadilan dan keberlanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan angka ternyata telah gagal menggambarkan peningkatan pemerataan yang diharapkan. Kesenjangan terjadi di berbagai kalangan masyarakat sementara
sekelompok kecil konglomerat menguasai sebagian besar aset produktif. Bahkan bila dihitung dengan Green Growth Model, angka pertumbuhannya akan terkoreksi menjadi lebih kecil dibanding dengan angka pertumbuhan ekonomi yang sering dilansir oleh pernerintah kepada publik.
Modernisasi yang identik dengan orientasi pertumbuhan ekonomi, dengan segala manfaatnya untuk segelintir kelompok masyarakat, ternyata tidak lepas dari berbagai kelemahan yang merugikan banyak kelompok masyarakat, khususnya kelompok yang selama ini termarginalkan, seperti buruh, petani, nelayan, dan juga perempuan. Kritik yang mengemuka berkaitan dengan paradoks modernisasi adalah pertumbuhan ekonomi versus kemero sotan ekosistem, akumulasi kekayaan versus marginalisasi atau perniskinan, globalisasi versus lokalisasi.
Proyek-proyek modernisasi yang diyakini dapat menyelesaikan sejumlah masalah, temyata gagal dan tidak mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan masyarakat seperti kemiskian, pengangguran, dan kesenjangan. Kondisi ini sangat terasa dalam ungkapan Mahbub ul Haq (1983) dalam buku Tirai Kemiskinan:
"Sangat bijak untuk diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses\ yang kejam dan keji. Jalan pintas ke sana tidak ada. Inti maknanya ialah mengusahakan supaya pekerja menghasilkan lebih besar dari apa yang dihabiskannya untuk mernenuhi kebutuhan pokoknya, serta menanam dan menanarn kernbali hasil lebih dari yang diperolehnya (Haq. 1983: 13)."
Orientasi pertumbuhan ekonomi dalam praktiknya terjadi akumulasi pada sekelompok keeil orang, namun memarginalkan kelompok yang besar. Fakta ini sangat terasa dengan besarnya jumlah penduduk yang terjebak dalam kemiskinan serta yang tidak kalah pentingnnya sering diperlakukan tidak adil. Kritik keras Mahbub ul Haqjuga tertuju pada perencana pembangunan yang terbius permainan angka-angka dan kurang tertarik memahami realitas kehidupan. Para
perencana pernbangunan sering dihinggapi penyakit'miopia', tidak berminat melihat yangjauh dan memandang cakrawala yang lebih luas dari sekadar ekonomi dan berpikir untuk kepentingannya sendiri.
"Perencana pernbangunan terlalu terpukau oleh laju pertumbuhan GNP yang tinggi dan mengabaikan tujuan sebenarnya dari usaha pembangunan. Ini dosa yang paling tidak dapat dirnaafkan. Dari negara demi negara, pertumbuhan ekonomi disertai jurang perbedaan pendapatan, antar perorangan maupun antar daerah, yang sernakin menganga. Dari negara ke negara, rakyat banyak makin menggerutu karena pernbangunan tidak menyentuh kehidupan sehari-hari mereka. Pertumbuhan ekonorni seringkali berarti sedikit sekali keadilan (Haq. 1983:
37)".
Para aktivis lingkungan terutama yang menganut paradigma Deep Ecology menganggap bahwa modernisasi sama dengan kerakusan manusia atas alam. Keeenderungan modernisasi yang menggalang akumulasi modal dan mengeksploitasi alam, dianggap memiliki dampak mendorong kerakusan manusia atas alam. Kalangan ini sangat keras menentang kecenderungan modernisasi yang mengarah pada eksploitasi sumber daya dan perusakan lingkungan yang
diwujudkan dalam proyek-proyek berskala besar (Baiquni, 1996).
Proyek besar dianggap sebagai arena pernasaran produk teknologi dan industri negara maju yang mengakibatkan ketergantungan dan semakin bertambahnya hutang luar negeri. Di samping itu juga menjadi biang keladi tersingkirnya masyarakat keeil dan seringkali mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kelompok penganut Deep Ecology ini tidak hanya meneriakkan kritiknya yang tajam, tetapi juga mempromosikan pandangan hidup bahwa manusia adalah bagian dari
alam dan berusaha mempraktikkan hidup kembali ke alam, back to nature.
Dari kalangan intelektual keagamaan muncul pula kritik terhadap pembangunan yang mengakibatkan manusia teralineasi terhadap Tuhannya. Akbar S. Ahmed (1992) melihat kekurangan tersebut sambil mengajukan solusi baru, yaitu pengalaman agama sebagai arah baru bagi peradaban dalam menyongsong pergantian milenium. Dalam bukunya tentangpost-modernisme, ia menulis:
"Kegagalan umum pembangunan model materialistis, apakah Marxis di salah satu ujung spektrum atau kapitalis di ujung lainnya, mewujudkan kebangkitan Islam. Kedua sistem tersebut terlihat di dunia Islam yang didasarkan pada materialisme dan dianggap telah gagal memberikan solusi sosial dan politik: Marxisme biasanya berarti kediktatoran yang kelabu lagi brutal, sementara kapitalisme sebagian besar bercirikan alineasi, kerakusan, dan anarki."(4)
Proyek modernisasi yang mengutamakan aspek materialistis dianggap telah menjerumuskan manusia ke arah kebingungan dan kegelapan aahiliah modern). Modernisasi tanpa cahaya spiritual mengakibatkan banyak anggota masyarakat di negara maju maupun negara berkembang kebilangan akar budaya dan kemerosotan akhlaknya. Kecenderungan mengejar kepuasan materialistic ternyata tidak pernah akan puas, bahkan akan menimbulkan rasa kesepian atau mendorong kerakusan serta kesewenang-wenangan.
Masyarakat modern yang mengalami kesepian (alienasi) dan rasa ketidakpuasan (frustrasi) sebagian terjerumus dalan kecanduan obat terlarang, kekerasan fisik, kekerasan svuktural, kolusi dan korupsi, serta sejumlah patologi sosial lainnya. Sebagian masyarakat berusaha melakukan pemecahan kebuntuan hidup manusia ini dengan kegiatan pencerahan spiritual, hidup kembali ke alam, mempraktikkan nilai dan cara hidup tradisional, maupun mengabdikan diri pada kemanusiaan.
Model pembangunan, baik itu yang mainstream maupun yang alternatif sedang berkembang, ada yang dengan mudah beradaptasi dengan perubahan dan ada pula yang mengalami kesulitan dengan perubahan. Pembangunan sedang mencari bentuk baru, ketika realitas yang berkembang justru terjadi tragedi kemanusiaan dan ancaman bencana ekologi. Bencana yang terjadi tidak lagi bisa dibendung dalam skala lokal, seringkali kedahsyatan bencana mencapai berbagai penjuru dunia yang berlangsung secara silih berganti dan saling terkait.
Krisis ekologi seperti pernanasan global dan kerusakan lobang ozon atmosfer bumi akan terus mewarnai berbagai pembicaraan mengenai masa depan peradaban manusia. Kerusakan tidak hanya di darat dan di laut, tetapi telah mencapai ruang angkasa yaitu atmosfer sebagai'selimut kehidupan' yang memungkinkan makhluk hidup termasuk manusia berkembang dalam suatu keseimbangan ekosistem. Goncangan pada keseimbangan ekosistem akan berakibat berantai.
Perubahan cuaca yang drastis misalnya akan mempengaruhi curah hujan yang berlebihan atau kekeringan yang memanggang di belahan bumi lain. Kebanj*iran dan kekeringan akan berakibat pada kegagalan panen dan menurunnya persediaan pangan yang berakibat pula pada ekonomi suatu masyarakat atau negara.
Krisis multidimensi Indonesia yang terjadi sejak 1997 merupakan koensiden krisis ekologi (kemarau panjang El Nino) dan krisis ekonomi (berawal dari krisis moneter Asia). Dari sisi krisis ekologi adalah bencana besar kebakaran hutan yang menghabiskan jutaan hektar hutan, kegagalan panen, kekeringan, dan bencana kelaparan. Asap tebal menyelimuti Asia Tenggara
hingga Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina. Dari sisi ekonomi, Indonesia dilanda goncangan moneter krisis ekonomi Asia yang berujung pangkal hancurnya ekonomi Indonesia. Sementara ekonomi negara-negara tetangga telah pulih dalam beberapa bulan, ekonomi Indonesia justru menimbulkan efek domino krisis sosial dan politik hingga jatuhnya
penguasa rezim Orde Baru.
Pembangunan yang tumbuh terlalu cepat dan tidak mengakar pada rakyat pada akhirnya bangkrut. Sekarang dapat dirasakan betapa pembangunan yang tumbuh terlalu cepat tanpa memperhatikan kesimbangan lingkungan dan keadilan, dapat berakibat pada hancurnya tatanan sosial kemasyarakatan dan tatanan kenegaraan. Berbagai pernikiran baru perlu dikembangkan dalam upaya nyata mencari solusi krisis, dengan menggali akar jati diri menemukan konstruksi
baru yang dimaknai bersama melalui pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Wim Burger (5) mengemukakan perumparmaan bahwa dunia modern ini seperti kapal raksasa super tanker. Kapal terbesar ini harus dikendalikan secara canggih dan terencana, kapten kapal tidak dapat begitu saja membelokkan kapal itu secara drastis seperti speedboat kecil. Kapal harus dijalankan sesuai rencana dan bila harus membelok perlu dilakukan antisipasi jauh dan
dibelokkan secara perlahan. Kapal super tanker ibaratnya seperti dunia saat ini dengan perkembangan peradaban modem berskala besar. Ekonomi dunia tidak dapat dibelokkan begitu saja dari strategi mengejar pertumbuhan ekonomi, dibelokkan dengan cepat menuju orientasi keberlanjutan ekologi. Pembangunan berkelanjutan harus melakukan serangkaian perubahan dalam jangka panjang yang dilakukan secara perlahan-lahan namun dipilih yang substansial.
Ide tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) berakar dari pemikiran yang berusaha mengintegrasikan perspektif ekonomi dan perspektif ekologi (WCED, 1987; Boesler, 1994; Panayotou, 1994). Ide ini merupakan paradigma dalam pembangunan yang mulai diterjemahkan ke dalam berbagai konsep. Kedua ilmu tersebut memiliki akar kata yang sama, yaitu oeikos berasal dari Bahasa Yunani yang kemudian menjadi eco dalam Bahasa Inggris yang berarti suatu 'rumah' atau rumah tangga. Meskipun berasal dari akar kata yang sama, namun perkembangannya keduanya nampak berjalan dengan logika dan praksisnya masing-masing. Ilmu ekonomi berkembang dan cenderung memfokus kan diri pada capaian-capaian jangka pendek, sedangkan ilmu ekologi berusaha dan cenderung mendorong capaian-capaian yang bersifat jangka panjang.
Kesadaran lingkungan lebih banyak dipicu oleh akibat dampak negatif dari perlombaan memacu pertumbuhan ekonomi melalui proses industrialisasi yang cenderung mengeksploitasi surnber daya alam secara besar-besaran dalam bentuk kerusakan dan pencemaran lingkungan (Dhakidae, 1994). Isu lingkungan muncul dalam berbagai studi pembangunan sejak tahun 196oan, ketika pasca Perang Dunia II dimulai kembali pembangunan industri hingga mencapai
perkembangan pesat yang membentuk era baru modernisasi.
Carson (1962) dalam bukunya yang terkenal bertajuk Silent Spring mengemukakan kekhawatiran polusi industri yang menggejala di negara maju yang menyebabkan masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Ide ini berkembang pada dekade 1970-an yang ditandai munculnya berbagai buku yang mengupas isu lingkungan dan pembangunan.
Limits to Growth, laporan sekelompok peneliti dan industriawan yang tergabung dalam Club of Rome, merupakan buku yang banyak didiskusikan mengingat pandangannya yang pesimistik sekaligus menggugah kesadaran akan masa depan. Buku ini mengupas adanya batas-batas fisikal bagi pembangunan pada skala global (Meadows, et al., 1972). Berbagai isu yang berkembang mengenai lingkungan mendorong PBB untuk menyelenggarakan konferensi yang
bersejarah mengenai Human Environment di Stockholm tahun 1972. Konferensi ini melahirkan deklarasi The Principles of Environment and Development.
Sejak pertemuan Stockholm tersebut, isu mengenai lingkungan berkembang pesat mempengaruhi pergeseran paradigma pembangunan yang dianut oleh negara maju yang semula sangat mengutamakan pertumbuhan ekonomi kemudian bergeser menuju peningkatan kualitas hidup melalui pernbangunan berwawasan lingkungan. Kampanye kesadaran lingkungan saat itu menggunakan moto sederhana 'Hanya Satu Burni'(Only One Earth) yang meluas menjangkau berbagai kalangan masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1970-an mulai bermunculan kelompok pencinta alam di berbagai sekolah dan masyarakat. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup didirikan pada tahun 1978. Berbagai kebijakan kependudukan dan lingkungan mulai dikoordinasikan dan diimplementasikan melalui berbagai departemen dan badan yang memiliki aparat operasional hingga tingkat lokal. Respon dari masyarakat dalam menggulirkan isu lingkungan ditandai dengan munculnya berbagai ragam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi masyarakat dan kalangan kampus yang menaruh perhatian pada masalah lingkungan dengan mendirikan Pusat Studi Lingkungan (PSQ.
Pada dekade 1980-an ditandai dengan merosotnya harga minyak dunia, sehingga pernerintah Indonesia memacu kebijakan ekspor nonmigas. Sumber daya alam hutan hujan tropika menjadi tumpuan produk ekspor Indonesia. Produk-produk manufaktur yang mengandalkan buruh murah juga menjadi strategi peningkatan ekspor.
Selama Orde Baru terdapat keeenderungan kebijakan pembangunan yang berorientasi pada perturnbuhan yang memberikan peran pada pelaku ekonomi besar dengan bertumpu pada sektor industri. Sebagai konsekuensinya pengembangan sektor ekonomi rakyat keeil dan koperasi di perdesaan yang terkait dengan sektor pertanian tidak mengalami perkembangan yang signifikan bagi perturnbuhan ekonomi nasional. Proses pernbangunan semacam itu kini disadari telah menciptakan kesenjangan ekonomi dan keresahan sosial yang pada gilirannya menimbulkan kerawanan politik seperti yang terjadi pada krisis multidimensi dewasa ini.
Berbagai pandangan mengenai pembangunan dan lingkungan merupakan suatu proses yang alarniah. Keragaman merupakan salah satu kata kunci pembangunan berkelanjutan: "semakin beragam entitas dalam suatu komunitas, semakin kenyal dan tinggi daya tahan ekologisnya". Keragaman paradigma diwarnai oleh perbedaan kepentingan dan dilandasi adanya nilaii-nilai dasar yang dianut secara perorangan dan masyarakat sau organisasi, sehingga menimbulkan
perbedaan sudut pandang dan strategi dalam meniti jalan pembangunan.
Sebagaimana konsep pembangunan, konsep tentang pembaagunan berkelanjutan ini sangat beragam atau bervariasi yang dipengaruhi kondisi pernbangunan maupun kepentingan negara. maupun berbagai kelompok tertentu seperti jaringan bisnis dan komunitas lokal. Kegiatan pembangunan, baik itu ekonomi maupun sosial budaya, merupakan hubungan atau interaksi antara .nanusia dengan lingkungan sekitarnya (Colby, 1990).
Pengaruh manusia terhadap sumber daya alam telah menarik banyak perhatian karena di samping bermanfaat bagi kehidupan manusiajuga dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Meningkatnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam didorong oleh meningkatnya kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan serta pemenuhan kebutuhan lebih lanjut yang masing-masing individu, masyarakat, ataupun negara memiliki kemampuan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Fenomena kontradiktif terjadi, di satu sisi kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya alam selalu meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk dan dorongan mencapai kemajuan; di sisi lain terjadi kemerosotan sumber daya dan lingkungan sebagai akibat penggunaan sumber daya alam secara berlebihan (Sutikno, 1982).
Hubungan semacam itu terjadi di berbagai tingkatan. dalam suatu ekosistem yang komplek dan beragam, sehingga menghasilkan fenomena yang bermacam-macam. Sebagaimana keragaman hubungan dan fenomena yang dihasilkannya, para ahli memiliki keragaman pandangan mengenai pernbangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan dalam laporan Our Common Future atau dikenal dengan Brundtland Report, adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan. masa kini tanpa. mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang:
"Sustainable development is the development that meets theneeds of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs" (WCED, 1987: 8).
Konsep tersebut memiliki makna yang luas dan menjadi payung bagi banyak konsep, kebijakan, dan program pembangunan yang amat beragam. Pembangunan berkelanjutan merupakan paradigma baru yang memiliki interpretasi konsep dan aksi yang beragam. Konsep yang diajukan negara maju belurn tentu tepat untuk dilaksanakan di negara berkembang, demikian pula konsep yang diajukan oleh negara sedang berkembang belum tentu dapat diterima oleh negara maju. Hingga sekarang ada ratusan konsep dan definisi pembangunan berkelanjutan. Hal ini
menunjukkan bahwa isu ini telah berkembang cepat dan dapat tumbuh secara beragam dalam implementasinya.
Dalam perkembangannya, pembangunan berkelanjutan didefinisikan dalam buku Caring for the Earth sebagai: "Upaya peningkatan mutu kehidupan manusia namun masih dalarn kernarnpuan daya dukung ekosistem" (IUCN, UNEP and WWF, 1991: 10). Banyak kalangan lain juga mendefinisikan, seperti IISD (International Institutefor Sustainable Development) dengan kalangan bisnis yang mengusulkan definisi: "Pernbangunan berkelanjutan sebagai adopsi
strategi-strategi bisnis dan aktivitas yang mempertemukan kebutuhan-kebutahan perusahaan dan stakeholders pada saat ini dengan cara melindungi, memberlanjutkan, serta meningkatkan sumber daya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa mendatang" (Satriago, 1996: 88). Burger (1998: 48) secara diagramatis menggambarkan pernbangunan berkelanjutan sebagai interaksi antara tiga komponen besar, yaitu biosphere, masyarakat, dan moda produksi ekonorni.
Pembangunan berkelanjutan yang diperbincangkan oleh banyak kalangan dan akadernisi, setidaknya membahas empat hal. Pertama, upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan dan daya dukung ekosistem. Kedua, upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkan. Ketiga, upaya meningkatkan sumber daya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa yang akan datang. Keempat, upaya
memperternukan kebutuhan manusia secara antar pnerasi.
Mempertemukan Ekonomi dan Ekologi
Upaya untuk mempertemukan kembali ilmu ekonomi dan ekologi memiliki arti penting dalam upaya mewujudkan Pembangunan berkelanjutan. Banyak permasalahan pernbangunan dalam bentuk kerusakan lingkungan yang menimbulkan masalah sosial dan ekonomi dalamjangka panjang. Untuk itu perlu upaya melakukan reorientasi ekonomi yang ada saat ini menjadi ekonomi berkelanjutan. Ekonomi berkelanjutan didefinisikan sebagai: "Ekonomi yang tetap mernelihara basis sumber daya alam yang digunakan. Tata ekonomi seperti ini dapat terus berkembang dengan penyesuaian-penyesuaian, dan dengan menyernpurnakan pengetahuan, organisasi, efisiensi teknik, dan kebijakan" (Satriago, 1996: 38).
Gagasan untuk memasukkan faktor lingkungan dalam perhitungan ekonomi telah dimulai. Dialog dan kerjasama di antara para ahli ekonomi dan ahli ekologi diharapkan dapat melahirkan kembali ilmu baru yang dapat mendukung terwujudnya pernbangunan berkelanjutan. Secara cukup jelas Colby (1990: 33) menggambarkan perjalanan paradigma ilmu ekonomi yang pada milenium baru ini semakin disadari untuk diperternukan kembali kedua ilmu ekonomi dan ekologi.
Ekonomi klasik pada zaman Adam Smith awalnya lebih mengkaji berbagai persoalan manusia dengan perspektif ekonomi politik. Implementasi perkernbangannya terjadi berbagai aliran pernikiran yang dipengaruhi oleh kekuasaan, penguasaan teknologi, dinamika sosial budaya, tingkat kemajuan, dan struktur kepemerintahan. Pada perkembangannya ada tiga aliran utama
yaitu neo-Marxis, neoklasik, dan neo-Malthusian yang banyak mempengaruhi perkembangan dunia setidaknya sampai akhir abad XX.
Kritik dan saling mengisi di antara aliran terjadi selama kurun waktu yang cukup lama. Masing-masing aliran dan implementasinya telah berubah dan terus akan berubah. Persoalannya sekarang tidak sekadar mana yang paling unggul dalam konsep, tetapi mana yang dapat memberikan jalan terbaik dalam menyelesaikan masalah. Kini muncul polarisasi di antara para penganut aliran Frontier Economy dan Deep Ecology.
Aliran pertama banyak dipraktikkan oleh para pelaku ekonomi perusahaan multinasional yang memiliki skala besar dari negara maju dan juga negara industri baru. Para pemilik modal dan penguasa memperlakukan alam sebagai sumber daya tak terbatas untuk dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan manusia. Alam setelah dieksploitasi sekaligus dijadikan tempat sampah yang dipaksa melebihi kemampuan daya dukung dan daya daur ulang sendiri. Aliran
pemikiran bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan manusia tak terbatas, dianut baik di negara kapitalis maupun komunis. Meskipun demikian keduanya memiliki pengorganisasian masyarakat dan kepemerintahan yang berbeda dan bahkan bertolak belakang.
Di pihak lain, aliran Deep Ecology menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Aliran ini juga mempromosikan persamaan hak organisme dan alam, pemanfaatan yang disesuaikan dengan daya dukung, berorientasi pada ekonomi tanpa pertumbuhan (Daly, 1989). Aliran ini juga mengangkat tema diversity & flexibility dengan mempromosikan keragaman hayati dan budaya, perencanaan yang terdesentralisasi dengan menggunakan keragaman nilai, memanfaatkan kearifan tradisional dan pengelolaan sumber daya dengan teknologi local (Colby, 1990).
Dalam berbagai kasus kedua aliran ini seringkali berhadap-hadapan dan membangun pendirian dan argumen masing-masing dalam mengelola aset sumber daya dan mempertahankan penghidupannya. Dalam berbagai kasus yang telah dikemukakan di depan, begitu banyak didominasi oleh praktik-praktik dari aliran Frontier Economy, yang tidak lain adalah wujud pembangunan yang berorientasi pertumbuhan tanpa peduli dengan dainpaknya yang cenderung memiskinkan bebagai kelompok masyarakat lain. Sementara itu banyak aliran Deep Ecology yang sesungguhnya menarik untuk dipraktikkan tetapi kurang mampu menjawab tantangan struktural yang dihadapi, terutama menjawab bagaimana kemiskinan dapat dia'tasi dan ketergantungan hutang luar negeri dapat dikurangi.
Pembangunan berkelanjutan perlu proses integrasi ekonomi dan ekologi melalui upaya perumusan paradigma dan arah kebijakan yang bertumpu pada kemitraan dan partisipasi para pelaku pembangunan dalam mengelola sumber daya yang seoptimal mungkin dapat dimanfaatkan.
Upaya pembangunan berkelanjutan tidak dapat dilakukan secara individu ataupun diserahkan masing-masing negara. Berbagai perubahan dapat dimulai dari diri sendiri, keluarga dan komunitas yang pada gilirannya akan mendorong penerapan prinsip-prinsip ekologi dalam sistem kepemerintahan, bisnis, dan kehidupan sehari-hari. Setiap orang adalah konsumen sekaligus produsen. Secara kolektif konsumen dapat menentukan pilihannya pada produk yang menerapkan produksi ramah lingkungan. Dengan demikian akan memacu pula kesadaran para produsen, pelaku bisnis, dan industriawan untuk mengikuti perilaku konsumen yang sadar akan hak dan komitmen lingkungannya (Wasik, 1997).
Aksi pada tingkat global terus dirintis melalui berbagai pertemuan dan kesepakatan untuk melakukan kerjasama. Bila kita kaji hasil kesepakatan Rio Declaration on Environment and Development tahun 1992, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dirumuskan menjadi 27 butir. Prinsip-prinsip tersebut telah diterjemahkan ke dalam Agenda 21 yang berisi rencana aksi
dalam rangka implementasi pembangunan berkelanjutan.
Agenda Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, telah disusun sebelum krisis multidimensi berlangsung. Ironisnya justru Agenda 21 baru saja selesai disusun, Indonesia langsung mengalami krisis yang berkelanjutan hingga kini belum pulih kembali. Agenda 21 Indonesia memuat formula bahwa dalam upaya mengelola agar pembangunan ekonomi Indonesia berlangsung secara berkelanjutan, dibutuhkan serangkaian strategi integrasi lingkungan ke dalam pembangunan ekonomi. Strategi integrasi tersebut meliputi. pertama, pengembangan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan; kedua, pengembangan pendekatan pencegahan pencemaran; dan ketiga, pengembangan sistem neraca ekonomi, sumber daya alam, dan lingkungan (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1997).
Setelah satu dasawarsa Rio+10, kini saatnya mengevaluasi pencapaian apa yang telah diperoleh dan apa yang belum dapat dilaksanakan. Dalam konteks pembangunan Indonesia, jelas perlu disusun kembali Agenda 21 dengan lebih saksama dan realistis dalam menyusun program aksi dan penguatan institusi terutama berkaitan dengan otonomi dan kebangkitan masyarakat sipil.
Catatan kaki :
1. Presiden Truman menyampaikan pidato ini pada saat pengukuhannya, tanggal
20 januari 1949 (kutipan ini diambil dari tulisan Gustavo Esteva: 1992).
Kata underdevelopment pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa Amerika mulai
arogan dalam peraturan tata dunia baru pasca Perang Dunia II
2. Breeton Woods adalah sebuah desa di negara bagian New Hempshire, AS,
yang menjadi ternpat berlangsungnya konferensi penting pada tanggal 1-22
Juli 1944 yang setahun kernudian melahirkan Bank Dunia dan IMF. Hasil
konferensi ini kernudian menjadi acuan baru dalarn pengelolaan ekonorni
dunia yang berpengaruh dan kuat hingga saat ini (Kornpas, 1994).
3. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan keadaan di India yaitu ketika Gandhi
berdebat dengan PemerintahInggris mengenai model pembangunan, "Mengapa India
tidak mengikuti Inggris saja?" Dengan diplomatis Gandhi berargumen, "Kalau
negara sekecil Inggris untuk dapat maju dengan cara menjajah dan
mengeksploitasi sepertiga luas bumi, maka India yang besar ini untuk dapat
maju harus menjajah berapa planet seperti bumi ini?'
4 Tulisan Akbar S. Ahmed menjadi wacana baru dan menarik, terutama di
kalangan intelektual muda yang sedang mencari jalan baru'. Bukunya
Postmodemisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam diterbitkan oleh Mizan 1992.
5 Wirn Burger adalah dosen Institute of Social Studies, Den Haag yang
memberikan ceramah tentang Ecology and Development. Saya mencatat
pokok-pokok pikirannya pada periode kuliah musim semi 1993.
Pustaka
Akhmed Akbar S. (1992), Postmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam.
Bandung: Mizan.
Baiquni, Muhammad (1996), Karakteristik Geografi Regional Indonesia:
Analisis Peluang dan Tantangan terhadap Penggalian Potensi Sumber-sumber
Dasar Kawasan Timur Indonesia. Makalah diskusi diselenggarakan Badan
Eksekutif Mahasiswa UGM.
Burger, Dietrich (1998), 'The Vision of Sustainable Development', dalam
Agriculture and Rural Development, Volume 5, No. 1, April 1998. Frakfurt,
Jerman: DLGVerlags-Gmbh.
Carson, Rachel (1962), Musim Semi yang Bisu (Silent Spring). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Colby, M.E. (199o), Environmental Management in Development: The Evolution
of Paradigms. The World Bank Discussion Papers. Washington DC: The World
Bank.
Daly, H. (1989), 'Steady-State and Growth, Consepts for the Next Century',
dalam Archibugi, F. dan Nijkamp, P. (eds.), Economy and Ecology: Towards
Sustainable Development. Dordrecht/ Boston /London: Kluwer Academic
Publishers.
Dwidjoseputro, D. (1991), Ekologi Manusia dan Lingkungannya. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Haq, Mahbub ul (1983), Tirai Kemiskinan; Tantangan-tantangan untuk Dunia
Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
IUCN, UNEP, dan WWF (1991), Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable
Living. The world Conservation Union, United Nations EnvironmentProgramme
and World Wide Fund for Nature. Switzerland: Gland.
Kompas, 1 Januari 2000.
Meadows, et.al. (1972), Limits to Growth. Roma: Club of Rome.
Mubyarto (1987), Ekonomi Pancasila; Gagasan dan Kemungkinan. Jakarta: LP3ES.
Panayotou, T. (1994),'Economy and Ecology in Sustainable Development', dalam
The Society for Political and Economis Studies (ed.) 1994. Economy and
Ecology in Sustainable Development. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sachs, Wolfgang (1995), The Development Dictionary, Wolfgang Sach (ed.).
Johannesburg: Witwaterstrand University Press.
Satriago, Handry (1996), Istilah Lingkungan untuk Manajemen. Jakarta:
Ecolink, IPMI, dan Gramedia.
Sutikno (1982), Peranan Geornorfologi dalam Aspek-aspek Keteknikan. Makalah
Seminar Geografi II dengan tema Peranan Geografi dalam Pembangunan Nasional.
Yogyakarta: IGEGAMA.
Wasik, J.F. (1997), Green Marketing and Management: A Global Perspective.
Oxford, UK: Blackwell Business.
WCED (World Commision on Environment and Development) (1987), Our Common
Future.
Zen, M.T. (1979), Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Kamis, 13 Maret 2008
Studi Kasus Gerakan Lingkungan Hidup di Amerika Serikat
Membaca Lapindo, Newmont, Freeport, RAPP,Ambisi PLTN Indonesia, PP 2/2008, rangkaian bencana ekologi sepanjang 5 tahun terakhir, dan privatisasi-liberalisasi
'penguasaan' asset2 alam/sumberdaya alam, COP 13 dengan politik dagang sapinya, tidakkah ini potensi pembesaran kesadaran, ledakan protes dan pembesaran gerakan lingkungan hidup.........
Mari Belajar dari Gerakan LH Amerika Serikat di masa gemilangnya. Ironinya inilah kandangnya Rezim Ekonomi-Politik yang menentang Protokol PBB soal perubahan iklim. Ya kedegilan Amerika Serikat (silah baca)
------------
Tercatat 1500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah ikut
terlibat dalam aksi unjuk rasa pada Hari Bumi. Selain
itu TIME melaporkan sekitar 20.000.000 orang turun
kejalan.
(disarikan dari buku Kirpatrick Sale Revolusi Hijau : Sebuah tinjauan historis-kritis gerakan lingkungan hidup di Amerika Serikat, Yayasan Obor Indonesia 1996)
Aliran dan Gelombang Gerakan Protes Baru
Dalam catatan TIME pada momentum Hari Bumi 22 April 1970 diperkirakan 20.000.000 orang turun kejalan. Paling tidak di New York saja diperkirakan ratusan ribu orang memadati jalan Fifth Evenue yang pada hari itu ditutup untuk lalu lintas umum dan puluhan ribu orang memadati Union Square.
Nelson salah satu senator yang menginisiasi peringatan Hari Bumi ini menyebutkan peristiwa ini sebagai : ... ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan. Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyampaikan pesan yang serius dan menatap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu'.
Bahkan harian The New Republic menyebutkan : " bukan saja merupakan saluran bagi semangat anti perang yang frustasi seperti yang kita pikirkan" ... sebelum hari demonstrasi itu, para pemerhati lingkungan hidup telah dihimpun " sebagai pengerahan massa terbesar dari pelbagai aliansi, setelah Perang Salib" - akan tetapi lebih merupakan suatu peristiwa yang "menandai adanya kesadaran tinggi terhadap bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kediktatoran tehnologi,"dan ini merata di seluruh lapisan masyarakat.
Energi yang luar biasa ini merupakan perkawinan antara energi generasi pemrotes 60 an yang terkenal sebagai penentang perang Amerika di Vietnam dan gerakan lingkungan hidup lama yang mulai menemukan momentumnya. Generasi pemrotes ini menjadi basis dukungan yang esensial bagi gerakan lingkungan, yang bergabung dengan organisasi konservasionis model lama, mula-mula bergerak dalam riak-riak kecil, baru kemudian dalam gelombang-gelombang besar "Kami hanya duduk-duduk disini dan tiba-tiba mereka muncul sambil mengadakan kampanye dukungan dari rumah- kerumah', laporan seorang veteran dari National Wildlife Federation.
Para lulusan perguruan tinggi tahun 1960-an tidak saja mendukung dengan pengerahkan massa untuk demonstrasi-demonstrasi politik dan kegiatan-kegiatan anti-perusahaan yang mencemari lingkungan, tapi menyumbang sejumlah besar penulis, ahli hukum, ilmuwan dan pelbagai profesi lain dalam bidang hak-hak sipil, anti-perang, gerakan feminis dan gerakan buruh. Ini menyebabkan meningkatnya pengaruh generasi muda di sebagian besar organisasi, yang membentuk bukan saja gagasan-gagasan baru, demikian pula cara dan taktik baru, mulai dari metode inovasi pengadaan dana serta lobi-lobi di tingkat Konggres. Sampai dengan meruntuhkan papan reklame dan bentuk aksi lain yang disebut 'tindakan langsung' (direct action). Dalam hal pengerahan massa paling tidak tercatat 1500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah ikut terlibat dalam aksi unjuk rasa pada Hari Bumi.
Generasi pemrotes dasawarsa 60-an merupakan minoritas yang jelas, tetapi generasi ini dapat menggaung dengan sangat kuat menembus masyarakat karena asumsi-asumsinya sendiri begitu menanatang, yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dalam beberapa hal merupakan ketakutan dan kecemasan kalangan mayoritas juga.Tidak semua organisasi itu sangat menaruh perhatian pada masalah-masalah lingkungan sampai akhir dekade 60-an, akan tetapi sikap membangkang mereka yang tidak kenal kompromi, tekadnya untuk
menantang secara non-violence kesepakatan-kesepakatan yang ada, sering sangat menjalar baik bagi kelompok-kelompok lingkungan arus utama, maupun untuk pelbagai kelompok aktivis ad-hoc yang bermunculan. Selain itu seluruh cara aksi politik- aksi duduk, demonstrasi, pawai protes pada waktu itu masih merupakan hal baru bagi Amerika.
Perkawinan antara keduanya itu juga mengakibatkan ledakan massa demonstran juga memicu terbentuknya sejumlah organisasi lingkungan baru yang sebagian lebih bersifat lokal bukan bersifat nasional. Selain itu, ketika tidak satu pun organisasi lama memiliki pengalaman dan keahlian -atau bahkan keinginan bersama-untuk bergerak bersama dengan cakupan luas terhadap isu polusi, sehingga gerakan dengan cakupan luas justru diprakarsai oleh sejumlah organisasi yang lebih kecil untuk menyalurkan aspirasi dan keprihatinan masyarakat.
Kepercayaan
Generasi pemrotes ini lahir pada waktu kegagalan-kegagalan masyarakat pertengahan abad ini semakin mendapat soroton, maka kesepakatan-kesepakatan yang tanpa kritik semasa tahun-tahun pemerintahan Eisenhower mulai diragukan dan ditinggalkan. Apapun sifat pelbagai kegagalan yang ada-perang Vietnam yang konyol, kekerasan di daerah perkotaan, pembunuhan dan hura-hara, devaluasi,inflasi- semua itu menunjukkan bahwa banyak dari sistem yang harus digugat. Bagi banyak aktivis lingkungan, ini berarti semakin tingginya kesadaran di kalangan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab- mulai dari salah urus pada tingkat federal sampai pada kurangnya perhatian di tingkat pemerintah lokal- dan sebagai pelayan bisnis yang nyata-nyata
merugikan lingkungan demi keuntungan perusahaan swasta.
Disisi lain di kalangan publik luas setelah memandang dengan kagum munculnya
'masyarakat makmur", mulai berhitung berapa harga yang harus untuk semua itu. Disekeliling masyarakat itu terlihat buah-buah dari apa yang disebut 'revolusi sintetis', plastik, bahan kimia, pestisida, detergen, pusat tenaga nuklir dan juga tampak bertebaran daerah atau kawasan pinggiran kota serta merebaknya gedung-gedung pencakar langit. Sekalipun demikian tidak muncul ketenangan dan kedamaian serta kehidupan harmonis seperti yang dijanjikan.
Yang lebih gawat lagi, bahwa semua kemanfaatan materi itu tampaknya harus dibayar mahal - penuh sesaknya kawasan perkotaan, semakin luasnya kawasan sub-urban, polusi udara dan kabut campur asap, sungai-sungai dibendung, penyakit kanker dan abu radioaktif yang berasal dari peledakan nuklir (suatu harga yang sering masuk dalam tayangan tv) - dan semua itu berlangsung makin gila saja yang nampaknya sudah di luar pengawasan yang efektif baik oleh organisasi bisnis sendiri yang mengambil keuntungan darinya, maupun oleh pemerintah yang semestinya mengaturnya.
Pada saat yang sama, suasana 'boom materi' pasca perang telah menghasilkan semakin tingginya jumlah tamatan universitas, karyawan kelas menengah yang tumbuh cepat menempati kawasan pinggiran kota agar mereka dapat kembali mendengarkan kicau burung di pagi hari dan menatap bintang di malam hari.
Mereka ini menginginkan - dan dapat membiayai- apa yang disebut oleh para ahli sosiologi 'kualitas hidup' bukan 'standar hidup' dalam arti tradisional : tambahan yang membuat hidup lebih nikmat setelah kebutuhan pokok, termasuk waktu senggang, hiburan diluar rumah, air dan udara yang bersih, keamanan dan kesehatan pribadi dan kebutuhan yang lebih besar akan lingkungan yang alami.
Kebangkitan Opini Massa
Ditengah mulai tumbuhnya kesadaran baru yang mulai matang muncul sebuah buku yang sangat fantantis yang ditulis oleh seorang akademisi yang sedang menjemput maut akibat kanker oleh pestisida yang menjadi bahan observasinya, sekaligus menjadi sumber inspirasi gerakan dan kesadaran tentang bahaya maut yang datang seiring meningkatnya kemakmuran. Akhir 1962 terbitlah Silent Spring dan didaftar sebagai salah satu buku yang paling laris selama 31 minggu dan terjual lebih dari 500.000 eksemplar. Yang menarik adalah fakta bahwa gerakan lingkungan - dalam arti yang aktif, vokal, merakyat dan berpengaruh - tidak ada sebelum Silent Spring terbit.Max Nicholson, kepala British Nature Conservancy dan seorang tokoh internasional menyebut Silent Spring “mungkin merupakan sumbangan paling besar dan paling efektif dalam membangkitkan opini umum dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ekologi”.
Kebangkitan opini massa juga dipicu oleh kelompok media utama yang akhirnya menyadari seriusnya masalah lingkungan dan cakupan pemuatan berita serta isunya secara lambat namun pasti semakin mendapat tempat sepanjang dasawarsa itu, dan semakin meningkat lagi di awal tahun 1970-an dengan artikel-artikel halaman depan dan berita-berita utama di majalah Time, Fortune, Newsweek, Life, Look, The New York Times dan The Washington Post, semua itu mengambil model berita utama Newsweek yang berjudul "The Ravaged Environment' (Lingkungan yang Rusak)
Robert Heilbroner dari The New York Riview of Books dalam bulan April 1970 menyebutkan 'isu ekologi telah menjadi keprihatinan masyarakat luas". "Isu soal ekologi bukan saja yang terutama dan selalu penting, tapi. memang telah merupakan tantangan yang paling sukar dan paling berbahaya yang pernah dihadapi umat manusia" Bahwa tantangan itu telah diisolir dan bahkan telah mulai ditanggapi dengan jelas merupakan kinerja yang menjadi bukti bahwa sebuah revolusi sosial memang telah dimulai di Amerika. Titik puncaknya adalah dicanangkannya Hari Bumi dalam tahun 1970".
Kekalahan proyek bendungan Grand Canyon, dan diberlakukan Wilderness Preservation Systems (Sistem Kawasan hutan Lindung) dan kemudian pada akhir tahun 1968 National Wild and Scenic River Systems) yang diliput secara luas oleh media massa menandai suatu titik balik dalam sikap orang Amerika terhadap tanah, alam atau bagiannya yang terpenting bukan hanya untuk di eksploitasi dan dimanipulasi, tapi harus dilestarikan dan dilindungi, serta dicintai sebagai semama makluk hidup.
Kedua hal ini mewarnai perjalanan gerakan lingkungan hidup dan membangun optimisme publik untuk mempengaruhi lembaga sentral dalam hal ini pemerintah. Undang-undang yang terkait dengan upaya pelestarian hutan lindung rancangan telah diajukan oleh Wilderness Society untuk dipertimbangkan konggres pada akhir tahun 1950-an dan proses dengar pendapatnya telah dimulai tahun 1957 dengan mendapat perlawanan keras dari perusahaan-perusahaan swasta. Baru ketika awal tahun 1960 gerakan konservasi mulai menemukan semangat baru dan cara baru untuk menentang pemerintah yang bersikeras. Baru pada tahun 1963 rancangan undang-undang ini harus diputuskan melalui pemilihan suara dan di Senat pada tahun 1964. Ternyata UU ini diterima dengan suar mutlak, ditandatangani dan mulai berlaku 9 September 1964. 25 tahun setelah UU ini diberlakukan, kawasan hutan lindung meningkat dari 9,1 juta acre menjadi lebih dari 90 juta acre.
Selain pada dasawarsa ini muncul resistensi yang sangat kuat atas rencana pembangunan Bendungan grand Canyon. Hal ini tak lepas dari peran David Brower dari Sierra Club yang mulai melakukan strategi baru dan kelompok pendukung baru. Dari jerih payahnya itu perjuangan mencapai kemenangannya. Surat dan telegram protes membanjiri kantor anggota Konggres, dan ribuan orang melakukan percakapan telpon untuk memprotes, dan tidak terhitung artikel yang muncul pada meida massa nasional dengan nada yang sama serta terbentuknya pelbagai kelompok masyarakat (protes) ditingkat akar rumput untuk mempertahanakan kelanjutan tekanan tersebut.
Belum lagi banyak kasus bencana lingkungan (polusi) yang membangkitkan kecemasan publik tercatat pada dasawarsa itu muncul bencana 80 orang meninggal di New York City selama 'pergantian udara" dalam musim panas tahun 1966, kapal Torrey Canyon karam dan menumpahkan 117.000 ton minyak mentah ke selat Inggris pada maret 1967, sebuah anjungan minyak lepas pantai dekat Santa Barbara, california membocorkan berjuta-juta galon minyak mentah ke sepanjang pantai California dalam bulan Januari dan februari 1969, sungai Cuyahoga dekat Cleveland tiba-tiba terbakar dan Danau Erie yang berdekatan dinyatakan sebagai 'sebuah lobang yang mati tenggelam' sebagai akibat sampah dan limbah kimia dalam musim panas tahun 1969
Para aktivis kampus, yang pada saat itu sedang berada di puncak kampanye anti perang, dengan antusias bersatu untuk mencari dan meneliti keterkaitan antara lembaga-lembaga yang mendukung campur tangan militer pada satu pihak dan polusi bahan kimiawi di pihak lain.
Efek
Tentang fenomena gerakan sosial baru ini Kirkpatrick Sale mencatat bahwa jarang sekali ada suatu gerakan yang dalam tempo sesingkat itu memperoleh dukungan luas masyarakat, dan menjadi bagian menentukan dalam kampanye politik sampai agenda rapat legislatif atau memberikan dampak regulatoris dan legislatif yang luar biasa, menghasilkan sedemikian banyak organisasi aktif atau menjadi terpatri dalam suatu kebudayaan ; benar-benar Revolusi Hijau. Namun demikian sebagai catatan setelah periode 60-70-an gerakan lingkungan hidup mendapatkan perlawanan keras dari Presiden Reagan sebagai dedengkot neo-liberalisme.
Dukungan yang ditanam di tahun 60-70 an telah menemukan panenan yang luar biasa. Menurut sebuah Survey 1990 menunjukkan : 74% responden menganggap perlindungan lingkungan adalah mutlak sehingga standar ambang batas tidak boleh ditentukan terlalu longgar (1981 baru 45% persen yang menyatakan demikian) Survey lain menunjukkan bahwa 76% rakyat Amerika menyatakan sebagai pemerhati lingkungan hidup dan lebih dari separuhnya telah menyumbang untuk organisasi lingkungan hidup. Serta 80% rakyat AS mendukung tujuan organisasi lingkungan.
Selain itu Resources Guide to Environmental Organizations menyebutkan 14 juta orang (satu banding tujuh orang dewasa) di Amerika menjadi anggota organisasi lingkungan hidup dibandingkan pada awal 70-an baru mencapai sekitar 300.000 orang. Sedangkan organisasi lingkungan bertumbuh dari beberapa ratus pada awal tahun 70 menjadi 3000 organisasi diakhir tahun 70an
Lepas dari keberhasilan itu pada akhir bukunya Kirkpatrick Sale melontarkan kritik terhadap gerakan lingkungan hidup di AS. Ia mengatakan selain perselisihan dan pertentangan di kalangan sendiri, gerakan lingkungan masih harus mencari cara untuk mempengaruhi inti kepuasan publik Amerika, atau menghindari pemberian tugas yang cuma berada pada tepi-tepi kehidupan politik, sehingga gerakan lingkungan itu sendiri diremehkan, atau bahkan ditekan. Dan semakin gerakan lingkungan itu mempertanyakan nilai-nilai utama dari sistem Amerika dibalik krisis-krisis lingkungan (liberalisme, kapitalisme catatan saya) itu atau mempertanyakan peradaban, diatas mana gerakan lingkungan itu berada, maka gerakan itu akan semakin mendapatkan perlawanan, kalau bukan untuk jangka panjang pasti dalam jangka pendek.
Baca pula SERANG DI TEMPAT YANG MEMATIKAN Strategi-Taktik Untuk Gerakan Lingkungan Hidup Radikal
KERANGKA TEORI SEDERHANA TTG GERAKAN SOSIAL
Jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan kayakinan : engkau akan hancur!
(Wiji Thukul : Tembok dan Bunga)
Perang gerilya tidak dapat secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilya hanyalah untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur dalam perang yang biasa, karena hanya tentara demikianlah yang dapat melakukan offensif dan hanya ofensiflah yang dapat menaklukan musuh. (AH Nasution)
Indikasi awal untuk menangkap gejala gerakan sosial menurut John Lofland (Protes; Insist Press 2003) adalah dengan mengenali terjadinya perubahan-perubahan pada semua elemen arena publik dan ditandai oleh kualitas "aliran" atau "gelombang". Dalam prakteknya suatu gerakan sosial dapat diketahui terutama lewat banyak organisasi baru yang terbentuk, bertambahnya jumlah anggota pada suatu organisasi gerakan dan semakin banyaknya aksi kekerasan atau protes terencana dan tak terencana.
Selain itu menurut Lofland dua aspek empiris gelombang yang perlu diperhatikan adalah, pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek antara lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu gerakan akan melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah mengalami proses 'cooled down'. Kedua, banyak organisasi kekerasan atau protes yang berubah menjadi gerakan sosial atau setidaknya bagian dari gerakan-gerakan yang disebut diatas. Organisasi-organisasi ini selalu
berupaya menciptakan gerakan sosial - atau jika organisasinya memiliki teori operasi yang berbeda maka mereka akan dengan sabar menunggu pergeseran struktur makro yang akan terjadi (misalnya krisis kapitalisme) atau pertarungan yang akan terjadi antara yang baik dan jahat, atau kedua hal tersebut, serta menunggu kegagalan fungsi lembaga sentral. Kala itulah gerakan itu bisa dikenali sebagai gerakan pinggiran, gerakan awal dan embrio gerakan.
Lebih lanjut dapat dirumuskan bahwa sebuah gerakan sosial terdiri dari
1. Lahirnya kekerasan atau protes baru dengan semangat muda yang dibentuk secara independen
2. Bertambahnya jumlah (dan peserta) aksi kekerasan dan/atau protes terencana dan tak terencana (terutama kumpulan) secara cepat
3. Kebangkitan opini massa
4. Semua yang ditujukan kepada oknum lembaga sentral
5. Sebagai bentuk usaha untuk melahirkan perubahan pada struktur dari lembaga-lembaga sentral.
Gelombang dan aliran ini analoginya dapat di temukan dalam salah satu petikan puisi Wiji Thukul Tembok dan Bunga pada awal tulisan ini. Gerakan pinggiran, gerakan awalan, embrio gerakan memulai dengan menebarkan biji-biji di tembok (lembaga sentral : pemerintah, militer, polisi atau dalam bentuk sistem-struktur sosial dominan). Hingga kemudian gerakan tersebut menemukan momentum bersama ketika biji-biji itu tumbuh bersama dan menghancurkan tembok tersebut.
Atau meminjam teori gerilyanya AH Nasution bahwa embrio gerakan adalah sekelompok gerilya yang bekerja secara 'hit and run' dengan tujuan memeras tenaga musuh bukan kemenangan yang hakekatnya bergerak dalam front tertutup, terbatas dan sporadis. Dimana kemenangan hanya dapat diraih ketika momentumnya tiba, ketika ofensif dilakukan secara terbuka oleh tentara reguler atau oleh perlawanan semesta rakyat dan tentara.
Selain itu 5 gejala gerakan sosial seperti disebutkan oleh Lofland, pemahaman tentang gerakan sosial dapat diturunkan lebih jauh kedalam tujuh pertanyaan pokok tentang Gerakan Sosial. Ke 7 pertanyaan pokok merupakan indikator yang praktis untuk menganalisis gerakan sosial sekaligus sebagai petunjuk praktis bagi pelaku gerakan sosial untuk 'merancang' atau paling tidak memicu gerakan sosial
1.Kepercayaan : hal-hal yang dianggap benar (ideologi, doktrin,pandangan, harapan, kerangka berpikir, wawasan, perspektif.)
- realitas apa yang mereka tuntut/pertentangkan
- siapa yang dianggap lawan dan siapa yang diteladani
- perubahan secara total atau parsial
- pada tingkatan individual atau 'supra individual' (politik, ekonomi,
budaya)
2. Organisasi : cara bagaimana orang-orang yang mempunyai 'pandangan' yang s
ama,
diatur/diarahkan untuk mencapai tujuan.
- bagaimana orang-orang diorganisir/cara-cara mengorganisir
- bagaimana proses pengambilan keputusan (sentralistik/desentralistik)
- adakah pembagian kerja di organisasi gerakan
- cara memelihara orang-orang tetap melaksanakan tugasnya
- cara-cara memperoleh dana dari gerakan
- organisasi bersifat sementara atau permanen
3. Sebab-sebab : variabel-variabel yang berpengaruh terhadap gerakan sosial
- bagaimana gerakan sosial dimulai/dibentuk
- kapan gerakan itu dibentuk
- mengapa gerakan itu muncul
Secara teoritik ada 17 variabel yang berpengaruh, yaitu:
a. perubahan dan ketimpangan sosial
b. kesempatan politik
c. campurtangan negara terhadapkehidupan warga
d. kemakmuran (yang menimbulkan deprivasi ekonomi)
e. konsentrasi geografis
f. identitas kolektif
g. solidaritas antar kelompok
h. krisis kekuasaan
i. melemahnya kontrol kelompok yang dominan
j. pemfokusan krisis
k. sinergi gelombang warga negara (penduduk)
l. adanya pemimpin
m. jaringan komunikasi
n. integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial
o. adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial
p. kemampuan mempersatukan
4. Keikutsertaan : keanggotaan dalam arti yang paling lemah sampai yang paling kuat
- mengapa orang ikut dalam gerakan
- sampai seberapa jauh keterlibatnanya dalam organisasi
- siapa yang menjadi pendukung gerakan
- bagaimana mensosialisasikan gerakan kepada pengikutnya
5. Strategi : cara atau metode untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
- usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan gerakan
- apada tujuan utama dari setiap strategi yang digunakan
- dalam mencapai tujuan itu, lebih menekankan pada perubahan
institusi-institusi sosial (societal manipulation) ataukah dengan mengubah
hati dan pemikiran orang-orang (personal transformation)
- strategi yang digunakan bersifat terbuka atau tertutup, terang-terangan
atau tersembunyi
- menggunakan strategi penyerangan frontal atau pengikisan
- 'pendirian' mereka dinayatakan secara halus (polite), melalui aksi protes
atau kekerasan
- mekanisme taktik yang digunakan terhadap kelompok sasaran : persuasi,
negosiasi atau paksaan
6. Efek : tanggapan atau reaksi kalangan luar terhadap gerakan sosial
- reaksi penguasa
- reaksi elit
- reaksi media
- reaksi sesama gerakan sosial
((Dr. Ngadisah, MA; Konflik Pembangunan dan Gerakan Sosial Politik di Papua,
Pustaka Raja 2003)
silahkan baca posting terkait dibawah ini
Cukup Sudah! Stop Imperialisme Tambang di Indonesia (Bag 1)
Cukup Sudah! Stop Imperialisme Tambang di Indonesia (Bag 2)
Cukup Sudah! Stop Imperialisme Tambang di Indonesia (Bag 3)
Seri Buyat dan Refleksi Gerakan LH (1)
Seri Buyat dan Refleksi Gerakan LH (2)
Seri Buyat dan Refleksi Gerakan LH (3)
'penguasaan' asset2 alam/sumberdaya alam, COP 13 dengan politik dagang sapinya, tidakkah ini potensi pembesaran kesadaran, ledakan protes dan pembesaran gerakan lingkungan hidup.........
Mari Belajar dari Gerakan LH Amerika Serikat di masa gemilangnya. Ironinya inilah kandangnya Rezim Ekonomi-Politik yang menentang Protokol PBB soal perubahan iklim. Ya kedegilan Amerika Serikat (silah baca)
------------
Tercatat 1500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah ikut
terlibat dalam aksi unjuk rasa pada Hari Bumi. Selain
itu TIME melaporkan sekitar 20.000.000 orang turun
kejalan.
(disarikan dari buku Kirpatrick Sale Revolusi Hijau : Sebuah tinjauan historis-kritis gerakan lingkungan hidup di Amerika Serikat, Yayasan Obor Indonesia 1996)
Aliran dan Gelombang Gerakan Protes Baru
Dalam catatan TIME pada momentum Hari Bumi 22 April 1970 diperkirakan 20.000.000 orang turun kejalan. Paling tidak di New York saja diperkirakan ratusan ribu orang memadati jalan Fifth Evenue yang pada hari itu ditutup untuk lalu lintas umum dan puluhan ribu orang memadati Union Square.
Nelson salah satu senator yang menginisiasi peringatan Hari Bumi ini menyebutkan peristiwa ini sebagai : ... ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan. Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyampaikan pesan yang serius dan menatap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu'.
Bahkan harian The New Republic menyebutkan : " bukan saja merupakan saluran bagi semangat anti perang yang frustasi seperti yang kita pikirkan" ... sebelum hari demonstrasi itu, para pemerhati lingkungan hidup telah dihimpun " sebagai pengerahan massa terbesar dari pelbagai aliansi, setelah Perang Salib" - akan tetapi lebih merupakan suatu peristiwa yang "menandai adanya kesadaran tinggi terhadap bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kediktatoran tehnologi,"dan ini merata di seluruh lapisan masyarakat.
Energi yang luar biasa ini merupakan perkawinan antara energi generasi pemrotes 60 an yang terkenal sebagai penentang perang Amerika di Vietnam dan gerakan lingkungan hidup lama yang mulai menemukan momentumnya. Generasi pemrotes ini menjadi basis dukungan yang esensial bagi gerakan lingkungan, yang bergabung dengan organisasi konservasionis model lama, mula-mula bergerak dalam riak-riak kecil, baru kemudian dalam gelombang-gelombang besar "Kami hanya duduk-duduk disini dan tiba-tiba mereka muncul sambil mengadakan kampanye dukungan dari rumah- kerumah', laporan seorang veteran dari National Wildlife Federation.
Para lulusan perguruan tinggi tahun 1960-an tidak saja mendukung dengan pengerahkan massa untuk demonstrasi-demonstrasi politik dan kegiatan-kegiatan anti-perusahaan yang mencemari lingkungan, tapi menyumbang sejumlah besar penulis, ahli hukum, ilmuwan dan pelbagai profesi lain dalam bidang hak-hak sipil, anti-perang, gerakan feminis dan gerakan buruh. Ini menyebabkan meningkatnya pengaruh generasi muda di sebagian besar organisasi, yang membentuk bukan saja gagasan-gagasan baru, demikian pula cara dan taktik baru, mulai dari metode inovasi pengadaan dana serta lobi-lobi di tingkat Konggres. Sampai dengan meruntuhkan papan reklame dan bentuk aksi lain yang disebut 'tindakan langsung' (direct action). Dalam hal pengerahan massa paling tidak tercatat 1500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah ikut terlibat dalam aksi unjuk rasa pada Hari Bumi.
Generasi pemrotes dasawarsa 60-an merupakan minoritas yang jelas, tetapi generasi ini dapat menggaung dengan sangat kuat menembus masyarakat karena asumsi-asumsinya sendiri begitu menanatang, yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dalam beberapa hal merupakan ketakutan dan kecemasan kalangan mayoritas juga.Tidak semua organisasi itu sangat menaruh perhatian pada masalah-masalah lingkungan sampai akhir dekade 60-an, akan tetapi sikap membangkang mereka yang tidak kenal kompromi, tekadnya untuk
menantang secara non-violence kesepakatan-kesepakatan yang ada, sering sangat menjalar baik bagi kelompok-kelompok lingkungan arus utama, maupun untuk pelbagai kelompok aktivis ad-hoc yang bermunculan. Selain itu seluruh cara aksi politik- aksi duduk, demonstrasi, pawai protes pada waktu itu masih merupakan hal baru bagi Amerika.
Perkawinan antara keduanya itu juga mengakibatkan ledakan massa demonstran juga memicu terbentuknya sejumlah organisasi lingkungan baru yang sebagian lebih bersifat lokal bukan bersifat nasional. Selain itu, ketika tidak satu pun organisasi lama memiliki pengalaman dan keahlian -atau bahkan keinginan bersama-untuk bergerak bersama dengan cakupan luas terhadap isu polusi, sehingga gerakan dengan cakupan luas justru diprakarsai oleh sejumlah organisasi yang lebih kecil untuk menyalurkan aspirasi dan keprihatinan masyarakat.
Kepercayaan
Generasi pemrotes ini lahir pada waktu kegagalan-kegagalan masyarakat pertengahan abad ini semakin mendapat soroton, maka kesepakatan-kesepakatan yang tanpa kritik semasa tahun-tahun pemerintahan Eisenhower mulai diragukan dan ditinggalkan. Apapun sifat pelbagai kegagalan yang ada-perang Vietnam yang konyol, kekerasan di daerah perkotaan, pembunuhan dan hura-hara, devaluasi,inflasi- semua itu menunjukkan bahwa banyak dari sistem yang harus digugat. Bagi banyak aktivis lingkungan, ini berarti semakin tingginya kesadaran di kalangan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab- mulai dari salah urus pada tingkat federal sampai pada kurangnya perhatian di tingkat pemerintah lokal- dan sebagai pelayan bisnis yang nyata-nyata
merugikan lingkungan demi keuntungan perusahaan swasta.
Disisi lain di kalangan publik luas setelah memandang dengan kagum munculnya
'masyarakat makmur", mulai berhitung berapa harga yang harus untuk semua itu. Disekeliling masyarakat itu terlihat buah-buah dari apa yang disebut 'revolusi sintetis', plastik, bahan kimia, pestisida, detergen, pusat tenaga nuklir dan juga tampak bertebaran daerah atau kawasan pinggiran kota serta merebaknya gedung-gedung pencakar langit. Sekalipun demikian tidak muncul ketenangan dan kedamaian serta kehidupan harmonis seperti yang dijanjikan.
Yang lebih gawat lagi, bahwa semua kemanfaatan materi itu tampaknya harus dibayar mahal - penuh sesaknya kawasan perkotaan, semakin luasnya kawasan sub-urban, polusi udara dan kabut campur asap, sungai-sungai dibendung, penyakit kanker dan abu radioaktif yang berasal dari peledakan nuklir (suatu harga yang sering masuk dalam tayangan tv) - dan semua itu berlangsung makin gila saja yang nampaknya sudah di luar pengawasan yang efektif baik oleh organisasi bisnis sendiri yang mengambil keuntungan darinya, maupun oleh pemerintah yang semestinya mengaturnya.
Pada saat yang sama, suasana 'boom materi' pasca perang telah menghasilkan semakin tingginya jumlah tamatan universitas, karyawan kelas menengah yang tumbuh cepat menempati kawasan pinggiran kota agar mereka dapat kembali mendengarkan kicau burung di pagi hari dan menatap bintang di malam hari.
Mereka ini menginginkan - dan dapat membiayai- apa yang disebut oleh para ahli sosiologi 'kualitas hidup' bukan 'standar hidup' dalam arti tradisional : tambahan yang membuat hidup lebih nikmat setelah kebutuhan pokok, termasuk waktu senggang, hiburan diluar rumah, air dan udara yang bersih, keamanan dan kesehatan pribadi dan kebutuhan yang lebih besar akan lingkungan yang alami.
Kebangkitan Opini Massa
Ditengah mulai tumbuhnya kesadaran baru yang mulai matang muncul sebuah buku yang sangat fantantis yang ditulis oleh seorang akademisi yang sedang menjemput maut akibat kanker oleh pestisida yang menjadi bahan observasinya, sekaligus menjadi sumber inspirasi gerakan dan kesadaran tentang bahaya maut yang datang seiring meningkatnya kemakmuran. Akhir 1962 terbitlah Silent Spring dan didaftar sebagai salah satu buku yang paling laris selama 31 minggu dan terjual lebih dari 500.000 eksemplar. Yang menarik adalah fakta bahwa gerakan lingkungan - dalam arti yang aktif, vokal, merakyat dan berpengaruh - tidak ada sebelum Silent Spring terbit.Max Nicholson, kepala British Nature Conservancy dan seorang tokoh internasional menyebut Silent Spring “mungkin merupakan sumbangan paling besar dan paling efektif dalam membangkitkan opini umum dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ekologi”.
Kebangkitan opini massa juga dipicu oleh kelompok media utama yang akhirnya menyadari seriusnya masalah lingkungan dan cakupan pemuatan berita serta isunya secara lambat namun pasti semakin mendapat tempat sepanjang dasawarsa itu, dan semakin meningkat lagi di awal tahun 1970-an dengan artikel-artikel halaman depan dan berita-berita utama di majalah Time, Fortune, Newsweek, Life, Look, The New York Times dan The Washington Post, semua itu mengambil model berita utama Newsweek yang berjudul "The Ravaged Environment' (Lingkungan yang Rusak)
Robert Heilbroner dari The New York Riview of Books dalam bulan April 1970 menyebutkan 'isu ekologi telah menjadi keprihatinan masyarakat luas". "Isu soal ekologi bukan saja yang terutama dan selalu penting, tapi. memang telah merupakan tantangan yang paling sukar dan paling berbahaya yang pernah dihadapi umat manusia" Bahwa tantangan itu telah diisolir dan bahkan telah mulai ditanggapi dengan jelas merupakan kinerja yang menjadi bukti bahwa sebuah revolusi sosial memang telah dimulai di Amerika. Titik puncaknya adalah dicanangkannya Hari Bumi dalam tahun 1970".
Kekalahan proyek bendungan Grand Canyon, dan diberlakukan Wilderness Preservation Systems (Sistem Kawasan hutan Lindung) dan kemudian pada akhir tahun 1968 National Wild and Scenic River Systems) yang diliput secara luas oleh media massa menandai suatu titik balik dalam sikap orang Amerika terhadap tanah, alam atau bagiannya yang terpenting bukan hanya untuk di eksploitasi dan dimanipulasi, tapi harus dilestarikan dan dilindungi, serta dicintai sebagai semama makluk hidup.
Kedua hal ini mewarnai perjalanan gerakan lingkungan hidup dan membangun optimisme publik untuk mempengaruhi lembaga sentral dalam hal ini pemerintah. Undang-undang yang terkait dengan upaya pelestarian hutan lindung rancangan telah diajukan oleh Wilderness Society untuk dipertimbangkan konggres pada akhir tahun 1950-an dan proses dengar pendapatnya telah dimulai tahun 1957 dengan mendapat perlawanan keras dari perusahaan-perusahaan swasta. Baru ketika awal tahun 1960 gerakan konservasi mulai menemukan semangat baru dan cara baru untuk menentang pemerintah yang bersikeras. Baru pada tahun 1963 rancangan undang-undang ini harus diputuskan melalui pemilihan suara dan di Senat pada tahun 1964. Ternyata UU ini diterima dengan suar mutlak, ditandatangani dan mulai berlaku 9 September 1964. 25 tahun setelah UU ini diberlakukan, kawasan hutan lindung meningkat dari 9,1 juta acre menjadi lebih dari 90 juta acre.
Selain pada dasawarsa ini muncul resistensi yang sangat kuat atas rencana pembangunan Bendungan grand Canyon. Hal ini tak lepas dari peran David Brower dari Sierra Club yang mulai melakukan strategi baru dan kelompok pendukung baru. Dari jerih payahnya itu perjuangan mencapai kemenangannya. Surat dan telegram protes membanjiri kantor anggota Konggres, dan ribuan orang melakukan percakapan telpon untuk memprotes, dan tidak terhitung artikel yang muncul pada meida massa nasional dengan nada yang sama serta terbentuknya pelbagai kelompok masyarakat (protes) ditingkat akar rumput untuk mempertahanakan kelanjutan tekanan tersebut.
Belum lagi banyak kasus bencana lingkungan (polusi) yang membangkitkan kecemasan publik tercatat pada dasawarsa itu muncul bencana 80 orang meninggal di New York City selama 'pergantian udara" dalam musim panas tahun 1966, kapal Torrey Canyon karam dan menumpahkan 117.000 ton minyak mentah ke selat Inggris pada maret 1967, sebuah anjungan minyak lepas pantai dekat Santa Barbara, california membocorkan berjuta-juta galon minyak mentah ke sepanjang pantai California dalam bulan Januari dan februari 1969, sungai Cuyahoga dekat Cleveland tiba-tiba terbakar dan Danau Erie yang berdekatan dinyatakan sebagai 'sebuah lobang yang mati tenggelam' sebagai akibat sampah dan limbah kimia dalam musim panas tahun 1969
Para aktivis kampus, yang pada saat itu sedang berada di puncak kampanye anti perang, dengan antusias bersatu untuk mencari dan meneliti keterkaitan antara lembaga-lembaga yang mendukung campur tangan militer pada satu pihak dan polusi bahan kimiawi di pihak lain.
Efek
Tentang fenomena gerakan sosial baru ini Kirkpatrick Sale mencatat bahwa jarang sekali ada suatu gerakan yang dalam tempo sesingkat itu memperoleh dukungan luas masyarakat, dan menjadi bagian menentukan dalam kampanye politik sampai agenda rapat legislatif atau memberikan dampak regulatoris dan legislatif yang luar biasa, menghasilkan sedemikian banyak organisasi aktif atau menjadi terpatri dalam suatu kebudayaan ; benar-benar Revolusi Hijau. Namun demikian sebagai catatan setelah periode 60-70-an gerakan lingkungan hidup mendapatkan perlawanan keras dari Presiden Reagan sebagai dedengkot neo-liberalisme.
Dukungan yang ditanam di tahun 60-70 an telah menemukan panenan yang luar biasa. Menurut sebuah Survey 1990 menunjukkan : 74% responden menganggap perlindungan lingkungan adalah mutlak sehingga standar ambang batas tidak boleh ditentukan terlalu longgar (1981 baru 45% persen yang menyatakan demikian) Survey lain menunjukkan bahwa 76% rakyat Amerika menyatakan sebagai pemerhati lingkungan hidup dan lebih dari separuhnya telah menyumbang untuk organisasi lingkungan hidup. Serta 80% rakyat AS mendukung tujuan organisasi lingkungan.
Selain itu Resources Guide to Environmental Organizations menyebutkan 14 juta orang (satu banding tujuh orang dewasa) di Amerika menjadi anggota organisasi lingkungan hidup dibandingkan pada awal 70-an baru mencapai sekitar 300.000 orang. Sedangkan organisasi lingkungan bertumbuh dari beberapa ratus pada awal tahun 70 menjadi 3000 organisasi diakhir tahun 70an
Lepas dari keberhasilan itu pada akhir bukunya Kirkpatrick Sale melontarkan kritik terhadap gerakan lingkungan hidup di AS. Ia mengatakan selain perselisihan dan pertentangan di kalangan sendiri, gerakan lingkungan masih harus mencari cara untuk mempengaruhi inti kepuasan publik Amerika, atau menghindari pemberian tugas yang cuma berada pada tepi-tepi kehidupan politik, sehingga gerakan lingkungan itu sendiri diremehkan, atau bahkan ditekan. Dan semakin gerakan lingkungan itu mempertanyakan nilai-nilai utama dari sistem Amerika dibalik krisis-krisis lingkungan (liberalisme, kapitalisme catatan saya) itu atau mempertanyakan peradaban, diatas mana gerakan lingkungan itu berada, maka gerakan itu akan semakin mendapatkan perlawanan, kalau bukan untuk jangka panjang pasti dalam jangka pendek.
Baca pula SERANG DI TEMPAT YANG MEMATIKAN Strategi-Taktik Untuk Gerakan Lingkungan Hidup Radikal
KERANGKA TEORI SEDERHANA TTG GERAKAN SOSIAL
Jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan kayakinan : engkau akan hancur!
(Wiji Thukul : Tembok dan Bunga)
Perang gerilya tidak dapat secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilya hanyalah untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur dalam perang yang biasa, karena hanya tentara demikianlah yang dapat melakukan offensif dan hanya ofensiflah yang dapat menaklukan musuh. (AH Nasution)
Indikasi awal untuk menangkap gejala gerakan sosial menurut John Lofland (Protes; Insist Press 2003) adalah dengan mengenali terjadinya perubahan-perubahan pada semua elemen arena publik dan ditandai oleh kualitas "aliran" atau "gelombang". Dalam prakteknya suatu gerakan sosial dapat diketahui terutama lewat banyak organisasi baru yang terbentuk, bertambahnya jumlah anggota pada suatu organisasi gerakan dan semakin banyaknya aksi kekerasan atau protes terencana dan tak terencana.
Selain itu menurut Lofland dua aspek empiris gelombang yang perlu diperhatikan adalah, pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek antara lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu gerakan akan melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah mengalami proses 'cooled down'. Kedua, banyak organisasi kekerasan atau protes yang berubah menjadi gerakan sosial atau setidaknya bagian dari gerakan-gerakan yang disebut diatas. Organisasi-organisasi ini selalu
berupaya menciptakan gerakan sosial - atau jika organisasinya memiliki teori operasi yang berbeda maka mereka akan dengan sabar menunggu pergeseran struktur makro yang akan terjadi (misalnya krisis kapitalisme) atau pertarungan yang akan terjadi antara yang baik dan jahat, atau kedua hal tersebut, serta menunggu kegagalan fungsi lembaga sentral. Kala itulah gerakan itu bisa dikenali sebagai gerakan pinggiran, gerakan awal dan embrio gerakan.
Lebih lanjut dapat dirumuskan bahwa sebuah gerakan sosial terdiri dari
1. Lahirnya kekerasan atau protes baru dengan semangat muda yang dibentuk secara independen
2. Bertambahnya jumlah (dan peserta) aksi kekerasan dan/atau protes terencana dan tak terencana (terutama kumpulan) secara cepat
3. Kebangkitan opini massa
4. Semua yang ditujukan kepada oknum lembaga sentral
5. Sebagai bentuk usaha untuk melahirkan perubahan pada struktur dari lembaga-lembaga sentral.
Gelombang dan aliran ini analoginya dapat di temukan dalam salah satu petikan puisi Wiji Thukul Tembok dan Bunga pada awal tulisan ini. Gerakan pinggiran, gerakan awalan, embrio gerakan memulai dengan menebarkan biji-biji di tembok (lembaga sentral : pemerintah, militer, polisi atau dalam bentuk sistem-struktur sosial dominan). Hingga kemudian gerakan tersebut menemukan momentum bersama ketika biji-biji itu tumbuh bersama dan menghancurkan tembok tersebut.
Atau meminjam teori gerilyanya AH Nasution bahwa embrio gerakan adalah sekelompok gerilya yang bekerja secara 'hit and run' dengan tujuan memeras tenaga musuh bukan kemenangan yang hakekatnya bergerak dalam front tertutup, terbatas dan sporadis. Dimana kemenangan hanya dapat diraih ketika momentumnya tiba, ketika ofensif dilakukan secara terbuka oleh tentara reguler atau oleh perlawanan semesta rakyat dan tentara.
Selain itu 5 gejala gerakan sosial seperti disebutkan oleh Lofland, pemahaman tentang gerakan sosial dapat diturunkan lebih jauh kedalam tujuh pertanyaan pokok tentang Gerakan Sosial. Ke 7 pertanyaan pokok merupakan indikator yang praktis untuk menganalisis gerakan sosial sekaligus sebagai petunjuk praktis bagi pelaku gerakan sosial untuk 'merancang' atau paling tidak memicu gerakan sosial
1.Kepercayaan : hal-hal yang dianggap benar (ideologi, doktrin,pandangan, harapan, kerangka berpikir, wawasan, perspektif.)
- realitas apa yang mereka tuntut/pertentangkan
- siapa yang dianggap lawan dan siapa yang diteladani
- perubahan secara total atau parsial
- pada tingkatan individual atau 'supra individual' (politik, ekonomi,
budaya)
2. Organisasi : cara bagaimana orang-orang yang mempunyai 'pandangan' yang s
ama,
diatur/diarahkan untuk mencapai tujuan.
- bagaimana orang-orang diorganisir/cara-cara mengorganisir
- bagaimana proses pengambilan keputusan (sentralistik/desentralistik)
- adakah pembagian kerja di organisasi gerakan
- cara memelihara orang-orang tetap melaksanakan tugasnya
- cara-cara memperoleh dana dari gerakan
- organisasi bersifat sementara atau permanen
3. Sebab-sebab : variabel-variabel yang berpengaruh terhadap gerakan sosial
- bagaimana gerakan sosial dimulai/dibentuk
- kapan gerakan itu dibentuk
- mengapa gerakan itu muncul
Secara teoritik ada 17 variabel yang berpengaruh, yaitu:
a. perubahan dan ketimpangan sosial
b. kesempatan politik
c. campurtangan negara terhadapkehidupan warga
d. kemakmuran (yang menimbulkan deprivasi ekonomi)
e. konsentrasi geografis
f. identitas kolektif
g. solidaritas antar kelompok
h. krisis kekuasaan
i. melemahnya kontrol kelompok yang dominan
j. pemfokusan krisis
k. sinergi gelombang warga negara (penduduk)
l. adanya pemimpin
m. jaringan komunikasi
n. integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial
o. adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial
p. kemampuan mempersatukan
4. Keikutsertaan : keanggotaan dalam arti yang paling lemah sampai yang paling kuat
- mengapa orang ikut dalam gerakan
- sampai seberapa jauh keterlibatnanya dalam organisasi
- siapa yang menjadi pendukung gerakan
- bagaimana mensosialisasikan gerakan kepada pengikutnya
5. Strategi : cara atau metode untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
- usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan gerakan
- apada tujuan utama dari setiap strategi yang digunakan
- dalam mencapai tujuan itu, lebih menekankan pada perubahan
institusi-institusi sosial (societal manipulation) ataukah dengan mengubah
hati dan pemikiran orang-orang (personal transformation)
- strategi yang digunakan bersifat terbuka atau tertutup, terang-terangan
atau tersembunyi
- menggunakan strategi penyerangan frontal atau pengikisan
- 'pendirian' mereka dinayatakan secara halus (polite), melalui aksi protes
atau kekerasan
- mekanisme taktik yang digunakan terhadap kelompok sasaran : persuasi,
negosiasi atau paksaan
6. Efek : tanggapan atau reaksi kalangan luar terhadap gerakan sosial
- reaksi penguasa
- reaksi elit
- reaksi media
- reaksi sesama gerakan sosial
((Dr. Ngadisah, MA; Konflik Pembangunan dan Gerakan Sosial Politik di Papua,
Pustaka Raja 2003)
silahkan baca posting terkait dibawah ini
Cukup Sudah! Stop Imperialisme Tambang di Indonesia (Bag 1)
Cukup Sudah! Stop Imperialisme Tambang di Indonesia (Bag 2)
Cukup Sudah! Stop Imperialisme Tambang di Indonesia (Bag 3)
Seri Buyat dan Refleksi Gerakan LH (1)
Seri Buyat dan Refleksi Gerakan LH (2)
Seri Buyat dan Refleksi Gerakan LH (3)
Langganan:
Postingan (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat