RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Minggu, 09 Maret 2008

Presiden SBY Dikibuli Purnomo Yusgiantoro?

Lebih kuasa mana SBY atau Purnomo Yusgiantoro? barangkali ini pertanyaan
yang tidak relevan saat penguasa tunduk di bawah kaki Perusahaan Tambang.


Siaran Pers JATAM, 7 Maret 2008

sumber : www.jatam.org


Pada 22 Maret lalu , Presiden SBY menyampaikan bahwa
Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2008 dikeluarkan hanya
untuk mengatur ijin 13 perusahaan tambang yang
beroperasi di kawasan hutan. Hanya seminggu setelahnya
(Kompas,29/03) , Purnomo Yusgiantoro - menteri ESDM,
di depan ratusan pengusaha mengungkapkan segera
menerbitkan sebuah Keppres, yang memungkinkan
perusahaan tambang lain bergabung, membabat hutan
lindung diubah kawasan tambang skala besar.

Apa yang sedang dimainkan Kabinet Indonesia Bersatu?
Bersatu membodohi rakyatnya, atau Menteri ESDM sedang
mengibuli Presidennya?

PP No 2 tahun 2008 akan melegalkan pembalakan hampir
sejuta ha hutan lindung yang tumpang tindih dengan
konsesi 13 perusahaan tambang skala besar. PP ini
dikeluarkan, disaat pemerintah tak mampu menurunkan
laju kerusakan hutan dan memulihkan lahan-lahan hutan
yang rusak. PP ini juga mengakomodasi berbagai
industri ekstraktif lainnya seperti industri minyak
dan gas. Ini skandal untuk melegalkan pembalakan
besar-besaran kawasan hutan lindung.

Pernyataan SBY yang dikutip Antara (22/02), bahwa PP
ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
menyelamatkan bumi, sangat menghina akal sehat. Ini
membuktikan ia gagal memahami masalah dan krisis yang
dihadapi negeri ini.

Data Greenomics Indonesia menunjukkan tarif sewa dari
PNBP untuk 13 perusahaan tambang itu hanya sebesar Rp
2,78 triliun per tahun. Itu hanya 3,96% dari total
potensi kerugian yang akan ditimbulkan akibat
aktivitas tambang terbuka diperkirakan mencapai angka
Rp 70 triliun per tahun.

Siapa yang akan menanggung kerugian tersebut?
Pemerintah daerah (Pemda) dan warga sekitar lokasi
tambang! Pemda baru mendapat bagian kecil dari
Pendapatan Negara Bukan Pajak begitu hutan mereka
sudah ditebang dan merasakan dampaknya saat musim
hujan pertama datang. Bencana banjir dan longsor
akibat rusaknya kawasan tangkapan air berpotensi
terjadi bersamaan hilangnya fungsi lindung hutan.

Sementara biaya penanganan bencana di daerah tak
bertambah, penduduk lokal dan Pemda akan mendapatkan
beban ekonomi, sosial dan lingkungan menangani bencana
tersebut. Disamping itu, penduduk sekitar
pertambangan beresiko mengalami krisis air.
Pertambangan adalah industri yang rakus air, ia
membutuhkan air dalam jumlah besar. Limbah tailing
dalam jumlah besar juga beresiko mencemari
sumber-sumber air sekitar.

Berbagai bencana terjadi di masa pemerintahan SBY,
mulai bencana alam di NAD hingga Papua. Juga bencana
lingkungan macam lumpur Lapindo, banjir dan longsor
langganan tiap musim hujan dan kekeringan di musim
kemarau. Itu mestinya membuat pemerintahan SBY berkaca
dan berhenti mengeluarkan produk kebijakan yang
membahayakan keselamatan rakyat, diakhir masa
kepemimpinannya.

SBY harus segera mencabut PP No 2 tahun 2008, jika
Kabinet Indonesia Bersatu tak ingin dikenang sebagai
Kabinet Bencana.

Tidak ada komentar: