RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Sabtu, 12 April 2008

Lapindo : Potret Bobroknya Mental Politikus Indonesia

Blog Awicaks http://titikdidih.blogspot.com

Memperkenalkan jejaring Rumah Asa........

Awicaks

Seorang ahli geologi yang cukup vokal tak habis pikir dengan jungkir-balik politik yang secara terang-terangan mempermainkan nasib warga kebanyakan. Semburan lumpur panas akibat operasi Lapindo Brantas agaknya akan ditutup tanpa malu-malu oleh pengurus Negara, atas nama keselamatan modal dan nama baik orang terkaya di negeri ini. Mohon maaf, jika pajak warga korban semburan lumpur Lapindo dijumlahkan sekali pun tak akan mampu menyaingi jumlah pajak yang disetor oleh pemilik Lapindo, yang notabene adalah orang terkaya di negeri ini, dan saat yang sama memangku jabatan menteri dengan tugas mengurus (keselamatan dan) kesejahteraan warga.

Saya sendiri tak habis pikir dengan huru-hara yang terjadi di parlemen pada saat dengar pendapat para ahli tentang semburan lumpur Lapindo, guna mengambil keputusan apakah kejadian tersebut murni bencana alam atau akibat kesalahan operasi eksplorasi minyak-gas bumi milik Aburizal Bakrie itu. Kenapa begitu alot prosesnya?

Apa sih yang dibicarakan pada saat anggota DPR yang terhormat tersebut saling melobi? Apakah soal besarnya duwit yang dijanjikan apabila mereka sepakat menyatakan bahwa ini adalah murni bencana alam? Atau, mereka saling bersepakat untuk membagi suara, untuk menunjukkan kepada publik bahwa telah terjadi perdebatan sengit diantara mereka, tetapi ujungnya tetap keputusan bahwa kejadian di Porong, Sidoarjo itu adalah murni bencana alam? Mohon maaf lagi, saya tak punya pikiran positif sama sekali mengenai manusia-manusia tak bernurani dan tak berotak yang duduk ongkang-ongkang kaki menanti gaji, tunjangan plus plus, sambil bersandiwara seakan-akan demokrasi memang hadir di Senayan....

baca selanjutnya

Tidak ada komentar: