RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Minggu, 09 Maret 2008

100 Perempuan Selamatkan Hutan Lindung Indonesia "Cabut PP No.2 /2008

"840 anggota Solidaritas Perempuan (SP) dengan berbagai latar belakang profesi; ibu rumah tangga, aktivis, akademisi, praktisi, petani, nelayan, buruh migran perempuan yang berdomisili di berbagai daerah di Indonesia berkomitmen "Menyewa Hutan". Setiap orang membayar Rp 1500 untuk menyewa hutan lindung seluas 5m2/2 tahun. Dengan uang Rp. 1.260.000. kami menyewa hutan seluas 4.200m2 selama 2 tahun."



Siaran Pers

Ratusan Ribu Perempuan dibeberapa daerah di pulau Jawa, Sumatra dan Sulawesi telah menjadi korban banjir dan longsor sejak Oktober 2007 sampai Februari 2008. Bencana ekologis tersebut merupakan akibat dari penggundulan hutan secara sistematis.

Perempuan memiliki beban berat pada saat bencana alam terjadi karena kami memikirkan ketersediaan pangan untuk anak dan keluarga, kesehatan anak dan kesehatan reproduksi perempuan terancam di daerah pengungsian dengan sanitasi yang buruk.

Ditengah kondisi ini, pemerintah seolah tanpa beban mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan ke Hutanan yang berlaku di Departemen Kehutanan RI. Tarif sewa antara 120-300 per meter2 per tahun untuk hutan produksi.

Melalui PP tersebut pemerintah mengizinkan dilakukannya pembukaan hutan lindung dan hutan produksi untuk kegiatan perusahaan industri skala besar, misalnya kegiatan pertambangan, kegiatan perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah seperti di aceh, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua maupun beberapa daerah lain.

PP No. 2/2008 memungkinkan perusahaan tambang semakin leluasa mengubah kawasan hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang skala besar, hanya dengan membayar sewa Rp. 1,8 juta hingga Rp. 3 juta perhektarnya. Lebih murah lagi untuk tambang minyak dan gas , jaringan telekomunikasi, instalasi air, jalan tol dan stasiun pemancar radio. Dengan harga tersebut berarti dapat menyewa hutan lindung Rp120 sampai Rp 300 permeter persegi per tahun (300/m2/tahun.

PP ini akan makin meluluhlantakan lebih dari 900 ribu hektar hutan lindung di Indonesia yang akan dilakukan oleh 13 Perusahaan. Selain itu PP ini juga berpotensi untuk memuluskan jalan bagi 158 perusahaan tambang lainnya untuk mengobrak-abrik 11,4 juta hektar hutan lindung lainnya yang semuannya bisa dilakukan dengan hanya membayar RP 300/m2.

Selain itu, PP No. 2 tahun 2008, telah menimbulkan inkonsistensi terhadap hukum yang ada. Misalnya bertentangan dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan, UU No.5 Tahun 1990 tentang kehutanan, dan UU No.4 Tahun 1999 tentang Keanekaragaman Hayati dan UU no 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Convention on the Elimantion of all froms Discrimination Against Women (CEDAW). Pasal 14 CEDAW menyebutkan bahwa perempuan pedesaan dijamin hak dan aksesnya dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

CEDAW menegaskan bahwa kebijakan dan Hukum Negara perlu mengatasi ketidakseimbangan melalui langkah-langkah korektif atau perbaikan dan memastikan kesetaraan dalam kesempatan, keterlibatan perempuan, askes dan pemanfaatan untuk kehidupan perempuan pedesaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. PP No 2/2008 merupakan upaya kearah perluasan pemanfataan hutan lindung untuk kepentingan pertambangan dan perkebunan sawit bagi kegiatan industri yang semakin berpeluang menghancurkan hubungan sosiologis dan cultural terhadap kehidupan perempuan. Begitu banyak perempuan yang tinggal di kawasan Hutan dan memperoleh akses sumber-sumber ekonomi untuk keberlanjutan hidup dan kehidupan anak dan keluarganya. Dikeluarkannya PP No.2 Tahun 2008, fakta sosial dan keadilan menunjukkan bahwa PP tersebut telah memisahkan perempuan dari alam dengan menghabiskan hutan lindung untuk kepenting industri melalui sewa menyewa dan jual beli hutan yang dilakukan oleh pemerintah.

Penggundulan dan pengambilalihan kawasan hutan telah menyingkirkan perempuan dari sumber-sumber kehidupannya, misalnya tanah, air, flora-fauna, mineral, energi, organisme kehidupan, atmosfir, dan iklim. Perempuan tidak lagi bisa memungut hasil hutan seperti rotan, damar, kayu, bahkan berbagai jenis tanaman obat yang penting bagi keberlanjutan hidup. Perempuan mengalami pembatasan akses dan kontrol dalam pengelolaan sumberdaya hutan, ketika Industri ekstraktif diberi peluang untuk menguasai dan mengeksploitasi Hutan.

Perempuan menghadapi beban hidup yang makin sulit, antara lain:

(1) Harus memikirkan ekonomi keluarga yang sebelumnya mereka peroleh dari hutan,

(2) Hilangnya kearifan dan pengetahuan lokal perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam akibat hutan-hutan mereka diambil alih untuk kepentingan industri,

(3) Penghancuran dan pencemaran lingkungan akibat kegiatan pertambangan berpeluang menimbulkan ancaman kesehatan reproduksi perempuan dan kesehatan anak-anak yang tinggal area pertambangan dan perkebunan sawit,

(4) Ancaman kekerasan pisik, psikis dan ancaman kekerasan seksual dari pihak-pihak yang mengamankan kegiatan industri. PP No.2/2008 makin memberi ruang terjadinya subordinasi perempuan, diskriminasi dan ancaman kekerasan sampai pemiskinan akibat ekploitasi hutan secara sistematis.

Artinya, PP ini semakin menegaskan kontrol negara atas pikiran, tubuh dan serta kehidupan perempuan. Hal ini menunjukan bahwa Negara telah lalai mengimplementasikan Convention on the Elimantion of all froms Discrimination Against Women (CEDAW) menjamin perlindungan hak-hak perempuan pedesaan dalam upaya pemenuhan keberlanjutan hidup dan kehidupan perempuan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Solidaritas Perempuan menyatakan:

(1) Pemerintah RI segera "Mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2008"

(2) Komitmen untuk Selamatkan Hutan Lindung dengan "Menyewa Hutan" agar tidak dirusak oleh pertambangan dan perkebunan sawit.

(3) 840 anggota Solidaritas Perempuan (SP) dengan berbagai latar belakang profesi; ibu rumah tangga, aktivis, akademisi, praktisi, petani, nelayan, buruh migran perempuan yang berdomisili di berbagai daerah di Indonesia berkomitmen "Menyewa Hutan". Setiap orang membayar Rp 1500 untuk menyewa hutan lindung seluas 5m2/2 tahun. Dengan uang Rp. 1.260.000. kami menyewa hutan seluas 4.200m2 selama 2 tahun.

(4) Bagi masyarakat yang ingin bergabung menyelamatkan hutan, mohon kirim info ke Walhi di 081210581481 dan sms ke no Hotline Presiden RI di 9949, ketik: Yth. Presiden SBY, saya ikut Menyewa Hutan Lindung 5m2/2 tahun. Uang sewa sebanyak Rp 1.500 akan diserahkan Solidaritas Perempuan dan Eknas Walhi kepada Menteri Keuangan RI dan Menteri Kehutanan RI.



Jakarta, 10 Maret 2008

Salma Safitri Rahayaan

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan

Tidak ada komentar: