RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Sabtu, 05 April 2008

Green Politics dan Gerakan Demokratisasi di Indonesia

Seri Studi Demos
http://www.demosindonesia.org

Green Politics dan Gerakan Demokratisasi di Indonesia
Sofian M. Asgart

Gerakan "politik hijau" di Indonesia diawali dengan adanya kesadaran yang dipacu kondisi nasional kita dimana terjadi berbagai kerusakan lingkungan hidup akibat pembangunan yang terlalu berorientasi pertumbuhan dan strategi pembangunan yang eksploitatif sehingga mengancam kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu, Emil Salim kerap mengkampanyekan model pembangunan alternatif. Paradigmanya bukan dengan membendung dan bersifat anti-pembangunan. Juga tidak dengan berbalik arah untuk hidup sangat sederhana secara subsisten, namun dengan melaksanakan pola pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development).

Menurutnya, hakekat pembangunan ke depan adalah mengupayakan keberlanjutan (sustainability) kehidupan. Untuk keberlanjutan kehidupan ini, pembangunan berkelanjutan memiliki beberapa prasyarat. Pertama, menjangkau perspektif jangka panjang melebihi satu-dua generasi sehingga kegiatan pembangunan perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang. Kedua, menyadari berlakunya hubungan keterkaitan (interdependency) antar pelaku-pelaku alam, sosial dan buatan manusia. Pelaku alam terdapat dalam ekosistem, pelaku sosial terdapat dalam sistem sosial, dan pelaku buatan manusia dalam sistem ekonomi. Ketiga, memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang memenuhi kebutuhannya. Keempat, pembangunan dilaksanakan dengan menggunakan sumber daya alam sehemat mungkin, limbah-polusi serendah mungkin, ruang-space sesempit mungkin, energi diperbarui semaksimal mungkin, energi tidak-diperbarui sebersih mungkin, serta dengan manfaat lingkungan, sosial, budaya-politik dan ekonomi seoptimal mungkin. Kelima, pembangunan diarahkan pada pemberantasan kemiskinan, perimbangan ekuitas sosial yang adil serta kualitas hidup sosial, lingkungan, dan ekonomi yang tinggi.

Wacana mengenai pembangunan berkelanjutan di Indonesia timbul-tenggelam sejak tahun 1980-an. Diskursus ini bergulir sejalan dengan pasang-surutnya gerakan demokratisasi di tanah air. Tafsir negara mengenai pembangunan berkelanjutan sangat dominan seiring sentralisme Orde Baru yang mencapai puncak kejayaannya pada dekade 1980-1990-an. Transisi demokrasi yang ditandai lahirnya semangat reformasi tahun 1998 turut mereposisi peta wacana pembangunan berkelanjutan. Fase ini memunculkan peran signifikan kalangan organisasi non-pemerintah (ornop) dan masyarakat sipil lainnya untuk turut merespon wacana pembangunan berkelanjutan dengan polemik yang lebih dinamik. Walhi, Kehati, Bina Desa, HUMA, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), merupakan ornop yang aktif mengkampanyekan green politics di tanah air dengan turut mewacanakan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu alternatifnya.

Risalah kecil ini ingin memotret perdebatan dan implementasi pembangunan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah dan ornop dengan mendasarkan pada sebagian temuan penelitian Demos yang relevan dengan isu pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu bentuk gerakan "politik hijau" di Indonesia


baca selanjutnya

Tidak ada komentar: