tJong Paniti di http://ecodisc.blogspot.com
memperkenalkan sahabat dan jejaring Rumah Asa....
Kebangkitan Nusantara
NASIONALISME INDONESIA BARU
Paparan kebangkitan nasionalisme Indonesia sudah menginjak 100 tahun umur sejarah. Dalam berbagai versi pandangan sejarah nasional, Sarekat Dagang Islam (selanjutnya Sarekat Islam) yang lahir pada 16 Oktober 1905 dan Budi Utomo (20 Mei 1908) adalah kesatuan symbol kebangkitan nasional Indonesia. Sekalipun kesatuan symbol ini kala itu sangat kontradiktif satu dengan yang lain dan terlihat ekskusif, SI melawan Belanda dengan konsep gerakan dagang (selanjutnya politik) kalangan Islam Sumatera, Jawa dan Ambon sedangkan Budi Utomo dengan konsep gerakan kooperatif kebudayaan dari priyayi Jawa dan Madura, keduanya adalah pemicu gerakan nasionalisme Indonesia pada era berikutnya.
Sejak itu, Hindia Belanda mulai memasuki era gerakan politik, ekonomi dan kebudayaan modern. Kelompok-kelompok masyarakat terjajah “ingin” bebas dari jajahan dengan berorganisasi, dengan membawa identitas sosial “regional adat besar” (Sumatera, Jawa, Ambon, Madura dan lain-lain).
Tak urung, Sumpah Pemuda yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928 oleh kalangan muda dari penjuru Hindia Belanda merupakan manifestasi kebangsaan Indonesia yang terajut dari kepentingan regional adat besar. Para organisasi pemuda pendukung Sumpah Pemuda tanpa “basa-basi” menyebut dirinya wakil dari Pemuda (baca: jong) Jawa, Pemuda Sulawesi, Pemuda Ambon, Pemuda Sumatera, Pemuda Islam dan lain-lain. Keindonesiaan kala itu bersimbol bangkitnya regional adat-adat besar. Indonesia menjadi satu bingkai kesatuan regional adat-adat besar di Hindia Belanda.
Pembangunanisme pasca Revolusi 45 telah melahirkan gerakan baru di Indonesia. Gerakan penegakan demokrasi. Demokrasi diusung sebagai gerakan pembaharuan oleh semua kelompok kritis di negara-negara yang baru merdeka (baca: negara sedang berkembang). Pembangunan menjadi solusi sekaligus masalah bagi sebagian besar negeri-negeri baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Pembangunan dianggap “kaki tangan” penjajahan baru dunia sebagai akibat keruntuhan ekonomi-politik sosialis.
Kebangkitan gerakan adat (baca: masyarakat adat) adalah fenomena perlawanan terhadap ketidakadilan proses pembangunan. Gerakan demokrasi yang ditandai dengan tercetusnya Konggres Masyarakat Adat Nusantara I pada 17 Maret 1999 ini adalah gerakan protes terhadap negara. Negara Indonesia tidak konsisten membela kepentingan masyarakat adat. Masyarakat adat se-Nusantara menggugat pengakuan. “Kalau Negara tidak mengakui Kami, Kami tidak mengakui Negara”.
Penggugatan tersebut sebagai dampak pembangunan yang melalaikan hak (keberadaan, kepemilikan dan penguasaan atas sumberdaya alam) masyarakat adat. Proses pembangunan nasional telah menyebabkan masyarakat adat terusir dari wilayah hidupnya. Sumberdaya alam yang berada dalam kawasan adat (ulayat) dieksploitasi demi kepentingan pembangunan nasional tanpa kontribusi langsung kepada masyarakat adat setempat. Pembangunan menjadi ‘musuh’ gerakan adat. Negara vis a vis (berhadapan dengan) masyarakat adat.
Dalam perayaan ke-9 tahun kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara, penyelamatan hutan adat menjadi isu sentral pengembalian hak-hak masyarakat adat. Tak pelak, bercermin kepada kebangkitan nasionalisme Indonesia seratus tahun lalu yang juga membawa symbol regional adat besar, kebangkitan masyarakat adat pasca Revolusi 45 adalah pemutakhiran dari gerakan kebangsaan saat kolonialisme Belanda (praktek kebijakan dan hukum Indonesia dalam penataan dan pemerataan kelola sumberdaya alam masih bersumber dari produk-produk kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda).
Nusantara yang kuat melekat dalam gerakan masyarakat adat post colonial (sekarang) menjadi terminologi baru pelahiran kembali Indonesia dalam nama lain. Semisal pernah disebutkan dalam sebuah paparan (anonim), Indonesia yang selalu krisis (sakit) dalam terminologi pemahaman tradisi Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Nusatenggara, nama Indonesia untuk negeri kaya pulau, kaya laut dan kaya hutan perlu berganti nama.
Kata Nusantara pernah disebutkan dalam paparan tanpa jelas penulisnya (baca: anonim) sebagai salah satu pilihan untuk mengganti kata Indonesia. Indonesia berganti nama Nusantara, kenapa tidak? Dunia adalah media dinamisasi. Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara adalah nasionalisme Indonesia Baru.
http://ecodisc.blogspot.com/2008/03/kebangkitan-nusantara.htm
Sabtu, 12 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar