Ketimpangan sosial ekonomi global
Kami memandang bahwa krisis energi global adalah persoalan ekonomi politik yang merupakan soal penguasaan akses ekonomi, alokasi sumber ekonomi, dan distribusi manfaat atas sumber-sumber ekonomi. Ini adalah soal siapa yang memperoleh manfaat (keuntungan), siapa yang menanggung biaya eksternalitas, diantaranya adalah biaya kerusakan/pencemaran lingkungan. Krisis lingkungan global adalah soal tatanan sosial-ekonomi yang tidak adil.
Secara umum sebagian besar penduduk negara –negara kaya dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang tinggi berkat penghisapan terhadap kekayaan alam dan modal sosial di negara-negara selatan atau negara yang lebih miskin, serta terhadap kelompok yang lebih rentan pada umumnya. Gaya hidup dan pola konsumsi mereka bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan hidup dan tatanan sosial akibat eksploitasi yang membabi buta di negara-negara yang menjadi sumber penghisapan.
Penjajahan Baru
Kami memandang bahwa negara-negara industri maju/utara terutama Amerika Serikat yang hingga hari ini menolak meratifikasi Kyoto Protokol adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas pemanasan global. Sikap keras kepala untuk mempertahankan sistem ekonomi pasar bebas dan pengagungan gaya hidup yang konsumtif adalah sebuah tindakan pengingkaran terhadap tanggung jawab tersebut. Sesungguhnya merekalah yang berhutang kepada negara-negara korban penghisapan ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam.
Alih-alih mengakui hutang sosial dan ekologis ini mereka menggunakan instrumen bantuan dan hutang luar negeri serta investasi untuk melakukan kontrol, penaklukan terhadap kedaulatan ekonomi negara-negara selatan. Pengingkaran tersebut diperkuat dengan memberikan keleluasan dan perlindungan kepada korporasi-korporasi trans/multi-nasional untuk menjalankan bisnis dan akumulasi keuntungan yang tak terbatas. Kini kekuasaan korporasi global telah menyaingi kekuasan ekonomi-ekonomi negara-negara. Kedaulatan suatu negara atas kuasa politik dan ekonomi nasional semakin melemah. Negara yang bersifat kesatuan sosial menjadi kesatuan ekonomi belaka.
Kami memandang ketidakadilan sosial-ekonomi di tingkat global adalah akar masalah dan masalah pokok yang harus diselesaikan di tingkat Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai representasi negara-negara yang berdaulat. Pemanasan global sesungguhnya hanyalah salah satu gejala sekaligus peringatan akan mendesaknya perombakan tatanan sosial dan ekonomi.
Memulai titik balik
Kami menegaskan bahwa negara-negara selatan harus menyatukan kekuatan untuk menggugat tanggung jawab negara-negara utara untuk membayar hutang sosial ekologis mereka.Negara-negara selatan harus pula membangun inisiatif-inisiatif perombakan tatanan sosial ekonomi global yang tidak adil.
Negara-negara selatan harus berhenti berebut 'proyek pemanasan global' atau keuntungan ekonomi jangka pendek dari perdagangan karbon. Sudah saatnya kita meninggalkan investasi yang tidak etis dan anti-ekologi, yang saat ini didominasi oleh korporasi dengan dukungan negara-negara utara dan negara-negara kaya baru. Kita harus berhenti merampas akses rakyat atas sumber-sumber agraria, tidak melanggengkan komoditi buruh murah dan menolak transfer teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Bergerak Bersama
Kami menegaskan bahwa rakyat di berbagai belahan dunia harus terus menerus menguatkan perlawanan untuk merebut kembali ruang-ruang politik dan kuasa politik dari cengkeraman kepentingan korporasi. Kedaulatan rakyat atas ruang hidup harus dipulihkan. Demokrasi demi tegaknya keadilan lingkungan dan sosial adalah cita-cita luhur gerakan politik hijau.
Sarekat Hijau Indonesia sebagai cikal bakal partai hijau di Indonesia menegaskan perlu adanya solidaritas, penguatan kekuatan-kekuatan hijau di dunia untuk memperbaiki kualitas hidup warga dunia.
Bali, 10 Desember 2007
Andreas Iswinarto
Sekjen Sarekat Hijau Indonesia
baca juga IRONI COP 13 Tentang Pemanasan Global
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koleksi Galeri Rupa Kerja Pembebasan
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
E-Book Bumi, Air dan Kekayaan Alam Dikuasi Siapa?
Setengah Abad UUPA 1960: Tahun Emas Perjuangan Rakyat Tani; Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati
E-Book : Matahari Baru di Setiap Hari Baru
untuk (mengeja keteladanan) MUNIR, WIJI THUKUL, MARSINAH dan semua sahabat rakyat itu (jadi doa)
E-Book : Aksi Diam Kamisan di Depan Istana Negara
E-Book : Songsong Proklamasi Kebangkitan Rakyat Indonesia
E-Book : Jelang Detik-detik Proklamasi – Ilalang dan Jerami Kering di Pekarangan Istana Buto
E-Book : Everyday is Earth Day! Lawan Keserakahan Untuk Masa Depan Anak-Cucu Kita
E-Book : Rumput-rumput Paku pada Wajah Bapak Ibu Tani
E-Book : Palu Besi atau Paku-paku Besi di Tubuh Kaum Buruh
E-Book : Panen Raya (milik sendiri) di Kampung Adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar