RECLAIM the CITY

RECLAIM the CITY
20 DETIK SAJA SOBAT! Mohon dukungan waktu anda untuk mengunjungi page ini & menjempolinya. Dengan demikian anda tlh turut menyebarkan kampanye 1000 karya rupa selama setahun u. memajukan demokrasi, HAM, keadilan melalui page ini. Anda pun dpt men-tag, men-share, merekomendasikan page ini kepada kawan anda. salam pembebasan silah klik Galeri Rupa Lentera di Atas Bukit (kerja.pembebasan)

Sabtu, 12 April 2008

Tidak Cukup Hanya Dengan Menanam Pohon

Memperkenalkan Sahabat Rumah Asa....

http://bhumisenthana.blogspot.com

artikel oleh:

Agung Wardana


Fenomena untuk mengimitasi popularitas Al Gore nampaknya sedang menggejala di Bali saat ini. Banyak politisi mencoba meraih dukungan dengan berpose seolah-olah sabahat alam, untuk mengikuti jejak tenar peraih Nobel tersebut. Namun apakah politisi yang menunjukkan diri telah menanam pohon dan dilabel sebagai ’greens politician’ kemudian layak memimpin Bali kedepan??

Jika dilihat dari segi positif maka apa yang dilakukan oleh politisi ini mampu memobilisasi simpatisannya untuk ikut serta dalam kegiatan bertajuk ’peduli lingkungan’ karena budaya patron dalam masyarakat Bali kuat mengakar. Hal ini menyebabkan apa yang dilakukan oleh idola, pimpinan, atau pun sesepuh, akan diikuti oleh kawulo atau fans-nya. Namun disisin lain, nampaknya ada yang terlupakan dalam gerakan penyelamatan lingkungan hidup seperti ini. Ketika politisi, korporasi besar telah bermatamorfosa sebagai ’greens’ bukan berarti lingkungan hidup telah kehilangan musuhnya. Karena kesadaran penyelamatan lingkungan yang sedang dibangun bersifat atomistik, dikembalikan kepada individu masing-masing, bukan membangun kesadaran kolektif yang nantinya akan bermuara menjadi sebuah gerakan kolektif.

Atomatisasi kesadaran lingkungan hidup ini, kemudian hanya berkonsentrasi pada aspek-aspek penyelamatan lingkungan yang non-politis. Sehingga masalah lingkungan dilihat secara sepotong-sepotong bukan menjadi satu kesatuan dengan masalah tatanan sosial, ekonomi dan sistem politik kita. Saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa ada korelasi antara kemiskinan, urbanisasi, kriminalitas, gender dengan lingkungan hidup. Karena hal tersebut tidaklah berdiri di ruang hampa. Bagaimana mungkin hanya dengan menanam pohon namun tetap menganut sistem ekonomi kapitalistik (rakyat kecil harus bertarung bebas dengan raksasa korporasi), ataupun tetap mempertahankan sistem politik sentralistik dan tatanan sosial yang timpang, akan dapat menjawab seluruh permasalahan rakyat.

Green Politics Sebagai Pandangan Holistik
Kasus demi kasus yang bertalian dengan mass tourism di Bali, nampaknya di lupakan begitu saja dengan anggapan bahwa kasus tersebut sebagai pengorbanan kecil demi keberlanjutan industri pariwisata. Dari pencaplokan lahan rakyat, perusakan tatanan nilai sosial-kultural, perbudakan tenaga kerja dan pelecehan seksual, sampai eksploitasi sumber daya alam untuk kepuasan konsumen pariwisata. Hal ini akan berpotensi melahirkan konflik perebutan akses penghidupan, dan membawa paradaban Bali menuju kepunahan esensial.


Untuk itu, pendekatan yang integral dalam melihat permasalahan yang sedang dialami oleh peradaban Bali amatlah mutlak diperlukan. Politik Hijau (Green Politics) yang mempunyai nilai dasar, yakni; Kearifan Lingkungan (Ecological Wisdoms), Demokrasi Bumi (Grass-root Democracy), Keadilan Sosial (Social Justice), Perdamaian (Non-Vionlence) merupakan seperangkat nilai yang tidak akan dapat berjalan maksimal jika dipisahkan dan mengharuskan gerak pada keempat porosnya secara simultan.

Bali dengan kondisi lingkungan hidup yang terus menerus mengalami kemerosotan, maka tidak mustahil peradaban Bali juga akan menyusul untuk kolaps. Jadi perbaikan kondisi lingkungan hidup memerlukan juga perubahan mendasar pada tatanan sosial, ekonomi kapitalistik dari industri pariwisata, juga pengembalian hak-hak dasar untuk mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alam ke tangan komunitas-komunitas masyarakat setempat.

Jika ada kandidat Gubernur yang berani menyatakan diri untuk konsisten mengawal nilai Green Politics ini, niscaya dia akan terpilih dan akan dikenang sebagai tokoh yang berani melakukan perubahan mendasar. Jika memang tidak ada pemimpin yang berani, maka tidak ada jalan lain, critical mass (masyarakat yang kritis) akan menentukan sendiri jalannya dalam menyelamatkan peradaban.

Penulis, Aktivis Lingkungan

Tidak ada komentar: