RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Sabtu, 12 April 2008

Perempuan dan Ekologi

Memperkenalkan Sahabat Rumah Asa....

Agung Wardana di http://bhumisenthana.blogspot.com


artikel oleh:

Agung Wardana


“Mati Devata, Dharam Devata”
(Tanah adalah dewa-dewi kami, tanah adalah agama kami)

Kalimat diatas adalah slogan yang diteriakkan oleh para perempuan India anggota Gerakan “Selamatkan Gandharman”, ketika mereka diseret oleh polisi dalam aksinya. Gerakan yang dimotori kaum perempuan tersebut adalah bentuk perjuangan dalam menolak perusakan gunung dan hutan oleh perusahaan tambang bauiksit. Seorang demonstran berusia 70 tahun, Dhanmati berteriak; “Kami akan mengorbankan hidup kami, tapi bukan Gandharman. Kami ingin menyelamatkan gunung ini yang telah memberi kami apa yang kami butuhkan”, teriakan ini menggambarkan pendirian para perempuan tersebut yang berada di garis depan dalam membela hak dan kelestarian alam mereka. Selain itu masih ada kisah Vandana Shiva bersama para perempuan sekitar hutan menolak membukaan hutan dengan cara memeluk tiap batang pohon yang akan ditebang oleh perusahaan. Pertanyaannya kemudian, mengapa perempuan berada di garis depan gerakan lingkungan?

Secara sosio-religius, dari berbagai mitologi kuno, menempatkan bumi dan sumber daya alamnya sebagai spirit perempuan, yakni feminis. Hal ini menunjukkan bahwa, masyarakat tradisional menempatkan perempuan identik dengan bumi yang harus dihormati dan karenanyalah kehidupan di dunia dapat berlangsung. Di Bali, misalnya, kita mengenal Dewi Sri sebagai dewi kesuburan, di India, Sungai Gangga, Yamuna, Narmada adalah sungai sakral yang dipuja sebagai para dewi. Di Prancis, dikenal sungai Marne yang berasal dari kata Matrona, Dewi Ibu. Begitu juga di Yunani kita mengenal ada Dewi Gaia. Maka pantaslah jika kita mengatakan bumi (pertiwi) ini adalah Ibu dari semua kehidupan, karena dia telah menyediakan kebutuhan hidup dengan penuh cinta tanpa mengharap balasan melainkan hanya butuh kearifan kita dalam menjaga kelestariannya.

Kedekatan perempuan tradisional dengan alamnya tidak saja dalam spiritualitas saja tapi teraktualisasi dalam pekerjaannya sehari-hari yang berhubungan langsung dengan lingkungan hidupnya. Mengambil air untuk minum, mengumpulkan kayu bakar dari hutan atau kebun, mencuci perabot rumah tangga, mebanten adalah sebagaian kecil saja kontak langsung dengan apa yang telah diberikan ibu pertiwi yang kemudian dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.


selanjutnya slik klik
http://bhumisenthana.blogspot.com/2008/02/perempuan-dan-ekologi.html

Tidak ada komentar: